Read More >>"> DanuSA (Rasa 16) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

"Aku ganti baju bentar, ya? Ntar aku kesini lagi," ucap Danu setelah memarkirkan motor kesayangannya di halaman rumah Sabina. Ia segera berlari ke rumahnya sementara Sabina juga masuk ke dalam rumahnya untuk mandi karena ia harus bekerja. Biasanya Sabina akan mandi di tempat kerja karena jika pulang dulu ia akan terlambat.

Dengan cepat ia membersihkan diri lalu memakai seragam kerjanya. Setelah bercermin dan memastikan penampilannya tidak ada yang salah, ia segera meraih jaket dan tasnya lalu keluar kamar. Namun, ketika ia membuka pintu kamarnya, ia mendengar alunan nada dari pianonya. Ia tahu lagu itu, lagu dari drama korea kesukaan mama-nya dulu. Endless Love –Reason. Lagu yang begitu menyayat hati.

Sabina melangkah menuruni tangga, suara piano itu semakin terdengar jelas. Kesedihan, kekecewaan, rasa sakit bisa langsung ia rasakan. Seakan ikut terlarut dalam emosi permainan piano Danu, gadis itu mematung di dekat meja makan melihat sosok jangkung yang duduk tegap di sana. Cowok yang selalu terlihat baik-baik saja justru menyimpan luka. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Danu masih menghargai wanita? Kenapa dia tidak seperti dirinya yang pernah membenci pria? Bagaimana dia bisa tetap menjadi sesosok cowok manis yang diidamkan banyak wanita?

Jemari cowok itu menari menekan tuts piano, sorot matanya sendu mengikuti gerakan jemarinya yang seolah tengah bercerita tentang kesedihan yang dialaminya. Drama kehidupan yang tak pernah ia tahu alasanya mengapa bisa seperti itu.

Menyadari Danu tengah bersedih Sabina segera mendekati Danu.

"Kok lagu sedih aja sih yang dimainin?"

Danu menghentikan permainannya lalu menoleh ke arah Sabina. Ia tersenyum menenggelamkan kesedihannya bersamaan dengan jemarinya yang menjauh dari alat musik kesukaannya.

"Inget Mama aja sih, nggak lagi pengen nangis kok. Sumpah." Danu mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V sambil menunjukan deretan giginya yang rapi, tapi tidak dengan binar coklatnya yang tidak bisa berbohong.

Sabina menggigit bibir bawahnya kemudian duduk di samping Danu hingga secara otomatis Danu menggeser duduknya.

"Seandainya aku bisa berbuat sesuatu biar kamu sama Mamamu bisa kayak dulu lagi." Sabina memainkan satu telunjuknya di atas tuts piano. "Mungkin dengan tau alasannya, kalian bisa perbaiki hubungan lagi layaknya ibu dan anak," lanjutnya.

Danu tersenyum kecut, "Masalahnya ... aku nggak pernah tau alasannya dan mama seolah nyembunyiin semua dari aku, Bi Sumi juga nggak mau ngasih tau. Bi Sumi bilang mama butuh waktu tapi, sampai kapan? Kupikir aku udah cukup dewasa untuk tau semuanya." Danu ikut memainkan telunjuknya di atas tuts.

"Mama selalu bilang kalo aku anak nggak tau diri, nggak pernah bersyukur, nggak tau terimakasih. Mama selalu marah-marah kalo ketemu aku. Mama bilang itu tiap kita berantem, seakan-akan aku tu emang anak seperti itu, padahal aku selalu berusaha jadi yang terbaik buat mama, tapi nggak ada satupun yang terlihat benar." Dada Danu seperti diremas, tidak memiliki sela sekadar untuk bernapas, rasanya begitu sesak. Cairan bening menggenang di pelupuk matanya, tak ingin terlihat cengeng Danu mendongak ke samping. Berharap ia tidak mempermalukan diri dengan menangis di depan cewek yang dia sayangi. Namun, kemudian ia tergelak. "Anehnya mama rutin ngirim uang bulanan buat aku. Bisa dibilang aku nggak pernah kekurangan, tapi apa cukup hanya itu? Kalo boleh, aku tuker semua uang yang kupunya di tabunganku buat ganti waktu mama, sehari aja buat aku. Aku rela. Siapa sih yang mau dicuekin terus? Nggak pernah dianggep ada. Aku iri sama kamu Bi. Mama kamu sayang banget sama kamu."

Sabina menoleh ke arah Danu, cukup heran jika ternyata ada orang yang iri dengan hidupnya. Sabina sadar jika mamanya begitu menyayanginya.

