Read More >>"> Youth (5. Jati Diri Dika) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Youth
MENU
About Us  

Pikiran Dika melayang jauh melampaui atap ruang kelasnya. Penjelasan rumus-rumus kimia dan sebutan angka romawi hanya dianggap suara latar yang keluar dari gurunya. Sesekali tangannya menopang kepala, matanya mengawang jauh keluar jendela. Raganya memang di bangku sebelah Daffa, tapi jiwanya entah di mana.

“Ehm ... Dika,” tegur guru Kimianya yang baru menyadari ada anak muridnya yang hanya meninggalkan raga di kelas ini. Buru-buru Daffa menyikut lengan Dika. Nyawa Dika seakan kembali ke tubuhnya, mulai menatap awas ke depan, ke meja guru di mana Bu Evi sudah mengeluarkan aura tegasnya.

“I-iya, Bu,” jawab Dika kikuk.

“Kalau matamu keluar jendela terus, lebih baik kamu cuci muka dulu sana.” Kini hanya suara dari Bu Evi yang mengisi ruang kelas, sebagian anak lainnya melihat Dika dengan tatapan seolah bicara, rasain atau kasian, sebagian lain tak peduli.

“Baik, Bu.” Ia pun keluar kelas dan menuju toilet di lantai bawah. Matahari di tengah hari bersinar terik langsung dirasakan Dika ketika melewati pintu kelas.

Daffa, teman sebangkunya, melirik sekilas kertas yang sesekali dicoret-coret Dika saat terlihat bosan memperhatikan guru di depan kelas.

 

Handai

 

Aku ingin bebas

Lepas perlahan selaras

Lunakkan hati keras

Enyah dari yang kebas

 

Aku ingin bebas

Luruh bagai daun gugur

Lembut angin sentuh nyiur

Atau terbang ke langit luas

 

Aku ingin bebas

Bukan merasa asing

Bukan masing-masing

Tetapi bersamamu, bebas sampai berbekas.

***

Sejak berjalan menyusuri lorong, cuci muka di toilet, dan kembali ke kelas, Dika seakan banyak memikirkan sesuatu, tubuhnya tidak sesemangat masih jadi anak SMA baru. Kini ia murid kelas 11 semester 2, sudah banyak yang bilang kalau tahun depan ia harus memikirkan matang-matang akan masa depannya. Namun, ia sendiri pun bingung, seakan kehilangan diri sendiri. Itulah yang menyebabkan akhir-akhir ini mulutnya lebih sering merapat dan isi otaknya berisikan benang-benang kusut yang ingin diurainya.

Sebenarnya dirinya siapa, mau apa, dan bagaimana ia akan menjalani kehidupan setelah SMA yang kata orang kebanyakan adalah “kehidupan sesungguhnya”, bukan dianggap anak kecil lagi, harus pula belajar mandiri.

Di antara dua teman dekatnya yang lain, hanya Dika yang masih galau soal pilihan jurusan kuliahnya nanti, tak seperti Daffa yang sudah mantap ingin Arsitektur atau Tama yang ingin jurusan teknik. Sebenarnya ia sudah punya pilihannya, tapi pilihannya itu yang ia pikir akan menimbulkan banyak masalah, terutama izin orang tua.

Dika anak yang biasa-biasa saja, karena itu ia tak tahu berbakat di bidang apa. Makanya sewaktu pemilihan jurusan di awal masuk SMA, ia menurut saja masuk kelas IPA. Daripada masuk kelas IPS yang katanya anak-anaknya banyak yang “terlalu” aktif, pikirannya turut menyetujui. Dika suka teman-teman dari kelas IPA, banyak yang kalem, pikirnya, sesuai dirinya. Apalagi teman-temannya sejak SMP dan awal SMA banyak yang minat ke IPA, ditambah Daffa dan Tama, akhirnya Dika pun jadi anak IPA.

***

“Sekian untuk hari ini, PR-nya jangan lupa dikerjakan yaa, semangat buat ulangan minggu depan, asalamualaikum,” ucap Bu Evi sambil menutup kelas hari ini.

Anak-anak mulai ribut kembali setelah punggung Bu Evi hilang dari balik pintu, beberapa orang mulai mengobrol dengan teman dekatnya, ada juga yang baru beres-beres, ada yang langsung pulang, ada juga seksi kebersihan yang terus mengawasi anak-anak yang piket hari ini.

“Woy! Piket dulu! Itu itu! Masih ada sapu,” teriak Mutia sang seksi kebersihan sambil menunjuk-nunjuk, gelarnya itu didukung rasa awas kalau ada yang kabur piket atau belum bersih, ia menjunjung tinggi slogan “kebersihan sebagian dari iman”.

Tak seperti hari biasanya, kami bertiga lebih banyak diam. Masing-masing dari kami masih punya benang kusut yang belum terurai di kepala, tapi beda jenisnya. Dika masih memikirkan minat bidang kuliahan untuk jalan masa depan, Daffa sepertinya baru berantem sama Aira—teman dekatnya, dan Tama belum pulang ke rumahnya juga sejak minggu lalu. Kebanyakan orang melihat kami biasa-biasa saja, tenang, dan kalem. Sesungguhnya ada gemuruh yang diredam dalam dada kami.

“Daf, Tam, balik duluan ya,” pamit Dika sambil membawa ransel dengan sebelah bahu dan menepuk bahu mereka.

Saat di pintu, ia menoleh sebentar ke arah lapangan, sudah banyak siswa yang bermain bola, di tangga sebelah lapangan pun sudah banyak siswa yang lalu-lalang karena kelas baru dibubarkan. Langit-langit yang tadi hanya berisikan suara guru kami, kini berubah 180 derajat, entah apa yang kebanyakan orang omongkan tapi semuanya berbaur. Bukan kali pertama ia merasakan kesepian di antara keramaian.

