Read More >>"> Aku. Kamu. Waktu (BAB 8: Waktu Bukan Untuk Kita) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku. Kamu. Waktu
MENU
About Us  

BAB 8

Waktu Bukan Untuk Kita

 

Agustus, 2001

            Sejak malam itu, Yanuar tidak hanya menemuiku saat aku bekerja tapi dia juga berani menyapaku di sekolah. Aku tidak masalah akan hal itu, karena aku memang telah menganggapnya sebagai seorang teman. Seperti yang telah kukatan, Yanuar bukan lagi menjadi orang yang asing. Aku bisa menjadi diriku sendiri saat bersamanya, sama seperti saat aku bersama dengan Dini.          

            “Si Yanuar tumben nggak ikut makan?” Dini bertanya setelah semangkok bakso datang ke meja kami.

            “Dia di perpustakaan, ada buku yang mau dia cari,” jawabku.

            “Kok kamu tahu? Yanuar sms kamu ya? Tapi kan kamu nggak punya handphone?”

            “Dia tadi bilang pas ketemu di koridor.”

            “Oh…”

            Dini mengangguk-angguk mengerti. Dia mulai memakan bakso dengan lahap. Aku hanya tersenyum memerhatikannya, lalu ikut menyantap baksoku. Meja kantin yang selama ini aku dan Dini tempati rasanya sedikit kosong saat Yanuar dan si Bima yang berisik itu tidak datang.

            Aku ingat bagaimana Dini mengintrogasiku saat tahu aku memiliki teman dekat selain dirinya, laki-laki pula. Aku hanya menceritakan bahwa Ayah Yanuar telah membantuku untuk membiayai perawatan ibu, hanya itu. Aku tidak ingin mengatakan apa pun soal Yanuar yang nyatanya memiliki rasa padaku. Kini, aku bersyukur tidak mengatakan dengan selengkapnya pada Dini karena aku tahu ada yang berbeda dengan Dini saat bertatap muka dengan Yanuar.

            Aku menyadari perubahan Dini. Senyum cerah yang menjadi identitasnya semakin berkembang dari hari ke hari. Pipi putih bersihnya sering memerah saat melihatku tengah bercengkrama dengan Yanuar. Aku tahu benar apa yang terjadi pada Dini, tapi aku juga terlalu takut untuk mengungkapkan kesimpulanku sendiri.

***

            “Yul, kamu bisa bantuin aku nggak?” Dini bertanya sambil mencolek lenganku. Aku yang masih sibuk mengerjakan PR matematika hanya berdehem, walau sesungguhnya hatiku sudah bersuara kencang di dalam dada.

            “Yuul…” Dini mulai merengek. Dia bahkan mengambil bulpoin dari tanganku secara paksa. Aku menghela napas panjang dan akhirnya menyerah.

            “Bantuin apa?” tanyaku.

            Dini tidak langsung menjawab. Ada senyum yang berbeda di bibirnya, juga tatapan mata yang tiba-tiba menunduk malu. Air muka Dini saat ini benar-benar aku rekam dalam ingatan. Gambaran dari perempuan yang baru mengenal cinta.

            “Bantu aku buat dekat sama Yanuar,” ucap Dini pada akhirnya.

            Aku sudah tahu dan sudah menyiapkan hati sebaik-baiknya karena tahu hanya tinggal menunggu waktu Dini mengatakan tentang perasaannnya. Aku benar-benar sudah tahu, tapi kenapa ada getar dalam hatiku yang terasa getir?

            “Ya tinggal ngobrol saja sama Yanuar,” aku berusaha menjawab dengan sesantai mungkin dan berharap Dini tidak melihat getar gelisah dari mataku.

            “Susah, Yul! Aku salah tingkah terus kalau di dekat Yanuar.”

            “Kalau begitu coba tulis surat saja.”

            “Surat? Surat cinta?”

            Mata Dini berbinar. Aku mengangguk secara lamban. Sesungguhnya apa yang baru saja aku ucapkan hanya asal lontar. Aku tidak tahu jika Dini tertarik dengan usulan ini. Namun melihat senyum yang mengembang secara sempurna membuatku sadar jika Dini benar-benar akan menulis surat itu.

            Tanpa berkata apa-apa lagi Dini meloncat berdiri sambil meraih buku catatannya di atas meja. Dia berlarian menuju teras rumah yang langsung berhadapan dengan taman yang dirawat dengan baik oleh ibu Dini. Dari ruang tengah ini aku masih bisa melihat senyum manis dari bibir Dini. Dan aku merasa bersyukur untuk itu; dapat melihat kebahagiaan di dalam diri Dini. Tapi kenapa masih ada getar yang amat ngilu di hatiku?

            Lihatlah senyum indah di wajah Dini. Mana tega aku melunturkan senyum itu? Memporak-porandakan hati sahabatku sendiri? Dini adalah gadis yang baik, ceria, dan sangat berbeda denganku. Yanuar pun juga mengatakan itu. Jadi tidak masalah kan? Yanuar juga akan menerima perasaan Dini. Aku yakin.