"Nggak usah khawatirin aku. Yah, mungkin belum saatnya aku tau. Hanya perlu bersabar 'kan? Aku kuat kok apalagi ditemeni kamu Bi," gurau Danu sambil terkekeh. "Ada kamu di sisiku, aku udah bahagia. Apalagi kalo lihat kamu senyum. Senyum dong, jangan sedih jelek tau." Cowok itu mencubit hidung Sabina pelan.

"Emang udah jelek dari dulu."

Sabina mengingat perkataan Danu tentang dirinya yang sedang berusaha bahagia. Danu memang tidak sedang berpura-pura bahagia, ia sedang mencari bahagia dan Sabina ingin bisa membuat Danu bahagia seperti apa yang Danu lakukan untuknya.

"Cantik kok, tapi banyakan mama kamu cantiknya."

Sabina mengerucutkan bibirnya tidak terima, ia menggerakkan jemarinya di atas piano mencoba melemaskannya, sudah sangat lama ia tidak memainkannya. Terakhir saat ia baru kembali ke rumah dan berakhir dengan air mata hingga ia tidak melanjutkan permainannya.

"Kamu tau lagu yang ku mainin tadi?" tanya Danu.

"Tau, lagu dari drama korea, kan?"

"Dulu mama sering nonton, nggak bosen-bosen diulang terus sampai rusak kasetnya. Mau nggak mau aku sama papa ikut nonton. Karena mama suka, papa pelajari instrumen pianonya aku juga belajar dari papa," jelas Danu.

"Sama astaga. Aku dulu juga gitu, mama nggak bosen-bosen nonton dvd-nya. Sampai banjir air mata juga nggak kapok-kapok." Sabina tertawa.

"Umm, aku punya lagu yang pengen ku mainin buat kamu. Udah lama nggak main jadi maaf kalo kurang enak didenger. Dulu mama sering dengerin lagu ini."

Sabina mulai menggerakkan jemarinya meskipun sedikit kaku, alunan nada mulai terdengar. Danu menyeringai mengetahui lagu apa yang dimainkan Sabina. Gadis itu mulai membuka mulutnya mencoba bersenandung sambil sesekali melihat Danu yang menatapnya.

No one ever saw me like you do....

Sabina terkekeh karena merasa tidak percaya diri dengan suaranya. Namun, Danu terlihat menikmatinya sambil tersenyum.

Di tengah-tengah pertunjukan  Sabina, Danu melirik  jam di tangannya.

"Bi, ngomong-ngomong nggak telat kerjanya?"

Sabina terkesiap seperti baru tersadar akan sesuatu. Ia melarikan penglihatannya pada jam di tangannya. "Astaga iya. Ayo berangkat!"

"Eit, tunggu." Danu menarik Sabina yang sudah beranjak agar duduk lagi.

"Apa?" tanya Sabina gelisah.

"Aku punya sesuatu buat kamu, baru dateng tadi lho." Danu meraih tas punggungnya lalu mengambil sebuah bungkusan kotak di dalamnya.

"Buat kamu." Ia memberikan bungkusan yang masih tersegel rapi itu pada Sabina.

"Apa ini?"

"Nanti aja bukanya, keburu telat berangkat kerja. Kecuali kamu penasaran banget sampe rela naik motor ngebut sih nggak pa pa buka aja."

"Ayo sambil jalan kalo gitu." Sabina begitu penasaran akhirnya ia memutuskan membuka pemberian Danu sambil melangkah keluar rumah.

"Kamu serius Nu?" Sabina berhenti lalu menutup mulutnya tidak percaya melihat pensil warna pemberian Danu. Ia sangat senang bagaimana tidak pensil warna bermerk terkenal dengan warna yang sangat lengkap yang tidak mungkin bisa ia beli.

?"Aku tau kamu suka bikin desain pakaian jadi aku beliin ini buat kamu."

Kedua alis Sabina berkerut, bertanya-tanya mengapa Danu bisa tahu padahal dia sama sekali tidak pernah membicarakan hobinya pada orang lain.

"Aku lihat karya kamu pas nginep malam itu."

"Oh. Tapi ..., aku nggak bisa terima. Ini mahal Nu, aku nggak mau kamu buang-buang uang cuma buat aku." Sabina menyerahkan kotak pensil warna itu pada Danu.

"Kok gitu? Aku beneran ikhlas beliin kamu Bi. Pokoknya ini buat kamu, aku nggak mau tau. Kalo kamu masih nolak tuh taruh di tempat sampah!" Danu meninggalkan Sabina begitu saja menuju motornya.

