Read More >>"> Koude (Koude | Sakit) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Koude
MENU
About Us  

“Dyvan!!!”

Aku menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan Dyvan yang tak kulihat sejak tadi pagi.

Hari ini hari sabtu, dan sekolah kami libur. Biasanya Dyvan akan menghabiskan waktunya untuk mencuci mobil, mencuci motor, atau bahkan dia berubah profesi menjadi tukang kebun di halaman belakang rumah.

Tapi, aku tak melihat dirinya di manapun sejak lima belas menit yang lalu.

Kuhentikan langkahku saat berada di lorong kamar Dyvan, lalu menatap pintu ruangan yang ada di ujung lorong tersebut.

Apa dia masih di kamar?, ucapku pada diri sendiri 

Dyvan tak mungkin menghabiskan waktunya di dalam kamar.

Kalaupun ia bosan, ia akan menghabiskan waktunya di ruang tamu, di depan xbox yang sudah resmi menjadi kekasihnya sejak setahun yang lalu.

Kulangkahkan kakiku memasuki lorong itu, hingga aku sampai di ujung lorong yang merupakan kamar Dyvan.

Kutekan engsel pintu kamarnya, lalu kulihat sesuatu bersembunyi di balik selimut putih tebal yang ada di atas kasur besar milik Dyvan.

Aku diam sejenak, menatap gundukan yang ada di atas kasur itu dengan seksama.

Kembali kulangkahkan kakiku, beranjak untuk menarik selimut putih tebal tersebut agar dapat melihat ada apakah di balik benda itu.

“Dyvan!”

Dengan spontan aku membuka selimut itu, lalu duduk di tepi kasur sambil menatap Dyvan yang memeluk tubuhnya sendiri.

“Dyvan, kau ini kenapa?”

Dyvan menggeleng, lalu menarik lagi selimut agar menutupi badannya.

Mesin pendingin di ruangan ini mati, dan jendela tertutup rapat dengan televisi yang menyala entah sejak kapan.

“Dyvan, apa kau sakit? Jika iya, aku bisa membawamu ke rumah sakit, Van.”

Dyvan kembali menggeleng, tetap memunggungiku dengan kedua tangan yang disilangkan di depan dada. “Aku tak apa, Karl. Aku hanya butuh istirahat.” Ujarnya.

Kupegang keningnya yang...

Sangat panas, lalu kutarik badannya untuk menyentuh leher laki-laki itu agar bisa memastikan kondisinya.

“Dyvan! Kau teterlaluan panasnya! Kita harus kerumah sakit—“

“Tak perlu. Aku tak apa.” Jawabnya kembali memunggungiku.

“Tak apa bagaimana?! Badanmu panas seperti kue kering yang baru keluar dari oven begitu kau bilang tak apa?!”

Dyvan berdecak, mungkin ia kesal karena aku telah memaksanya.

“Tak bisakah kau diam. Aku pusing mendengar suaramu.”

Aku mendengus kesal, menatapnya yang masih saja mencoba agar terlihat sehat. “Aku akan diam jika kau mau kubawa ke rumah sakit. Ayolah—“

“Tidak, Karlee. Jika aku ke rumah sakit, aku tak akan bisa ikut lomba besok.”

Aku membulatkan mata, kaget dengan apa yang barusan dikatakan oleh laki-laki itu. “Kau gila, Dyvan?! Mana mungkin kau bisa ikut lomba basket dalam keadaan yang seperti ini! Untuk berdiri saja mungkin kau tak mampu, bodoh!”

Dyvan menarik selimutnya hingga menutupi kepala, tak menjawab perkataan yang telah kulontarkan kepadanya.

Aku takut sekali jika ia kejang-kejang, dan bisa saja aku terlambat untuk menolongnya.

Eh? Aku ini ngomong apa?

Kugelengkan kepalaku untuk menghapuskan semua pikiran negatif itu, lalu aku berlari keluar kamar Dyvan untuk pergi membelikannya makanan dan obat penurun panas.

 

*****

 

“Van!”

Dyvan melotot karena terkejut, membuatku kaget juga karena ia yang tiba-tiba membuka mata selebar itu.

“Akhirnya kau sadar, Van.”

Dyvan mendengus, lalu kembali menutup kedua matanya. “Kau pikir aku kenapa? Aku hanya tidur.”

Kubuka bungkus bubur ayam yang telah kubeli beberapa waktu lalu, lalu aku mengelus pundak Dyvan untuk membuatnya kembali bangun.

“Van, kau harus makan.”

Dyvan menggeleng, menolak bubur ayam yang kusodorkan kepadanya.

Kutumpuk bantal hingga tinggi agar ia bisa bersandar, lalu kusuapkan bubur ayam kepadanya dengan paksaan yang mendapat erangan kesal dari laki-laki itu.

Setelah selesai makan, kuserahkan satu tablet obat penurun panas kepadanya.

Ia meminum obat itu, lalu kembali tidur seperti awal aku masuk ke kamar ini.

Kutatap dirinya yang telah menutup mata, mungkin sudah tertidur atau ia baru berusaha agar bisa tidur.

Terkadang, aku merasa amat sangat bersalah kepadanya. 

Aku sering sekali menyusahkan dirinya, padahal dia sama sekali tak pernah menyusahkanku.

Sejak kecil, ia selalu mengalah dan selalu memberikan apa yang dia punya kepadaku. 