            Aku yakin.

            “Dek Yuli kenapa nangis?”

            Aku terkejut saat Mbok Rusmi memegang pundakku. Tanganku menyentuh kedua pipi yang ternyata sudah basah. Sejak kapan air mata ini datang?

            “Sakit?” Mbok Rusmi bertanya lagi.

            Cepat-cepat aku menggeleng.

            “Kelilipan, Mbok,” jawabku sambil beranjak dari ruang tamu. Menghindar dari pertanyaan Mbok Rusmi.

            Tanganku masih terus menghapus air mata yang nyatanya masih terus mengalir. Aku tidak tahu bagaimana menghentikannya. Aku juga tidak tahu kenapa aku harus menangis saat mengingat Dini dan Yanuar.

***

            Aku tidak keluar dari kamar setelah insiden “menangis”. Bahkan saat makan malam pun, aku menolak untuk makan dan pada akhirnya membuat Dini makan malam seorang diri di meja makan karena memang kedua orang tuanya masih bekerja. Aku masih tidak tahu apa yang terjadi padaku, tapi aku tidak suka perasaan ngilu yang aneh saat aku melihat Dini.

            Ini tidak benar. Aku sangat tega jika bersikap seperti ini, Dini dan keluarganya sudah sangat baik padaku. Aku yang tidak memiliki darah dari keluarga ini—seorang gadis miskin yang tiba-tiba dilimpahi kehidupan yang layak dan kasih sayang. Dengan harga berapa pun, aku tidak akan mampu membalas kebaikan Dini dan keluarganya, lalu bagaimana mungkin aku merasa sakit saat melihat Dini?

            “Yul…,” suara Dini menginterupsi lamunanku. Aku menoleh padanya yang kini tengah membuka pintu dengan kesusahan karena membawa nampan makanan. Sontak aku loncat dari kasur dan mengambil alih nampan itu.

            “Kenapa repot-repot ambilin aku makanan?” tanyaku. Dia hanya tersenyum.

            “Kan kamu belum makan. Cepat makan sebelum dingin nasi sama lauknya.”

            Hatiku kembali ngilu melihat senyum dan perhatian Dini, namun aku berusaha keras untuk menarik kembali air mata yang sesungguhnya ingin berlomba lari keluar dari bendungan.

            “Kamu mikirin apa sih? Sejak siang tadi lebih banyak diam.” Yuli mengambil duduk di sisi kananku.

            “Enggak kok. Cuma mikir soal dari Pak Hendri. Ada yang nggak aku ngerti,” ucapku, seratus persen bohong. Nyatanya seluruh tugas matematika itu sudah selesai kukerjakan.

            “Ya ampun, jangan dibikin stress dong sampai lupa makan,” gerutu Dini.

            “Iya.”

            Hanya itu yang mampu aku ucapkan. Detik-detik berikutnya, aku menghabiskan makananku ditemani dengan cerita-cerita dari Dini.

            “Eh Yul…”

            Cerita Dini yang sejak tadi tak ada kata sambung tiba-tiba saja terjeda. Dia menatapku dalam, tak lupa dengan senyum malu-malunya.

            “Apa?”

            “Kamu bisa kasih ini…” Dini mengeluarkan sebuah amplop putih kepadaku. Yang sudah mampu aku tebak jika isi dari amplop itu adalah surat yang tadi Dini tulis.

            “Kasih suratmu ke Yanuar?” tanyaku, dibalas dengan anggukan.

            Aku bersyukur nasiku sudah habis saat Dini memberikan surat ini padaku, jika tidak mungkin aku akan sangat kesakitan melahap nasiku karena tenggorokan yang rasanya tercekat.

            “Besok akan aku sampaikan surat ini pada Yanuar,” ucapku.

            Senyum Dini terulas lebar. Dia memelukku sambil membisikkan kata terima kasih. Aku hanya bisa mengangguk dan mengelus punggungnya.

            Malam ini, aku berharap bisa menjaga senyum Dini untuk selamanya.

***

            Daun-daun itu tengah bertahan untuk tetap berada di sisi ranting saat embusan angin sedang menjadi penguji kesetiaannya. Ada satu-dua daun yang pada akhirnya menyerah dan ikut terbuai dengan tarian angin, lalu terhantam di tanah.

            Aku benar-benar tersihir dengan teater daun dan angin hingga tak menyadari jika laki-laki yang sedari tadi kutunggu sudah duduk di sisiku. Menyolek lengan kiriku dan memberikan senyum terbaiknya saat aku menatapnya.

            “Ada apa? Kenapa memintaku ke sini? Kangen ya.”

            “GR!”

            “Terus?”

            Aku terdiam. Tidak tahu lagi harus menjawab apa. Tugasku di sini hanyalah menyerahkan surat Dini dan enyah dengan secepatnya dari hadapan Yanuar. Karena sungguh aku tidak tahu kenapa hatiku juga terasa ngilu saat melihat Yanuar.

            “A-aku hanya mau kasih ini.”

