Read More >>"> RARANDREW (Lamaran Menikah) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RARANDREW
MENU
About Us  

Ibu membantuku mengenakan gaun berwarna ungu dengan pita di belakang pinggang. Hari ini aku akan menghadiri pernikahan Lusi dengan Dedi. Tidak disangka, jodoh Lusi adalah teman semasa SMA. Dedi adalah laki-laki yang disukai Lusi sejak SMA. Wow! Aku jadi percaya, kalau jodoh itu tidak akan kemana, begitu kata pepatah.

Jujur saja ... aku merasa tidak PeDe, karena perban ini, pakai gaunpun jadi terlihat tidak anggun. Ibu melihatku aneh, karena tiba-tiba saja aku sedikit manyun.

“Ini kenapa mukanya cemberut?”, tanya Ibu.

“Perbannya ...”, kataku.

“Tunggu sebentar”, Ibu pergi ke kamarnya tidak lama kembali lagi.

Ibu memasangkan selendang batik ungu yang warnanya senada dengan gaunku, menutupi perbannya dengan selendang yang dislempangkan ke bahu kiriku.

“Kalau begini gak keliatan kan perbannya”, kata Ibu.

Aku tersenyum, “Iya ...”.

Aku keluar kamar dan melihat siapa yang sedang berdiri di pintu pagar. Monika?.

“Apa aku boleh masuk Rara?”, kata Monika.

Aku mengangguk pelan, melihatnya melangkah masuk lalu duduk. Aku pun duduk di sampingnya.

“Bagaimana kabar kamu Ra?”, tanya Monika. Tatapannya kini berbeda dengan tatapan yang lalu. Matanya menyiratkan keramahan yang ditunjukkan hanya kepadaku.

Aku tersenyum.

“Rara aku minta maaf. Aku tahu perbuatanku tempo hari sudah membuat semua orang kesulitan. Aku mencelakakan kamu. Aku minta maaf”, Monika menangis.

Tanganku menyentuh bahu Monika. “Aku tidak pernah dendam pada siapapun, termasuk kamu. Sebelum kamu meminta maaf, aku sudah memaafkanmu”, kataku.

Monika memelukku erat. “Terimakasih-terimakasih”, katanya.

Aku mengangguk dan berusaha menerima maaf darinya. Walaupun dia pernah menjadi orang yang sangat berbahaya untukku. Aku tahu dia tidak berniat seperti itu dan dia bukan tipe orang yang mudah menyakiti orang lain.

“Aku tidak akan mengganggu hubunganmu dengan Andrew lagi. Aku tahu Andrew sangat mencintaimu dan aku ingin kamu menjaganya dan jangan pernah tinggalkan dia”.

Aku terkejut dengan kata-katanya barusan. “Apa maksudmu?”.

“Aku akan kembali ke Amsterdam. Indonesia tidak cocok untukku. Mungkin di sana aku akan mendapatkan cintaku yang lebih baik dari Andrew”.

“Monika ...”, aku menggenggam erat tangan Monika.

“Rara, kamu mau kan jadi temanku?”.

Aku mengangguk dan memeluknya dengan erat. “Tentu saja, kapan kamu akan berangkat?”.

“Nanti sore jam tiga”, katanya.

“Secepat itu?”.

Monika mengangguk dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. “Sebagai permintaan maaf dariku. Semoga kamu suka, anggap saja itu kenang-kenangan dariku”.

Aku menerima kotak kecil yang terbungkus rapi. “Apa ini?”, aku bertanya.

“Bukalah”.

Aku membuka kado kecil itu.

Ibu datang. “Duh! Serius banget sih ngobrolnya. Ibu jadi kepengen tahu apa sih yang dibincangkan?”.

Aku tersenyum dan melihat isi kado tersebut. Sebotol parfum merah jambu, botolnya berbentuk kipas, tutupnya berwarna emas. Aku pun menunjukkannya kepada Ibu.

“Bagusnya ...”, kata Ibu.

