Read More >>"> Secret Love Story (Complete) (Senja Yang Sempurna) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Secret Love Story (Complete)
MENU
About Us  

Dan, hati ini membawaku kembali kepadamu

Tapi, kau tak lagi berada di tempat kita dahulu

Apakah kau telah menemukan separuh hati lain, selain hatiku?

~Kata Hati, Bernard batubara~

          Aku tengah menikmati deburan ombak saat ini bersama dengan mama, papa dan adikku. Pantai Parangtritis nampak indah di sore hari. Warna jingga dapat kulihat dimana-mana, dia terlihat tenggelam di tengah pantai yang beradu dalam ombak, dia terlihat dalam bayangan pantai pasir putih dan dia juga bersemburat indah menghias langit sore ini. Kau benar, senja itu indah,” batin Erlangga yang kemudian mengingat sepenggal puisi yang pernah di bacanya di buku biru kecil itu.

Senja Yang Sempurna

Pikirku...

Aku sedang duduk bersamamu..

Menikmati semilir angin sore nan membelai lembut

Rerumputan seakan bergoyang

Daun-daun pun ikut menari riang

Menikmati kebersamaan kita dalam merenda hari bersama

Hingga senja mengintip di balik cakrawala

            Beberapa detik kemudian pandangannya yang asyik menatap senja teralihkan tiba-tiba ketika dilihatnya seseorang dari jauh itu. Seorang gadis tengah menatap senja di tepi pantai, dia duduk sendiri sembari mengamati teman-temannya yang asyik bermain air. Sesekali dia tersenyum mendapati temannya yang saling beradu air tersebut. Erlangga berdiri dari posisi duduknya seketika, ketika mendapati gadis itu bersama teman-temannya berjalan meninggalkan tepi pantai. Gadis itu berjalan ke arahnya, Ah tidak itu hanya pikir Erlangga karena ia tahu gadis itu saat ini tak tahu kalau Erlangga tengah menatapnya sedari tadi di kejauhan.

            Tepat seperti dugaannya, gadis itu mengerjapkan matanya tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia terkejut mendapati Erlangga berdiri di hadapannya. Hal yang sama juga terjadi pada teman-teman gadis itu ketika mendapati langkah temannya terhenti tiba-tiba karena melihat seseorang yang berjarak hanya satu langkah darinya.

            “Egha....,” ucap gadis itu lirih dan hampir tak terdengar karena terkena terpaan angin.

            “Oh, hai...kamu disini...,” ucap Erlangga kaku. Gadis itupun hanya menjawab dengan anggukan. “Ngapain....?” tanya Erlangga dengan pertanyaan klise, karena dia tahu bahwa jawaban dari pertanyaannya sendiri adalah karena gadis itu tengah berlibur di tempat.

            “Liburan....,” ucap gadis itu kaku sembari menggigit bibir bagian bawahnya.

            Namun, percakapan mereka tidak begitu lama. Hanya 5 menit tidak lebih karena teman gadis itu segera datang dan mengajak gadis itu pergi. Salah seorang dari temannya seorang cowok di antara mereka bertujuh memakaiakan sebuah kain panjang di punggung gadis itu untuk menjauhkan gadis itu dari dinginnya angin yang berhembus di sore hari menjelang malang itu. Erlangga terkejut melihat hal itu, dan pikirannya dipenuhi dengan bertubi-tubi pertanyaan.

            “Apakah dia kekasihmu...?” gumamnya dalam hati.

            Selepas kejadian itu dia berjalan kembali bersama dengan teman-temannya setelah membungkukkan badannya dan melambaikan tangannya dengan kaku di hadapan Erlangga tanda bahwa gadis itu hendak izin untuk pergi. Erlangga pun melakukan hal yang sama, melambaikan tangannya dengan kaku dan tersenyum simpul membiarkan gadis itu berlalu dari hadapannya. Namun, samar-samar dia masih dapat mendengar seorang teman cewek gadis itu bertanya pada gadis itu.

            “Siapa Ra...?” tanya-nya. Erlangga tahu bahwa teman gadis itu pasti akan menanyakan pertanyaan itu karena gadis itu menghentikan langkahnya beberapa saat lalu untuk sekedar menyapa Erlangga.

            “Teman....,” ucap gadis itu.

            Deg. “Teman ya.....,” batin Erlangga yang kemudian juga beranjak dari tempatnya berdiri setelah ia tahu bahwa Ara sudah berjalan menjauh darinya. Ia pun memutuskan untuk pergi kembali ke keluarganya karena ia tahu bahwa gadis itu tidak akan berbalik dari langkahnya untuk menemuinya kembali. Karena gadis itu mungkin berfikir bahwa semuanya selesai. Semua telah menjadi akhir dan menjadi bagian dari masa lalu.

