Read More >>"> Kala Senja ((Spin Off) Tak Apa, Asal Itu Denganmu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kala Senja
MENU
About Us  

Lorong kelas yang selalu sama di pagi hari. Sendiri sambil tersenyum menyapa orang-orang yang kulewati. Lima belas menit lagi bel masuk berbunyi. Suasana bising masih mendominasi setiap kelas yang tadi kulalui.

Hingga tiba di kelas yang hampir satu semester ini menjadi kelasku. Pintu kayu bercat coklat itu kembali kulewati. Satu per satu orang yang melihatku pun menyapaku dan tak lupa ‘tos’ yang menjadi kebiasaan anak laki-laki di kelasku.

“Tumben maneh siang datengnya?” tanya Raka yang sedang menyalin buku pelajarang seseorang, kutebak itu milik Mia, sahabatnya Tasya.

“Begadang ngerjain tugaslah. Emangnya lu?” ledekku.

“Yaa, maneh mah gitu. Sok-sok rajin, dulu pas kelas satu kan maneh gak beda jauh sama aing,” kata Raka lagi.

“Udah. Kerjain tugasnya sana, cepet!”

Semalam sebenarnya aku video call dengan Tasya hingga tengah malam. Sambil mengerjakan tugas, kami –tepatnya ia- menceritakan novel Me Before You yang baru saja selesai ia baca. Mendengar ia bercerita riang tentang buku-buku kesukaannya membuatku ikut merasakan perasaan senang seperti dia.

Kemudian kini yang kulihat bangku yang biasa ia tempati masih kosong, juga bangku sebelahnya.

Tak lama dari itu, Prisil datang terengah-engah. Ia segera duduk sambil mengipas-ngipas wajahnya menggunakan tangan.

“Tumben telat,” kata Citra.

“Gila! Aku kesiangan gara-gara gak pasang alarm,” jawab Prisil.

“Terus si Tasya kemana ya?” tanya Mia.

“Iya, tumben dia belum datang jam segini,” tambah Citra.

“Dia juga lupa pasang alarm!”

“Hah?!”

“Tadi pagi di jalan aku telepon Tasya, aku tanya dia udah nyampe apa belum. Ternyata Tasya baru bangun. Dia lupa kalau Tante sama Om kan lagi di luar kota, biasanya Tante yang bangunin Tasya,” terang Prisil membuatku ikut terkejut walau hanya mendengarnya dari kejauhan.

“Lah sekarang dia dimana?” tanya Citra.

“Ya, di jalan sih. Dia usahain pergi semampunya katanya.”

Entah kenapa, tapi aku segera pergi keluar kelas meski pun sebentar lagi bel berbunyi. Aku menghiraukan teriakan teman-teman yang memanggil atau bertanya tentang sikapku yang tiba-tiba keluar kelas dengan masih menggunakan tas. Yang penting aku harus menemui Tasya meski pun akhirnya kami tidak masuk kelas hari ini.

Aku mengendap-endap keluar sekolah melalui sebuah pintu kecil yang berada di sudut bagian belakang gedung sekolah, yang biasa di lalui anak-anak yang sengaja ingin membolos ketika jam pelajaran, dan sekarang giliranku.

Aku menunggu Tasya tak jauh dari pintu gerbang sekolah yang sudah tutup sepenuhnya. Sosok perempuan itu belum juga muncul, kini kami memang tidak akan masuk kelas hari ini. Biarlah.

Tak berapa lama. Perempuan berseragam putih abu dengan helaian rambut yang sedikit acak-acakan hanya bisa menatap gerbang sekolah yang sudah tertutup sepenuhnya itu. Bahunya terlihat sedikit melemas dan kepalanya mulai tertunduk. Antara lelah dan kecewa, tapi keduanya membuatku tertawa tak jauh dari tempatnya berdiri.

Akhirnya aku berjalan menghampiri sosok itu.

“Yaa, padahal aku udah ngerjain tugas Bahasa Indonesia sama Davi,” katanya terdengar jelas namun kental akan rasa kecewa.

Persis saat Tasya kebingungan di depan studio foto beberapa bulan lalu.

“Tasya!” sapaku.

Tasya berbalik dan terkejut melihatku yang berada tak jauh dari tempatnya.

“D-davi kok di sini?” tanyanya terbata-bata. “Telat juga?”

Aku menggelengkan kepala.

“Terus?”

“Sengaja keluar kelas waktu tau Tasya bakal telat,” jawabku enteng.

“Lah kenapa? Davi jadi ikut bolos kayak aku dong!”

“Gak apa-apa. Yang penting bolosnya bisa berdua sama Tasya.

Kulihat ia kembali tertawa.

“Tetep aja gak boleh, Davi.”

“Kali-kali. Tasya udah sarapan?” tanyaku.

Ia menggeleng.

“Ada tempat jualan bubur yang enak deket sini. Mau?”

Ia kini mengangguk riang. Aku mengambil tangannya dan menggenggamnya. Rasanya begitu dingin ketika aku memegang jari-jari mungilnya. Mungkin ia lupa jika pagi ini udara sangat dingin, lalu ia sengaja berlari untuk mengupayakan agar tidak kesiangan, meski pun hasilnya nihil.

“Tanganmu dingin,” kataku.

“Aku gak sarapan, lupa bawa jaket, tadi lari-lari sampe sini, lalu kaget karena gerbang udah di tutup. Akhirnya begini deh,” jawabnya.

“Hahaha…. Harusnya Tasya panggil aku, biar aku yang jemput tadi,” kataku.

“Davi ntar bisa ikut telat juga,” katanya.

“Biarin.”

“Ih! Jangan dong! Aku nanti merasa bersalah.”

“Gak apa-apa, asalkan itu sama Tasya, gak akan pernah jadi masalah.”

“Hahaha….”

Tawanya selalu riang bahkan di saat kami bolos seperti sekarang. Tangannya mulai menghangat, namun sepertinya hawa dingin mengalir dari ujung jari-jariku yang sedang memegang tangannya. Tentu saja, jari-jari lentiknya perlahan saling bertautan diantara sela-sela jariku. Lalu menggenggamnya lebih erat dari sebelumnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • zufniviandhany24

    ka jangan lupa mampir untuk bantu vote ceritaku https://tinlit.com/view_story/1078/1256

    Comment on chapter Satu Kelas
Similar Tags
Mendadak Halal
260      130     0     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Golden Cage
21      11     0     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
7      7     0     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
The Red String of Fate
410      320     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
TEA ADDICT
7      7     0     
Romance
"Kamu akan menarik selimut lagi? Tidak jadi bangun?" "Ya." "Kenapa? Kan sudah siang." "Dingin." "Dasar pemalas!" - Ellisa Rumi Swarandina "Hmm. Anggap saja saya nggak dengar." -Bumi Altarez Wiratmaja Ketika dua manusia keras kepala disatukan dengan sengaja oleh Semesta dalam birai rumah tangga. Ketika takdir berusaha mempermaink...
Anderpati Tresna
64      51     0     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?
Our Son
10      10     0     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
(not) the last sunset
12      12     0     
Short Story
Deburan ombak memecah keheningan.diatas batu karang aku duduk bersila menikmati indahnya pemandangan sore ini,matahari yang mulai kembali keperaduannya dan sebentar lagi akan digantikan oleh sinar rembulan.aku menggulung rambutku dan memejamkan mata perlahan,merasakan setiap sentuhan lembut angin pantai. “excusme.. may I sit down?” seseorang bertanya padaku,aku membuka mataku dan untuk bebera...
Unknown
9      9     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
8      8     0     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...