“Pasti mahal?”, tanyaku.

Monika geleng-geleng.

“Seingat Ibu, hari ini bukan hari ulang tahun Rara”.

“Dapat hadian dari Belanda senang dong Bu ...”.

“Ibu tinggal lagi ya ...”, Ibu meninggalkan kami.

“Terimakasih. Tapi, aku sebagai penerima kado tidak bisa menerima hadiah ini begitu saja”.

“Maksudmu?”, Monika heran.

Aku mengeluarkan dompet dari laci lemari di sudut ruang. Aku keluarkan uang lembar seribuan lalu memberikannya pada Monika.

“Apa ini?”, Monika semakin heran.

“Tradisi ... kalau kita menerima hadiah berupa parfum dari seseorang. Kita wajib menggantinya dengan memberikan uang kepada orang tersebut berapapun”, kataku menjelaskan.

“Tujuannya untuk apa?”, tanya Monika aneh.

“Agar di kemudian hari, kita tidak saling membenci”.

Monika tersenyum. “Tradisi negara kamu lucu dan aneh-aneh ya”, Monika menerima uang seribuan dariku.

“Seribu cukup kan?”, aku mendelik.

Monika mengangguk. “Mana mungkin aku meminta lebih banyak, itu kan hadiah dari aku”.

Kami tertawa, kejadian tempo hari sudah hilang dari benak kami, yang ada kini adalah persahabatan di antara dua orang gadis yang memiliki perbedaan budaya.

**

Suara mobil terdengar di luar pagar membunyikan klaksonnya sekali lalu memarkir di depan pagar rumah. Andrew turun dari mobil Pajero sportnya dengan setelan batik berwarna putih.

Aku membuka pintu rumah.

“Haloo”, dari mulutnya menyapa hariku dengan ramah.

Aku tersenyum, ada rasa tenang di hati saat melihat senyuman Andrew.

Tangan Andrew menyentuh keningku.

“Aku bukan orang sakit”, kataku menyingkirkan tangannya dari jidatku.

“Sudah siap?”,  tanya Andrew menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Andrew akan menemaniku hadir ke acara resepsi pernikahan Lusi dan Dedi. Dia membukakan pintu mobil untukku, mengantarku sampai ke rumah Lusi.

Banyak sekali tamu yang hadir, tidak sedikit sahabat-sahabat SMA yang datang. Kami sekaligus reuni bersama, mengobrol, bercanda, saling memperkenalkan pasangannya masing-masing. Ada yang sudah memiliki anak juga. Haduh ... kalah langkah ini yang begini. Sudah terlalu lama kami asyik berada di acara resepsi ini. Aku pun pamit dan meninggalkan acara lebih dulu.

Andrew teringat akan pertemuan kami yang pertama. Waktu itu aku bersama Lusi di taman. Bola Andrew yang datang menghampiriku duluan lalu sosok Andrew hadir dalam hidupku. Dan kini dia berada di sampingku, menyetir mengantarku pulang.

“Tadi Monika datang ke rumah”, kataku.

Andrew kaget, dan langsung menghentikan mobil yang di kendarainya.

Aku kaget, karena Andrew mengerem tiba-tiba.

Andrew menatapku dengan cemas. “Apa katanya? Dia mengancam kamu lagi?”.

“Jangan negatif begitu. Dia datang hanya untuk meminta maaf padaku. Aku sudah memaafkannya”.

Andrew menghela nafas dengan panjang, bersandar di kursi setirnya.

“Dia akan pulang ke negaranya sore ini. Pesawatnya berangkat jam tiga”.

Andrew melihat arloji stenlis miliknya.

“Kita ke sana”, aku mendelik.

Andrew menatapku.

“Salam perpisahan”, kataku lagi.

“Kamu yakin? Lukamu?”.

Aku mengangguk. “Lukaku tidak apa-apa. Dia sudah menjadi salah satu teman kita kan?”.