*****

         Tiga tahun, yah tepat tiga tahun lamanya aku tidak bertemu dengannya. Dan kini aku bertemu dengannya, 3 menit. Hanya selama 3 menit kami berbincang dengan canggung dan kemudian dia pergi meninggalkanku yang masih terpaku di tempatku. Tiga menit tak cukup bagiku untuk menghapus kerinduan yang selama tiga tahun menyiksaku. Aku mencari-cari sosoknya lagi dari beberapa orang yang berjalan berlalu lalang berharap bahwa tubuh kecilnya terselip  diantara mereka. Aku mencari sosoknya di balik pohon yang terkena temaram cahaya lampu berharap bahwa bayangnya akan terlihat. Aku bahkan mencari sosoknya di kolong meja berharap dia bersembunyi di bawah sana dan kemudian menyembul keluar hanya tuk mengejutkanku ketika menyadari kedatanganku. Tapi nyatanya, harapku mungkin hanya asa di ketinggian. Tak pernah menyentuh nyata. Harapku musnah tepat pada detik ketiga.

         Aku duduk bersama keluargaku, menyantap makanan yang telah terhidang di meja makan. Makanan-makanan ini seharusnya menggoda karena aromanya yang menusuk, tapi nyatanya aku tak merasakan apapun ketika makanan itu mulai menyentuh lidahku. Aku mengecap semua makanan itu tanpa ku rasa. Hanya untuk menyelamatkan perutku yang mulai meronta marah karena tak ada lagi energy yang tersisa. Kudapati mama, papa dan adikku juga melakukan hal yang sama. Dan kami pun berbincang-bincang kecil ketika makanan di hadapan kita telah berpindah pada tabung besar dan panjang di perut kami. Di saat itulah, aku mendengar sebuah suara. Sebuah suara yang ku kenal dan sangat ku rindukan. Yah, itu dia, itu suaranya dan aku menemukannya. Aku tahu dia duduk tepat di belakang punggungku ketika ku tahu tak dapat kutemukan di sekeliling restoran ini setelah beberapa menit mataku nyalang kesana-kemari mencari sosoknya. Aku mengerjapkan mataku dan mulai mendengar percakapan dia dengan teman-temannya.

         Sesekali aku mendengar tawanya, sesekali aku mendengar perkataan malu-malunya. Aku sungguh ingin sekali melihat ekspresi wajahnya saat dia melakukan semua itu. Tapi, aku tahu aku tak bisa. Dia duduk tepat di belakangku tapi aku hanya bisa mendengar suara dan tawanya samar-samar karena angin berhembus cukup kencang malamini. Aku bisa mendengar sebuah permainan yang tengah mereka lakukan. Truth or Dare, TOD. Ya, aku pernah memainkan permainan itu bersama dua temanku, dan kemudian kami mengajukan pertanyaan padanya seketika meskipun dia sebenarnya tidak masuk dalam permainan.

Flashback On

         “Apa kau masih mencintai Mr. M?” tanya Vreya pada gadis itu yang menjadi sahabat dekatnya. Dia terkejut mendengar pertanyaan Vreya, dan itupun sama hal nya denganku. Aku pun penasaran dengan apa yang akan menjadi jawabannya. Aku, Vreya dan Mas Fadel mengamati ekspresi wajahnya yang masih enggan untuk menjawab. Tapi bukan Vreya namanya kalau dia berhenti tanpa mendapatkan jawaban dari temannya. Meskipun ia tahu bahwa sahabatnya itu tak terlibat dalam permainan yang kami mainkan, dia tetap memberikan pertanyaan yang seharusnya diberikannya padaku kepada sahabatnya. “Apa kau masih mencintai Mr. M?” tanya Vreya lagi.

         Akhirnya, beberapa detik berikutnya gadis itupun menjawab. “Tidak…,” ucapnya sambil menyunggingkan senyum pada kami bertiga. Dan entah kenapa tiba-tiba aku merasa lega saat mendengar jawabannya. Aneh bukan, tapi aku tahu masih ada yang disembunyikan gadis itu jauh di dasar hatinya yang tidak ada seoarang pun tahu kecuali Tuhan.

Flashback Off

*****

         Angin masih berhembus kencang dan membuat beberapa bulu kuduk berdiri karena dinginnya. Tapi, permainan TOD masih berlanjut usai mereka menyantap makan malamnya.  Kali ini, botonl yang sudah di putar itu ujungnya mengarah pada Ara.

         “Siapa cowok itu?” tanya teman-teman Ara yang mendapat giliran untuk menanyainya.

         “Teman…,” jawab Ara.

         “Benarkah hanya teman? Bukankah dia yang mengantarmu ke nikahan Icha dulu?” tanya April penuh selidik.