***

Dika segera menuju parkiran, mengendarai motor, dan langsung pulang. Kali ini ia melambatkan laju motornya, menikmati embusan angin yang menerpa kulit dan seragam putih abunya, serta gemuruh suara kendaraan yang membungkus jalanan. Matanya tetap awas, tapi ada kelelahan di sana, entah lelah karena apa, akhir-akhir ini ia merasa tak berdaya. Padahal tubuhnya baik-baik saja.

***

Akhirnya ia sampai di rumah sederhana yang ia tinggali bersama kedua orang tua, Dika cuman punya satu kakak perempuan yang usianya agak jauhan. Dika punya keluarga yang baik, teman-teman yang menyenangkan, tapi rasanya ada yang kurang.

Suatu malam saat tengah mengerjakan PR-nya, ia mengambil secarik kertas lalu menulis di sana.

 

Jenuh, Jatuh

Suatu hari, di awal tahun.

Pernah gak sih ngerasa kita gak bisa ngelakuin apa-apa?

Gak punya bakat apa-apa?

Pernah gak sih ngerasa kita gak seru dijadiin seorang teman?

Nyebelin atau gak asik?

Pernah gak sih ngerasa kita gak tau mau dan harus ngapain lagi.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 1 1 0 1
Submit A Comment
Comments (2)
  • erlinahandayanii26

    Mantap cantikaaa, teruskan ya semoga jalan menjadi penulis lancar sukses dan dapat memberikan inspirasi lewat tulisanmu seperti yang udah kamu lakukan padaku.

    Comment on chapter 1. Gerbang Masa Lalu
  • dede_pratiwi

    sama seperti judulnya, kisahnya pun fresh dan youth sekali sekitaran masa-masa remaja yang penuh pergolakan dan percintaan. keep writing...udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter 1. Gerbang Masa Lalu
Similar Tags
JEOSEUNGSAJA 'Malaikat Maut'
319      179     0     
Fan Fiction
Kematian adalah takdir dari manusia Seberapa takutkah dirimu akan kematian tersebut? Tidak ada pilihan lain selain kau harus melaluinya. Jika saatnya tiba, malaikat akan menjemputmu, memberikanmu teh penghilang ingatan dan mengirim mu kedimensi lain. Ada beberapa tipikel arwah manusia, mereka yang baik akan mudah untuk membimbingnya, mereka yang buruk akan sangat susah untuk membimbingny...
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
92      58     0     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Memoar Damar
32      25     0     
Romance
Ini adalah memoar tiga babak yang mempesona karena bercerita pada kurun waktu 10 sampai 20 tahun yang lalu. Menggambarkan perjalanan hidup Damar dari masa SMA hingga bekerja. Menjadi istimewa karena banyak pertaruhan terjadi. Antara cinta dan cita. Antara persahabatan atau persaudaraan. Antara kenangan dan juga harapan. Happy Reading :-)
Jendral takut kucing
11      11     0     
Humor
Teman atau gebetan? Kamu pilih yang mana?. Itu hal yang harus aku pilih. Ditambah temenmu suka sama gebetanmu dan curhat ke kamu. Itu berat, lebih berat dari satu ton beras. Tapi itulah jendral, cowok yang selalu memimpin para prajurit untuk mendahulukan cinta mereka.
NI-NA-NO
33      27     0     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
Itenerary
1581      531     0     
Romance
Persahabatan benar diuji ketika enam manusia memutuskan tuk melakukan petualangan ke kota Malang. Empat jiwa, pergi ke Semeru. Dua jiwa, memilih berkeliling melihat indahnya kota Malang, Keringat, air mata, hingga berjuta rahasia, dan satu tujuan bernama cinta dan cita-cita, terungkap sepanjang perjalanan. Dari beragam sifat dan watak, serta perasaan yang terpendam, mengharuskan mereka tuk t...
Untuk Navi
31      26     0     
Romance
Ada sesuatu yang tidak pernah Navi dapatkan selain dari Raga. Dan ada banyak hal yang Raga dapatkan dari Navi. Navi tidak kenal siapa Raga. Tapi, Raga tahu siapa Navi. Raga selalu bilang bahwa, "Navi menyenangkan dan menenangkan." *** Sebuah rasa yang tercipta dari raga. Kisah di mana seorang remaja menempatkan cintanya dengan tepat. Raga tidak pernah menyesal jatuh cinta den...
Dialogue
260      171     0     
Romance
Dear Zahra, Taukah kamu rasanya cinta pada pandangan pertama? Persis senikmat menyesapi secangkir kopi saat hujan, bagiku! Ah, tak usah terlalu dipikirkan. Bahkan sampai bertanya-tanya seperti itu wajahnya. Karena sesungguhnya jatuh cinta, mengabaikan segala logika. With love, Abu (Cikarang, April 2007) Kadang, memang cinta datang di saat yang kurang tepat, atau bahkan pada orang yang...
Telat Peka
30      23     0     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
I'M
280      184     0     
Romance
"Namanya aja anak semata wayang, pasti gampanglah dapat sesuatu." "Enak banget ya jadi anak satu-satunya, nggak perlu mikirin apa-apa. Tinggal terima beres." "Emang lo bisa? Kan lo biasa manja." "Siapa bilang jadi anak semata wayang selamanya manja?! Nggak, bakal gue buktiin kalau anak semata wayang itu nggak manja!" Adhisti berkeyakinan kuat untuk m...