Andrew menancap gas mobilnya. Aku dan Andrew bergegas pergi ke Bandara. Mobil Pajero Sport  hitam metalik meluncur di tengah jalanan yang ramai, seperti biasa jalan raya Jakarta selalu macet. Mobil masuk Tol. Setibanya di Bandara kami mencari Monika.

Andrew membaca jadwal penerbangan di lobi.

Mataku menangkap sosok wanita dan mengenalinya. “Itu Monika”.

Aku dan Andrew menghampiri Monika.

“Monika”, panggil Andrew.

“Andrew”, panggil Monika. “Rara ... kalian?”.

“Kami ingin mengucapkan selamat jalan padamu”, kataku.

Monika mengangguk. “Terimakasih”, Monika menjabat tangan Andrew. “Aku berharap kamu tidak melupakanku”.

Aku memeluk Monika, tidak rela membiarkan teman pergi jauh dari kami.

“Sampai jumpa”, lambaian tangan Monika menjadi pertemuan terakhir bagi kami.

**

Mobil Sport meluncur meninggalkan Bandara. Andrew kembali berpegang pada stir mengendarai mobil. “Kita jalan-jalan dulu”, ajak Andrew.

“Kemana?”, tanyaku.

“Kamu mau kemana saja, mobil ini akan mengantarkanmu sayang!”, rayu Andrew.

“Aku mau kesana”, aku berteriak dan menunjuk.

Andrew refleks tutup telinga saat mendengar teriakkanku, menengok ke arah yang ditunjukkan olehku. Mobil Sport berbelok saat tikungan dan masuk ke dalam taman kemudian memarkirkannya.

MONAS

Monumen Nasional. Menara tugu menjulang tinggi salah satu bangunan kebanggaan Indonesia. Berbentuk bunga teratai yang di ujungnya terdapat lapisan emas yang berkilau.

Aku dan Andrew sudah berada di ujung Monas. Melihat pemandangan yang baru aku lihat dalam hidupku. Jalan-jalan, pohon-pohon, rumah-rumah, orang-orang yang berjalan, terlihat begitu kecil seperti patung miniatur peta kota Jakarta.

Tangan Andrew mengenggam erat tanganku, rasanya tak ingin dilepaskan. Aku mendekap ke tubuhnya yang bidang. Tangan Andrew mendekap tubuhku. Damai ... rasanya bersandar di tubuhnya. Ini sandaran keduaku dan rasanya tetap sama. Nyaman. Aku meraba dadanya yang berdegup. Aku memandang wajahnya dan dia tersenyum lembut kepadaku.

Matahari mulai menenggelamkan diri dari arah barat. Meninggalkan terik berganti dengan cahaya senja yang sejuk dari atas Monas.

“Rara ... saya jatuh cinta padamu”.

Inikah rayuan seorang laki-laki saat ingin menaklukan seorang wanita yang disukainya? Ataukah basa-basi untuk menyenangkan hati seorang wanita apabila akan mengatakan kamu cantik sekali? Sesungguhnya aku merasa cantik untuk diriku sendiri dan aku terdiam.

“Saya ingin kamu menikah denganku”, Andrew menatapku.

Mulutku berdecak kagum, tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Andrew melamarku? Hatiku teramat bahagia hingga lidahku kelu tidak dapat berucap mengatakan ya atau tidak.

“Rara ... kamu mau menerima saya menjadi teman hidupmu”, Andrew meletakkan tanganku di dadanya. Mencoba merasakan bahwa jantungnya benar-benar berdegup kencang seperti juga yang aku alami. Andrew meyakinkan bahwa yang dikatakanya adalah kebenaran yang tulus dari hatinya.

Aku tersenyum. “Aku mau”, Aku merasakan degup jantungnya dan kehangatan itu dari sorot matanya yang memasuki relung hatiku.  

Andrew membawaku kepelukannya. Menciptakan bunga yang bermekaran dengan wanginya. Mata Andrew menghipnotisku untuk menerima ciuman dari bibirnya. Ciuman pertama untuk lelaki yang sangat aku cintai, seperti dia mencintaiku tulus dan apa adanya.