         Pias memenuhi wajah Ara saat itu. Tapi, dia masih mampu menguasai dirinya dan menjawab pertanyaan temannya dengan datar. “Iya, dia yang mengantarku dan dia hanya sekedar teman,” jawab Ara.

         Kini teman Ara yang lainpun mengajukan pertanyaan. Dalam permainan ini memang berbeda dari biasanya. Dimana di permainan kali ini yang memilih “Truth” akan di berikan pertanyaan oleh masing-masing peserta permainan dan syaratnya hanya satu pertanyaan yang boleh mereka ajukan.

         “Hanya teman. Bukankah aneh jika dia rela mengantarmu jauh-jauh dari tempat kuliahmu ke tempat tinggalmu hanya untuk menghadiri pernikahan Icha, jika kalian hanya sebatas teman saja? Kali ini giliran Mia bertanya.

         “Iya, dia memang seperti itu. Dia mengantarkanku kemana-mana. Dan aku selalu memanggilnya tukang ojek. Kami sudah terbiasa bersama jadi bukan hal yang besar atau aneh jika aku pergi dengannya bukan meski kami hanya teman?” ucap Ara yang dijawab dengan anggukan oleh teman-temannya.

         “Dia gak buruk. Wajahnya lumayan. Kenapa kau tidak mau jadi pacarnya?” tanya Icha.

         “Aku gak mau pacaran. Dia sudah punya pacar,” ucap Ara.

         “Oh, gitu. Kau…apa kau menyukainya?” tanya Vito dengan raut wajah ragu-ragu.

         Ara terdiam. Dia tahu dari teman-temannya kalau lelaki yang duduk di hadapannya itu menyimpan rasa untuknya. Karenanya, bukan hal yang mustahil jika pertanyaan yang seperti ini akan meluncur dari bibirnya kendatipun di ucapkan dalam ragu-ragu.

         Ara tidak menjawab hanya menggelengkan kepalanya. Tapi, Vito menuntut jawaban lisan dari wanita di hadapannya yang kini menundukkan wajahnya seraya menyembunyikan ekspresi wajahnya itu. “Aku butuh jawaban lisan Ra,” ucap Vito sekalipun ia tahu bahwa gelengan dari kepala Ara adalah jawaban untuk kata “tidak” tapi ia tetap ingin dia membalas dengan jawaban yang lisan. “Bagimu dia seperti apa Ra..?” tanya Vito kemudian yang tentu saja membuat wajah Ara yang semula menunduk kini menatap lelaki di hadapannya itu.

         “Hanya satu pertanyaan yang bisa kamu ajukan Vit…,” ucap Ara.

         “Aku tidak mendapatkan jawaban yang ku inginkan untuk pertanyaan pertamaku, karenanya aku mengubah pertanyaannya,” jelas Vito.

         Ara menatap lelaki di hadapannya kini dan kemudian menjawab pertanyaan kedua yang diajukan oleh lelaki itu. “Dia….seseorang yang membuatku merasa nyaman setiap kali aku bersamanya…,” ucap Ara. Ara merasakan wajahnya mulai diterpa angin panas kini terutama di area sekitar matanya. Namun, dia berusaha sebisanya untuk menahan cairan bening itu keluar dari matanya.

         Vito terdiam mendengar jawaban Ara, ia tahu bahwa gadis dihadapannya itu mengatakan hal yang sebenarnya yang benar-benar dirasakan oleh hatinya. Bukan kebohongan. Dia tak mampu lagi untuk menatap gadis itu, rasanya seolah wajahnya telah dipukul telak oleh jawaban yang muncul di bibir manis itu.

         “Jika dia seperti itu bagimu, lantas kenapa tadi ketika bertemu dengannya kau biasa saja. Bukankah harusnya kau menghabiskan beberapa waktumu dengannya karena dia teman baikmu dulu?” tanya Faiz tepat pada pertanyaan terakhir dalam permainan itu.

         Ara terdiam mencerna pertanyaan itu. Mungkin sebagian besar orang akan melakukan hal yang dikatakan oleh temannya itu ketika dia bertemu dengan teman baiknya mengingat betapa dulu mereka pernah sering menghabiskan hari bersama. Dan meleburkan semua rindu yang ada setelah tiga tahun tidak bersua. Namun nyatanya bagi Ara pertemuan beberapa saat lalu itu tidak meleburkan rindunya pada lelaki itu. Tidak sedikitpun, tidak sama sekali. Baginya menghabiskan waktu bersamanya ketika bertemu juga akan menimbulkan rindu-rindu yang lain lagi dihatinya kemudian. Karenanya Ara memilih untuk tidak menghabiskan banyak waktu bersama lelaki itu. Cukup tiga menit, hanya dalam batas waktu itu Ara akan membuat kenangannya bahwa pada hari ini dia bertemu dengan lelaki itu setelah tiga tahun lamanya.

