Read More >>"> Koude (Koude | Resto Bintang Lima) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Koude
MENU
About Us  

Kulirik sekali lagi jam dinding yang berposisi di atas meja belajarku, dan jam itu menunjukkan pukul 21.45 dengan jarum detik yang tak berhenti bergerak.

Sampai saat ini, Dyvan belum juga pulang kerumah.
Aku sangat ingin menyusulnya ke gedung olahraga, tetapi mengingat ucapan Dyvan yang menyuruhku untuk menutup pagar dan mengunci pintu, aku tak jadi pergi kesana.
Aku takut ia malah terganggu dan marah karena aku yang tak menuruti perkataannya. Ditambah lagi, belakangan ini marak sekali teror bom yang membuat Dyvan melarang keras aku untuk berpergian keluar rumah sendirian.

Sesaat setelah itu, terdengar suara ketukan pada pintu kamarku. Membuatku spontan berdiri dan  berlari untuk menemui 'sang pengetuk pintu' yang telah kutunggu berjam-jam lamanya.

"Dyvan!!!" Dengan spontan aku memeluk laki-laki itu, membuatnya bingung dengan apa yang aku lakukan.

"Kau ini kenapa?" Tanya Dyvan sembari mengelus rambut panjangku yang terurai di belakang punggung.

Aku melepaskan pelukanku, lalu menggeleng sambil menatap kedua matanya. "Kenapa kau begitu lama? Ini sudah hampir tengah malam." Ujarku, membuat Dyvan menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Maaf, tadi aku membantu panitia untuk menyiapkan semua kebutuhan lomba."

"Apa?" Aku mengerutkan kening, bingung karena ucapannya. "Itu kan bukan urusanmu. Kenapa kau rajin sekali sampai harus melakukan pekerjaan yang seharusnya tak kau kerjakan?"

Dyvan bergumam pelan, "Ya tak apa. Hitung-hitung untuk mengisi waktu luangku. Daripada aku harus menjaga singa lapar dirumah kan?"

Kucubit perutnya sekuat mungkin, membuat ia meringis kesakitan dan tertawa geli dalam waktu bersamaan.

"Mana makananku? Aku sudah lapar sekali karena tak mendapat asupan gizi yang cukup sejak tadi pagi."

Dyvan menepuk dahinya, membuatku was was dengan berpikir bahwa laki-laki aneh itu lupa membawakan makan malam yang telah ia janjikan untukku. 

"Aku lupa, Karlee. Maaf--"

"Dyvan! Aku telah menunggumu sejak pulang sekolah! Aku tak menyalakan kompor untuk memasak mie instan walau aku lapar sekali. Aku tak memilih untuk pesan antar walau aku tahu aku bisa lakukan itu untuk mengisi perutku yang kosong. Itu semua karena aku menunggu makanan yang kau bawa!" Teriakku, membuatnya terdiam sambil menatapku dengan tatapan yang menunjukkan kalau ia menyesal.

Aku berjalan menuruni tangga, menuju dapur untuk menyalakan kompor dan memasak satu kardus stok mie instan yang aku punya.

Dyvan berdiri di belakangku, lalu ia mengumpulkan semua rambut panjangku yang terurai untuk kemudian ia ikat dengan kuncir rambut.

"Tak usah sentuh rambutku! Aku benci kau, Dyvan."

Dyvan terkekeh, bersamaan dengan rambutku yang sudah terikat sempurna. "Memangnya kau mau masak apa?" Tanyanya, sambil mengambil gelas dan mengisi gelas itu dengan air mineral.

"Aku mau memasak satu kardus mie instan untukku sendiri." Jawabku dengan nada ketus, yang malah membuat ia tertawa.

"Tak maukah kau membaginya sedikit untukku? Aku juga lapar."

Aku menggeleng. "Mimpi saja. Tak akan sudi aku membaginya untukmu."

Kubuka bungkus mie instan yang pertama, hendak menumpahkannya ke air mendidih yang ada di panci tetapi Dyvan lebih dulu menahan tanganku.

Laki-laki itu dengan hinanya mematikan kompor yang sedang kugunakan untuk memasak, lalu ia mengarahkan badanku agar aku bisa menatap dirinya.