Setidaknya, aku harus punya jika dia punya. Begitulah Dyvan.

Dyvan berkata, uang yang ia gunakan untuk membayar makanan di resto bintang lima tadi malam adalah uang hasil dari olimpiade fisikanya yang baru ia terima kemarin sore.

Ia bilang, ia bahagia sekali bisa memenangkan olimpiade tersebut. Oleh karena itu, ia juga ingin aku merasa bahagia.

Ia ingin berbagi kebahagiaannya denganku.

Kulihat tubuh Dyvan bergerak, lalu ia menatapku yang masih menatapnya sejak  meminumkan obat penurun panas kepadanya.

“Karlee. Mengapa kau menangis?”

Aku menyentuh pipiku, dan merasakan lembab yang entah disebabkan karena apa.

“Karlee, apa kau punya masalah? Aku bisa menolongmu jika—“

“Tidak, Van. Aku tak apa.”

Dyvan memperbaiki posisi tidurnya, tak lagi membelakangiku agar ia bisa menatap diriku yang membuatnya heran. “Kau bercanda. Tak mungkin kau menangis bila tak terjadi sesuatu. Bahkan kau terlihat seperti kucing yang tau akan kehilangan induknya dalam waktu dekat. Kau—“

“Aku hanya takut akan terjadi sesuatu yang tidak-tidak padamu.”

Dyvan bangun dari tidurnya, lalu memelukku dengan tubuhnya yang panas. “Aku tak apa, Karlee. Kau tak perlu sepanik itu.”

Dyvan jarang sekali sakit seperti ini. Terakhir ia sakit seperti ini, mungkin ketika  kami kelas sembilan.

Saat itu Dyvan pingsan setelah selesai lomba Matematika tingkat provinsi.

Mungkin ia terlalu keras belajar, sampai lupa waktu makan dan waktu istirahat.

Dyvan melepas pelukannya, lalu ia tersenyum kepadaku. “Kau pasti belum makan, kan? Pesanlah makanan yang kau ingin, dan ambil uang dari dompetku. Kau tak boleh sampai tak makan.”

Aku mengangguk, lalu beranjak turun dari kasurnya.

Kubawa bungkus bubur ayam dan gelas minum Dyvan, lalu kulangkahkan kakiku keluar dari kamar laki-laki itu.

Kubalikkan badanku sebelum keluar kamar, lalu aku tersenyum kepadanya sembari berkata, “Cepat sembuh.”

Aku kembali melangkah, menuju dapur untuk membuat mie instan karena tak ingin menggunakan uang dari hasil kerja keras Dyvan.

 

*****

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Game Z
184      116     0     
Science Fiction
Ia datang ke ibukota untuk menuntut ilmu. Tapi, anehnya, ia dikejar dengan sekolompok zombie. Bersama dengan temannya. Arya dan Denayla. Dan teman barunya, yang bertemu di stasiun.
Rasa yang tersapu harap
306      197     0     
Romance
Leanandra Kavinta atau yang biasa dipanggil Andra. Gadis receh yang mempunyai sahabat seperjuangan. Selalu bersama setiap ada waktu untuk melakukan kegiatan yang penting maupun tidak penting sama sekali. Darpa Gravila, cowok sederhana, tidak begitu tampan, tidak begitu kaya, dia cuma sekadar cowok baik yang menjaganya setiap sedang bersama. Cowok yang menjadi alasan Andra bertahan diketidakp...
A & O
35      22     0     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
14 Days
38      29     0     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
11      11     0     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
Mistress
117      73     0     
Romance
Pernahkah kau terpikir untuk menjadi seorang istri diusiamu yang baru menginjak 18 tahun? Terkadang memang sulit untuk dicerna, dua orang remaja yang sama-sama masih berseragam abu-abu harus terikat dalam hubungan tak semestinya, karena perjodohan yang tak masuk akal. Inilah kisah perjalanan Keyra Egy Pillanatra dan Mohamed Atlas AlFateh yang terpaksa harus hidup satu rumah sebagai sepasang su...
Cute Monster
10      10     0     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"
Chloe & Chelsea
281      161     0     
Mystery
30 cerita pendek berbentuk dribble (50 kata) atau drabble (100 kata) atau trabble (300 kata) dengan urutan acak, menceritakan kisah hidup tokoh Chloe dan tokoh Chelsea beserta orang-orang tercinta di sekitar mereka. Menjadi spin off Duo Future Detective Series karena bersinggungan dengan dwilogi Cherlones Mysteries, dan juga sekaligus sebagai prekuel cerita A Perfect Clues.
NIKAH MUDA
41      32     0     
Romance
Oh tidak, kenapa harus dijodohin sih bun?,aku ini masih 18 tahun loh kakak aja yang udah 27 tapi belum nikah-nikah gak ibun jodohin sekalian, emang siapa sih yang mau jadi suami aku itu? apa dia om-om tua gendut dan botak, pokoknya aku gak mau!!,BIG NO!!. VALERRIE ANDARA ADIWIJAYA KUSUMA Segitu gak lakunya ya gue, sampe-sampe mama mau jodohin sama anak SMA, what apa kata orang nanti, pasti g...
Marry Me
10      10     0     
Short Story
Sembilan tahun Cecil mencintai Prasta dalam diam. Bagaikan mimpi, hari ini Prasta berlutut di hadapannya untuk melamar ….