         “Tidak..itu tidak perlu. Aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama...,” jawab Ara.

         Deg, kesalahan. Seseorang yang berada di balik punggung Ara mulai tak tenang dalam duduknya. Ia dapat mendengar alasan gadis itu tidak ingin berlama-lama dengannya saat pertemuan tadi sore. Dari perkataan gadis itu dapat disimpulkannya bahwa gadis itu tidak ingin melakukan kesalahan yang sama jika memilih menghabiskan waktu bersamanya.

         “Apa bersama denganku dulu adalah sebuah kesalahan bagimu Ra?” batin Erlangga. “Kenapa itu menjadi sebuah kesalahan?” batinnya lagi. Ingin sekali Erlangga membalikkan badannya dengan segera dan menghadap gadis itu seraya menuntut alasan kenapa gadis itu mengatakan hal yang demikian. Tapi nyatanya diurungkannya niatnya itu. Karena ia tidak ingin mengganggu gadis itu ditengah-tengah liburannya dengan menanyakan hal yang berkaitan dengan masa lalu.

         “Kau berubah Ra, kenapa kau menjadi berubah sedingin ini?” desah Erlangga.

         Beberapa menit setelahnya, Erlangga pun tak lagi mendengar percakapan di meja samping tempat duduknya. Ara telah pergi beberapa menit yang lalu tepat ketika Erlangga tengah bergelut dengan batinya hingga tak menyadari kepergian gadis itu.

*****

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • diyaaaa

    Ceritanya bagus, menginspirasi.
    baca ceritaku juga ya,

    Comment on chapter Di Batas Rindu
Similar Tags
Tell Me What to do
5      5     0     
Short Story
Kamu tau, apa yang harus aku lakukan untuk mencintaimu? Jika sejak awal kita memulai kisah ini, hatiku berada di tempat lain?
IZIN
49      19     0     
Romance
Takdir, adalah sesuatu yang tidak dapat ditentukan atau disalahkan oleh manusia. Saat semua telah saling menemukan dan mencoba bertahan justru runtuh oleh kenyataan. Apakah sebuah perizinan dapat menguatkan mereka? atau justru hanya sebagai alasan untuk dapat saling merelakan?
Tak Pernah Memiliki
8      8     0     
Short Story
Saling menunggu seseorang, dalam diam. Berakhir tak indah, berujung pisah. Kita yang tak pernah bisa untuk saling memiliki.
Innocence
123      53     0     
Romance
Cinta selalu punya jalannya sendiri untuk menetap pada hati sebagai rumah terakhirnya. Innocence. Tak ada yang salah dalam cinta.
In the Name of Love
8      8     0     
Short Story
Kita saling mencintai dan kita terjebak akan lingkaran cinta menyakitkan. Semua yang kita lakukan tentu saja atas nama cinta
I'M
111      50     0     
Romance
"Namanya aja anak semata wayang, pasti gampanglah dapat sesuatu." "Enak banget ya jadi anak satu-satunya, nggak perlu mikirin apa-apa. Tinggal terima beres." "Emang lo bisa? Kan lo biasa manja." "Siapa bilang jadi anak semata wayang selamanya manja?! Nggak, bakal gue buktiin kalau anak semata wayang itu nggak manja!" Adhisti berkeyakinan kuat untuk m...
Dear Diary
8      8     0     
Fantasy
Dear book, Aku harap semoga Kamu bisa menjadi teman baikku.
Upnormal
144      75     0     
Fantasy
Selama kurang lebih lima bulan gadis delapan belas tahun ini sibuk mencari kerja untuk kelangsungan hidupnya. Sepertinya Dewi Fortuna belum memihaknya. Nyaris puluhan perusahaan yang ia lamar tak jodoh dengannya. Selalu coba lagi. Belum beruntung. Faktor penyebab atas kegagalannya ialah sang makhluk lain yang selalu menggodanya hingga membuat gadis itu naik pitam. Maklum usia segitu masih labil. ...
Rinai Hati
5      5     0     
Romance
Patah hati bukanlah sebuah penyakit terburuk, akan tetapi patah hati adalah sebuah pil ajaib yang berfungsi untuk mendewasakan diri untuk menjadi lebih baik lagi, membuktikan kepada dunia bahwa kamu akan menjadi pribadi yang lebih hebat, tentunya jika kamu berhasil menelan pil pahit ini dengan perasaan ikhlas dan hati yang lapang. Melepaskan semua kesedihan dan beban.
KETIKA SENYUM BERBUAH PERTEMANAN
319      247     3     
Short Story
Pertemanan ini bermula saat kampus membuka penerimaan mahasiswa baru dan mereka bertemu dari sebuah senyum Karin yang membuat Nestria mengagumi senyum manis itu.