Kebaikan mengalahkan apapun. Dengan menjadi baik, seorang akan terlihat pintar. Dengan menjadi baik, seorang akan terlihat elegan. Dengan menjadi baik, wanita tidak cantik pun akan terlihat mempesona. Jadilah pribadi yang baik untuk mendapatkan cintamu.

selesai

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (22)
  • Nukita

    Kece ceritanya berasa kenal sama kotanya

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • atinnuratikah

    @MajidNito Terimakasih

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • MajidNito

    makasi kak inspirasi baru ini hehe

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • atinnuratikah

    @Ardhio_Prantoko Terimakasih koreksinya 😊

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • Ardhio_Prantoko

    Tanda bacanya.

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • atinnuratikah

    @AjengFani28 Makasih sudah mampir

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • atinnuratikah

    @Archimut Hehe

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • atinnuratikah

    @Gladistia Terimakasih kembali.

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • Archimut

    Pakai POV 1 dan terasa ngalir gitu aja cara penyampaian. Ini namanya rara kayak authornya πŸ˜‚

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
  • AjengFani28

    Mantap ceritanya kak

    Comment on chapter Cowok Pelempar Bola
Similar Tags
Ethereal
27      17     0     
Romance
Ada cowok ganteng, imut, tingginya 173 sentimeter. Setiap pagi, dia bakalan datang di depan rumahmu sambil bawa motor matic, yang akan goncenging kamu sampai ke sekolah. Dia enggak minta imbalan. Dia cuma pengen lihat kamu bahagia. Lalu, ada cowok nggak kalah ganteng dari sebelumnya, super tinggi, cool, nyebelin. Saat dideket kamu dia sangat lucu, asik diajak ngobrol, have fun bareng. Ta...
Ritual Buang Mantan
6      6     0     
Short Story
Belum move on dari mantan? Mungkin saatnya kamu melakukan ritual ini....
Venus & Mars
189      96     0     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
Deepest
15      13     0     
Romance
Jika Ririn adalah orang yang santai di kelasnya, maka Ravin adalah sebaliknya. Ririn hanya mengikuti eskul jurnalistik sedangkan Ravin adalah kapten futsal. Ravin dan Ririn bertemu disaat yang tak terduga. Dimana pertemuan pertama itu Ravin mengetahui sesuatu yang membuat hatinya meringis.
27th Woman's Syndrome
98      59     0     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
Beach love story telling
9      4     0     
Romance
"Kau harus tau hatiku sama seperti batu karang. Tak peduli seberapa keras ombak menerjang batu karang, ia tetap berdiri kokoh. Aku tidak akan pernah mencintaimu. Aku akan tetap pada prinsipku." -............ "Jika kau batu karang maka aku akan menjadi ombak. Tak peduli seberapa keras batu karang, ombak akan terus menerjang sampai batu karang terkikis. Aku yakin bisa melulu...
PELANGI SETELAH HUJAN
9      9     0     
Short Story
Cinta adalah Perbuatan
RANIA
33      17     0     
Romance
"Aku hanya membiarkan hati ini jatuh, tapi kenapa semua terasa salah?" Rania Laila jatuh cinta kepada William Herodes. Sebanarnya hal yang lumrah seorang wanita menjatuhkan hati kepada seorang pria. Namun perihal perasaan itu menjadi rumit karena kenyataan Liam adalah kekasih kakaknya, Kana. Saat Rania mati-matian membunuh perasaan cinta telarangnya, tiba-tiba Liam seakan membukak...
SALAH ANTAR, ALAMAKK!!
593      453     3     
Short Story
EMMA MERASA BOSAN DAN MULAI MEMESAN SESUATU TAPI BERAKHIR TIDAK SEMESTINYA
Lagu Ruth
7      7     0     
Short Story
wujud cintaku lebih dari sekedar berdansa bersamamu