Read More >>"> Kala Senja (Taman Lansia) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kala Senja
MENU
About Us  

Hai....

Sebelumnya aku minta maaf karena ada kesalahan Part. Jadi, part 7 (tahu diri) itu harusnya menjadi part 8, dan part 7 yang sebenarnya di upload berbarengan dengan part 9 ini. Jika teman-teman merasa ceritanya seakan loncat, silahkan baca ulang part 7 yang baru aku upload.

Sekali lagi aku mohon maaf 

Dan terimakasih juga untuk para pembaca hingga part ini. Semoga bisa memuaskan pembaca. Jangan lupa komen, like, dan share juga

Cheers,

SR

 

.

 

.

 

.

 

Semenjak ‘berbincang’ dengan Mila beberapa hari lalu, aku masih merasa kecewa pada diriku sendiri. Menandai diriku sebagai orang yang tak tahu diri, yang tanpa sadar terus berjalan menuju pintu hati Davi, dan tak bercermin sebelumnya. Aku melupakan semua itu, melupakan niat awalku bersekolah di sini.

Apa ini yang disebut cinta buta? Jika memang benar, harusnya aku tidak lengah ketika cinta, atau mungkin perasaan suka ini, menutup indra penglihatanku. Kata cinta sepertinya terlalu berat di dengar. Perasaanku belum setinggi itu.

“Kamu kenapa sih beberapa hari cemberut terus?” tanya Citra ketika kami berempat janjian membawa bekal hari ini.

“Iya. Kunaon sih?” tanya Mia yang artinya ‘kenapa sih?”

“Gak apa-apa,” dustaku. “Siapa juga yang cemberut?”

“Ti kamari kamu jamedud wae, ngalamun wae. Pasti aya masalah pan?” tanya Mia lagi dengan logat Sundanya yang khas itu. ‘Dari kemarin kamu keliatan cemberut, ngelamun aja.’

Aku sedang terbawa suasana, hingga sahabat-sahabatku pun menyadari ada perubahan dari diriku.

“Lagi PMS kayaknya,” jawabku asal.

Prisil tak menodongku dengan pertanyaan seperti Mia atau Citra. Ia hanya menepuk pelan pundakku, dan aku hanya bisa tersenyum menanggapinya.

~KALA SENJA~

Sepulang sekolah, Citra mengajak kami untuk jalan-jalan di daerah Braga. Tapi aku menolaknya, aku sedang berada dalam mood yang tidak begitu baik, dan aku ingin sendiri.

Aku berjalan-jalan di sekitar Taman Lansia, itulah judul yang terlihat di depan taman yang baru direnovasi beberapa bulan lalu itu. Meski banyak yang diperbaiki, namun rindangnya pohon-pohon masih terawat persis sebelum renovasi dilakukan.

Biasanya di sore hari banyak anak-anak yang sedang bermain-main di sini, atau para lansia yang berjalan kaki menikmati sore harinya Kota Bandung. Mungkin itu alasan kenapa taman ini disebut Taman Lansia.

Aku duduk di salah satu kursi yang menghadap ke arah kolam ikan yang cukup besar itu. Anak-anak yang sedang bermain-main tadi terlihat sedang melihat lihainya ikan-ikan yang sedang berenang itu, di selingi oleh beberapa kejahilan khas anak kecil.

“Kamu di sini juga?” suara familiar itu mengalihkan pandanganku. Sosok itu kini duduk di sampingku.

“Davi?” kataku tak percaya.

Davi duduk di sampingku, lengkap dengan pakaian seragamnya. Ia tersenyum melihatku, sementara aku merasa canggung bertemu dengannya. Bagaimana tidak. Sumber kebimbangan, kegalauan, kesedihanku beberapa hari lalu adalah ketua kelasku sendiri, yang kini muncul bagai pahlawan super yang datang tiba-tiba.

“Ngapain?” tanyanya.

“C-cuma, duduk aja,” jawabku gugup mencari-cari alasan yang tak masuk akal. Davi juga tahu jika aku sedang duduk sekarang. Duh, Tasya!

“Hahaha….” Davi kembali tertawa. “Biasanya aku juga sering nongkrong di sini,” katanya. “Karena aku gak penah ketemu sama anak-anak di sekolah kita, jadinya tempat ini cocok buat menyendiri, sambil mikirin masalah sendiri,” katanya lagi dengan cengiran khasnya.

“Ohh, kayaknya aku ngejajah tempat kamu ya?” tanyaku tidak enak.

“Gak apa-apa, tempat ini juga bukan punya aku. Lagian aku ketemunya sama Tasya, gak apa-apa kok.”

Niatku untuk pergi akhirnya kuurungkan. Meski degup jantung ini masih sama seperti sebelum-sebelumnya, tapi kali ini aku tak mau beranjak pergi dari Davi, entah apa maksudnya, hanya saja aku tak ingin momen ini menjadi singkat.

Sambil menikmati semilir angin dan bisikkan dedaunan yang bergesek dengan ranting, kami menikmatinya tanpa bersuara. Mendengar suara nyaring anak-anak tadi tak membuat suasana ini menjadi rusak.

