SI DUNGU TENGAH MERINDU
Pada kelesuan sedetik setelah kepergiannya ...
Senyuman nakal itu memudar bersama bayangannya.
Aku hanya becus membilang hari
di sela-sela membunuh jangka
Rindu terus menganiaya setiap teringat suara berat itu
Bagaimana mungkin aku tak dicemooh orang?
Rindu ini adalah untuk siapa yang tak wajar kurindukan
Ia adalah benderang, dan aku hanyalah serdak
yang menghilang dalam kesuyian malam
Bahkan sunyi pun tak sudi kusebut dalam sajak ini
Dirinya tak tahu ada yang tertatih karena perasaan
Dan akulah Si Dungu yang halu, yang patah, yang jatuh
Tersisihkan sebab lekuk tubuh, pula bisu tentang rindu
Resah tapi bungkam,
padahal cinta mungkin dapat diundang
Walau kadang berakhir suram.
Medan, 18 Juli 2019