"Bersiaplah. Aku akan mengajakmu makan diluar."

Aku memutar bola mata, tahu kalau ucapannya hanyalah candaan belaka.

"Aku serius, Karlee. Kalau kau tak mau, aku akan pergi sendiri dan menikmati makanan disana sepuasnya."

"Kau serius?"

Dyvan mendengus. "Kau pikir aku bodoh sepertimu, Karlee? Aku sengaja tak membelikanmu makanan karena aku memang sudah berencana untuk mengajakmu makan diluar. Bagaimana bisa aku melupakan dirimu yang belum makan sejak tadi pagi. Secara kau memiliki perut karet yang harus selalu diisi setiap waktu."

 

Aku tersenyum kecil.
Dyvan memang selalu peduli kepadaku.
Kuulang ya, selalu! Sekalipun aku dan dirinya sedang bermusuhan, ia akan tetap peduli walau dengan cara yang sedikit berbeda.
Ia tak akan memberi atau menawari aku makan secara langsung. 
Biasanya ia diam-diam meletakkan makanan di depan kamarku, atau menyuruh satpam yang sedang berjaga di perumahan ini untuk memberiku makanan. Dan yang paling aneh, ia menyuruh temannya atau menyuruh ibuku untuk menghubungi dan memerintahkanku untuk makan.

"Hey! Kau memikirkan apa? Cepat ganti baju atau kau kutinggal."

Dengan sangat cepat aku pergi menuju kamarku yang ada di lantai atas, berganti baju, lalu pergi bersamanya ke tempat makan untuk makan malam.

*****

Aku sangat kaget ketika keluar mobil dan menatap rumah makan yang berdiri megah di hadapan kami.

Dengan hotpants hitam dan hoodie oversize putih yang kukenakan saat ini, aku merasa sangat tak pantas untuk masuk kesana.
Apalagi sandal jepit jelek dan karet sayur yang ada di rambutku membuat tampilanku ini terlihat seperti orang tidur yang dengan tak sadar berjalan ke rumah makan bintang lima yang dipenuhi orang-orang berjas mewah.

Asal kau tahu, ternyata tadi Dyvan mengikat rambutku dengan karet sayur, bukan dengan kuncir rambut yang padahal kumiliki banyak sekali dengan beragam warna. 

"Kenapa kau tak bilang kalau kita akan ke restaurant bintang lima? Kan aku bisa menggunakan gaun semiformal serta berdandan cantik agar bisa berfoto untuk dimasukkan ke instagram." Ucapku, yang tak direspon apapun dengan laki-laki itu.

Aku mengekori Dyvan masuk ke restaurant bintang lima itu. Disana sangat sunyi dengan musik jazz yang terputar dari pengeras suara.

Dyvan duduk di salah satu meja yang seharusnya diduduki oleh enam orang, membuatku bingung tetapi tak tahu harus melakukan apa.
Kududuki kursi di hadapannya, lalu dengan segera datanglah seorang pelayan dengan senyuman lebar menyapa kami berdua.

"Malam kak, sebelumnya kami ingin memberitahu bahwa kami mempunyai bangku dengan versi dua kursi yang cocok untuk sepasang kekasih. Apa kakak mau pindah atau--"

"Tidak, tidak perlu. Kami disini saja. Bangku yang kau maksud tak akan cukup untuk makanan yang akan kami pesan. Si bodoh ini bukan kekasihku, dan dia akan makan banyak sekali."

Aku menatap Dyvan dengan tatapan intens, yang dibalas laki-laki itu dengan menaikkan kedua alisnya.

"Oke baiklah. Ini menu kami, ini yang menjadi menu favorit, ini yang kami rekomendasikan, dan ini yang terbaru, serta ini yang menjadi menu spesial hari ini." Ucap pelayan wanita itu menjelaskan, sambil menunjukkan satu-satu menu yang ia maksud.

Aku dan Dyvan memesan makanan. Memesan apapun yang kami suka. Memesan banyak sekali makanan sampai menjadikan kami berdua sebagai pusat perhatian di restaurant itu.