“Kamu gak apa-apa kan?” Kini Davi mulai bertanya. Meski tak menatapku, tapi aku yakin Davi sedang bertanya padaku.

“Soal apa?” tanyaku balik.

“Kamu,” jawab Davi sambil menoleh padaku. “Aku lihat Tasya gak selincah biasanya,” katanya lagi.

Aku tertawa sekilas ketika Davi mengatakan lincah.

“Nah kayak gitu,” kata Davi. “Aku biasanya sering liat Tasya yang kayak gitu. Ketawa bareng anak-anak lain.”

Aku berharap Davi memang memperhatikanku seorang, sayangnya Davi tipikal laki-laki yang supel dan sadar akan lingkungan sekitarnya. Harapanku itu terlalu tinggi.

Tapi dari pertanyaan Davi itu, aku ingin jelas-jelas menanyakan pendapat Davi mengenai ucapan Mila beberapa hari lalu, tentang pandangannya terhadap siswa terlampau biasa-biasa saja sepertiku ini.

“Boleh aku tanya sesuatu?” tanyaku.

“Anything.”

“Kalau kamu baik sama seseorang, tandanya kamu kasihan sama dia?” tanyaku. “Maksudnya semacam mengasihani orang tersebut.”

“Hmm….” Davi terlihat seperti patung karya Auguste Rodin yang tengah berpikir itu. “Kasihan sih, tapi gak maksud buat mengasihani,” jawab Davi. “Gimana ya jelasnya? Misalnya, waktu kamu di tampar sama Kak Rio, aku gak suka aja liatnya. Tiba-tiba marah, kesel, pokoknya gak enak deh kalau aku diem aja dan gak nolongin kamu. Tapi setelah aku nolong kamu, rasanya ada kelegaan, Sya. Rasanya lega karena udah bantu orang, semacam itu.”

“Bukan karena mengasihani?”

“Nggak sih. Bukan karena kasihan, karena gak suka, gitu loh, Sya. Ngerti gak sih omongan gak jelas aku ini hahaha….”

Aku mengangguk, “Iya ngerti kok ngerti.”

“Emangnya ada apa?”

“Cuma minta pendapat. Kadang aku ngerasa rendah diri, selalu ngebandingin diri sendiri sama orang lain, padahal gak boleh.”

“Jangan merasa rendah diri karena perbedaan yang kamu buat sendiri. Kita semua sama kok di mata Tuhan.”

Aku sedikit tersenyum mendengar ucapan Davi barusan. Aku sempat berpikiran sempit tentang Davi, membuat perbedaan yang kubuat sendiri. Padahal tak ada seorang pun yang mengerti bagaimana jalan pikir orang lain.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • zufniviandhany24

    ka jangan lupa mampir untuk bantu vote ceritaku https://tinlit.com/view_story/1078/1256

    Comment on chapter Satu Kelas
Similar Tags
Sosok Ayah
12      12     0     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Haruskah Ku Mati
775      336     0     
Romance
Ini adalah kisah nyata perjalanan cintaku. Sejak kecil aku mengenal lelaki itu. Nama lelaki itu Aim. Tubuhnya tinggi, kurus, kulitnya putih dan wajahnya tampan. Dia sudah menjadi temanku sejak kecil. Diam-diam ternyata dia menyukaiku. Berawal dari cinta masa kecil yang terbawa sampai kami dewasa. Lelaki yang awalnya terlihat pendiam, kaku, gak punya banyak teman, dan cuek. Ternyata seiring berjal...
Sisi Lain Tentang Cinta
6      6     0     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
About love
31      27     0     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...
Serpihan Hati
244      130     0     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
My X Idol
336      202     0     
Romance
Bagaimana ya rasanya punya mantan yang ternyata seorang artis terkenal? Merasa bangga, atau harus menutupi masa lalu itu mati-matian. Seterkenal apapun Rangga, di mata Nila ia hanya mantan yang menghilang ketika lagi sayang-sayangnya. Meski bagi Rangga, Nila membuat hidupnya berwarna. Namun bagi Nila, Rangga hanya menghitam putihkan hatinya. Lalu, apa yang akan mereka ceritakan di kemudian hari d...
IMPIAN KELIMA
270      234     3     
Short Story
Fiksi, cerpen
Time Travel : Majapahit Empire
762      349     0     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Sekotor itukah Aku
481      261     0     
Romance
Dia adalah Zahra Affianisha. Mereka biasa memanggilnya Zahra. Seorang gadis dengan wajah cantik dan fisik yang sempurna ini baru saja menginjakkan kakinya di dunia SMA. Dengan fisik sempurna dan terlahir dari keluarga berada tak jarang membuat orang orang disekeliling nya merasa kagum dan iri di saat yang bersamaan. Apalagi ia terlahir dalam keluarga penganut islam yang kaffah membuat orang semak...
karena Aku Punya Papa
7      7     0     
Short Story
Anugrah cinta terindah yang pertama kali aku temukan. aku dapatkan dari seorang lelaki terhebatku, PAPA.