            Aku buru-buru mengeluarkan surat dari dalam tas mengulurkannya pada Yanuar. Yanuar tidak langsung mengambilnya, dia malah menatapku dengan bola mata yang membesar lalu beralih pada surat di tanganku, dan kembali lagi melihatku. Membuat hatiku semakin tak karuan dan menaruh surat itu dengan paksa di tangan Yanuar.

            “Ini surat cinta?!” tanya Yanuar dengan suara yang tinggi karena aku sudah terlanjur berlari menjauh darinya. Aku sama sekali tidak ingin menoleh lagi ke belakang, dan aku berharap Yanuar tidak akan mengejarku.

            Aku baru menghentikan langkah setelah berhasil keluar dari gerbang sekolah. Beberapa siswa masih memenuhi jalanan depan sekolah meski bel pulang sudah berdering setengah jam yang lalu. Aku mulai berjalan normal menuju toko tempatku bekerja. Anehnya, di setiap langkah yang tercipta segala bayangan tentang Yanuar ikut muncul. Dan hal itu terjadi hingga aku sampai di toko, bahkan lebih parah; aku melihat sosok Yanuar di segala penjuru. Di tempat duduk di depan toko, di depan rak makanan ringan, di kasir.

            Aku melihat Yanuar di mana-mana, membuat hatiku ngilu.

***

 

Tags: twm18 romance

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • Chocolavaa

    Sedihhh bgt tapi baguss lanjut terus yaa????

    Comment on chapter Prolog
  • Fatih

    Bagusss lanjutt

    Comment on chapter BAB 1: Aku Adalah Dosa
  • 9davv

    I just saw the ad

    Comment on chapter Prolog
  • Vidyakus_

    :"(

    Comment on chapter Prolog
  • ibl

    Ceritanya bagus dan recommended ???? semangaat thor dan ditunggu kelanjutannya

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Cinderella Celdam
49      36     0     
Romance
Gimana jadinya kalau celana dalam kamu tercecer di lantai kantor dan ditemukan seorang cowok? - Cinderella Celdam, a romance comedy
With you ~ lost in singapura
16      15     0     
Fan Fiction
Chaeyeon, seorang siswi SMA yang sangat berani untuk pergi menyusul Tae-joon di Paris. Chanyeol, seorang idol muda yang tengah terlibat dalam sebuah skandal. Bagaimana jika kedua manusia itu dipertemukan oleh sebuah takdir?
Rêver
112      89     0     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
Rumah Arwah
12      12     0     
Short Story
Sejak pulang dari rumah sakit akibat kecelakaan, aku merasa rumah ini penuh teror. Kecelakaan mobil yang aku alami sepertinya tidak beres dan menyisakan misteri. Apalagi, luka-luka di tubuhku bertambah setiap bangun tidur. Lalu, siapa sosok perempuan mengerikan di kamarku?
Terpatri Dalam Sukma
10      10     0     
Short Story
Bukan mantan, namun dia yang tersimpan pada doa
Renafkar
189      127     0     
Romance
Kisah seorang gadis dan seorang lelaki, yakni Rena dan Afkar yang sama-sama saling menyukai dalam diam sejak mereka pertama kali duduk di bangku SMA. Rena, gadis ini seringkali salah tingkah dan gampang baper oleh Afkar yang selalu mempermainkan hatinya dengan kalimat-kalimat puitis dan perlakuan-perlakuan tak biasa. Ternyata bener ya? Cewek tuh nggak pernah mau jujur sama perasaannya sendiri....
Hug Me Once
202      135     0     
Inspirational
Jika kalian mencari cerita berteman kisah cinta ala negeri dongeng, maaf, aku tidak bisa memberikannya. Tapi, jika kalian mencari cerita bertema keluarga, kalian bisa membaca cerita ini. Ini adalah kisah dimana kakak beradik yang tadinya saling menyayangi dapat berubah menjadi saling membenci hanya karena kesalahpahaman
Aleya
0      0     0     
Romance
Kau memberiku sepucuk harapan yang tak bisa kuhindari. Kau memberiku kenangan yang susah untuk kulupakan. Aku hanyalah bayangan bagimu. Kita telah melewati beberapa rute tetapi masih saja perasaan itu tidak bisa kukendalikan, perasaanmu masih sama dengan orang yang sama. Kalau begitu, kenapa kau membiarkan aku terus menyukaimu? Kenapa kau membiarkan aku memperbesar perasaanku padamu? Kena...
Paragraf Patah Hati
122      79     0     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
Violetta
10      10     0     
Fan Fiction
Sendiri mungkin lebih menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Violetta Harasya tetapi bagi seorang Gredo Damara sendiri itu membosankan. ketika Gredo pindah ke SMA Prima, ia tidak sengaja bertemu dengan Violetta--gadis aneh yang tidak ingin mempunyai teman-- rasa penasaran Gredo seketika muncul. mengapa gadis itu tidak mau memiliki teman ? apa ia juga tidak merasa bosan berada dikesendiri...