"Kok jadi marah, sih?! Aku cuma nggak mau kamu repot-repot beliin aku sesuatu! Apalagi ini nggak murah. Kemarin udah hape sekarang ini!"

"Tapi aku ikhlas Bi, apalagi?!"

Sabina menghela napas, tidak ingin memperpanjang masalah ia mendatangi Danu yang sudah duduk di motornya. "Oke, aku terima sekarang, tapi janji nggak beliin aku barang-barang mahal lagi. Kamu ngerti dong Nu aku nggak bisa bales kamu, aku nggak bisa ngasih kamu apa-apa."

"Kamu ada di sampingku itu hadiah paling istimewa dari yang pernah ada, asal kamu tau,-" Sabina merasa kupu-kupu di perutnya berterbangan. Danu menatapnya dalam, tatapan yang selalu disukai Sabina. Tatapan yang selalu membuat jantungnya berdebar tidak keruan. "Jadi nggak usah di jadiin beban apa yang aku kasih buat kamu, aku bener-bener ikhlas. Lagian itu juga berguna, kan? Kecuali kalau memang barang yang ku kasih nggak berguna buat kamu. Itu baru namanya buang-buang uang. Ngerti?"

Sabina mengangguk pasrah, "Ngerti."

"Ya udah gece naik, telat ini."

"Kalo naik disini siapa yang nutup pintu gerbang?!"

?

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
Rêver
113      90     0     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
Aku & Sahabatku
417      231     0     
Inspirational
Bercerita tentang Briana, remaja perempuan yang terkenal sangat nakal se-SMA, sampai ia berkenalan dengan Sari, sifatnya mengubah hidupnya.
Persapa : Antara Cinta dan Janji
174      106     0     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
Mistress
117      73     0     
Romance
Pernahkah kau terpikir untuk menjadi seorang istri diusiamu yang baru menginjak 18 tahun? Terkadang memang sulit untuk dicerna, dua orang remaja yang sama-sama masih berseragam abu-abu harus terikat dalam hubungan tak semestinya, karena perjodohan yang tak masuk akal. Inilah kisah perjalanan Keyra Egy Pillanatra dan Mohamed Atlas AlFateh yang terpaksa harus hidup satu rumah sebagai sepasang su...
Who Is My Husband?
344      178     0     
Romance
Mempunyai 4 kepribadian berbeda setelah kecelakaan?? Bagaimana jadinya tuh?! Namaku.....aku tidak yakin siapa diriku. Tapi, bisakah kamu menebak siapa suamiku dari ke empat sahabatku??
Luka Adia
31      26     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
BACALAH, yang TERSIRAT
364      169     0     
Romance
Mamat dan Vonni adalah teman dekat. Mereka berteman sejak kelas 1 sma. Sebagai seorang teman, mereka menjalani kehidupan di SMA xx layaknya muda mudi yang mempunyai teman, baik untuk mengerjakan tugas bersama, menghadapi ulangan - ulangan dan UAS maupun saling mengingatkan satu sama lain. Kekonyolan terjadi saat Vonni mulai menginginkan sosok seorang pacar. Dalam kata - kata sesumbarnya, bahwa di...
My Naughty Wolf
0      0     0     
Fantasy
Rencana liburan musim dingin yang akan dihabiskan Elizabeth Brown di salah satu resor di pulau tropis bersama sahabat-sahabat terbaiknya hanya menjadi rencana ketika Ayahnya, pemilik kerajaan bisnis Brown Corp. , menantang Eli untuk menaikan keuntungan salah satu bisnisnya yang mulai merugi selama musim dingin. Brown Chemical Factory adalah perusahaan yang bergerak di bidang bahan kimia dan ter...
Perjalanan Kita: Langit Pertama
86      56     0     
Fantasy
Selama 5 tahun ini, Lemmy terus mencari saudari kembar dari gadis yang dicintainya. Tetapi ia tidak menduga, perjalanan panjang dan berbahaya menantang mereka untuk mengetahui setiap rahasia yang mengikat takdir mereka. Dan itu semua diawali ketika mereka, Lemmy dan Retia, bertemu dan melakukan perjalanan untuk menyusuri langit.
HABLUR
142      84     0     
Romance
Almarhum Mama selalu bilang, "Yang membedakan permata dengan batu lain adalah tingkat tekanan yang mengubahnya." Ruby Andalusia. Coba tanyakan nama itu ke penghuni sekolah. Dijamin tidak ada yang mengenal, kecuali yang pernah sekelas. Gadis ini tidak terkenal di sekolah. Ia ikut KIR, tetapi hanya anggota biasa. Ia berusaha belajar keras, tetapi nilainya sekadar cukup untuk ber...