Aku tak tahu menggunakan apa Dyvan akan membayar ini semua. Tapi itu semua tak penting. Asal perutku bisa terisi, dan Dyvan bisa menikmati makan malamnya dengan puas juga, itu yang terpenting bagiku.

"Bagaimana keadaan gadis tadi?" Tanya Dyvan di tengah-tengah kegiatan makan kami.

"Siapa?"

"Yang tadi aku bawa ke UKS. Apa dia baik-baik saja?"

"Oh," aku menganggukkan kepala. "Ya, dia baik-baik saja. Namanya Clyrissa dan dia baru saja mengikuti akun instagramku tadi sore."

Dyvan mengerutkan keningnya. "Kamu menerima permintaan mengikuti darinya?"

Aku menganggukkan kepala. "Ya." Jawabku singkat.

"Tapi, tak biasanya kau menerima orang yang tak kau kenal dekat."

Lagi-lagi, ucapan Dyvan membuatku mengangguk. "Aku menerimanya karena dia akan menjadi teman dekatku." Ucapku, sambil memakan sate taichan yang masih tersisa 5 tusuk. "Oh iya. Akun miliknya di private, dan hanya seratus orang termasuk aku yang dia terima untuk mengikuti akun itu. Anehnya, dari sekian banyaknya anak SMA Rossenberg, yang mengikuti akunnya hanya satu orang."

Dyvan menyeruput jus miliknya. "Benarkah? Siapa?"

"Zion." Balasku, membuat Dyvan sedikit kaget dengan jawaban yang aku lontarkan.

*****

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cowok Cantik
470      242     0     
Romance
Apa yang akan kau lakukan jika kau: seorang laki-laki, dianugerahi wajah yang sangat cantik dan memiliki seorang ibu dari kalangan fujoshi? Apa kau akan pasrah saja ketika ditanya pacarmu laki-laki atau perempuan? Kuingatkan, jangan meniruku! Ini adalah kisahku dua tahun lalu. Ketika seorang laki-laki mengaku cinta padaku, dan menyebarkannya ke siswa lain dengan memuat surat cintanya di Mading...
Intuisi
107      70     0     
Romance
Yang dirindukan itu ternyata dekat, dekat seperti nadi, namun rasanya timbul tenggelam. Seakan mati suri. Hendak merasa, namun tak kuasa untuk digapai. Terlalu jauh. Hendak memiliki, namun sekejap sirna. Bak ditelan ombak besar yang menelan pantai yang tenang. Bingung, resah, gelisah, rindu, bercampur menjadi satu. Adakah yang mampu mendeskripsikan rasaku ini?
Warna Untuk Pelangi
196      104     0     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
Menghapus Masa Lalu Untukmu
92      47     0     
Romance
Kisah kasih anak SMA dengan cinta dan persahabatan. Beberapa dari mereka mulai mencari jati diri dengan cara berbeda. Cerita ringan, namun penuh makna.
If Is Not You
264      159     0     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
30      20     0     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Angkara
45      30     0     
Inspirational
Semua orang memanggilnya Angka. Kalkulator berjalan yang benci matematika. Angka. Dibanding berkutat dengan kembaran namanya, dia lebih menyukai frasa. Kahlil Gibran adalah idolanya.
Bakauheni
11      11     0     
Short Story
"Tunggu aku di sana. Di sebuah taman dengan pemandangan dermaga, sebelum senja menua, lalu terdengar deburan ombak sebagai tanda kapal akan menepi di pelabuhan Bakauheni."
Titisan Iblis
10      10     0     
Romance
Jika suatu saat aku mati, aku hanya ingin bersamamu, Ali .... Jangan pernah pergi meninggalkanku..... "Layla "
Journey to Survive in a Zombie Apocalypse
31      26     0     
Action
Ardhika Dharmawangsa, 15 tahun. Suatu hari, sebuah wabah telah mengambil kehidupannya sebagai anak SMP biasa. Bersama Fajar Latiful Habib, Enggar Rizki Sanjaya, Fitria Ramadhani, dan Rangga Zeinurohman, mereka berlima berusaha bertahan dari kematian yang ada dimana-mana. Copyright 2016 by IKadekSyra Sebenarnya bingung ini cerita sudut pandangnya apa ya? Auk ah karena udah telan...