Read More >>"> Moira (#33) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

.

.

.

“…”

.

.

.

Laporan terakhir baru saja aku selesaikan. Diana tentu saja mengurung dirinya di kamar karena pertengkaran kami. Kali ini aku memang keterlaluan, aku mencoba menggodanya tapi Diana memang tidak dalam suasana hati yang bagus. Sedikit banyak aku mulai memahami perilaku Diana, walaupun masih banyak yang belum kuketahui tentangnya.

Aku memandangi hamparan langit dari balik jendela, ini sudah menjelang akhir musim semi. Pesta lampion di kota akan mencapai puncaknya malam ini, aku ingin melihatnya. Seperti saat aku masih kecil, setiap tahun aku menyelinap keluar dari istana untuk melihat lampion-lampion yang diterbangkan pada malam hari. Rasanya aku bisa terbebas sebentar dari istana yang kadang-kadang menyesakkan itu.

Tak lama Alpha datang ke ruanganku dan mengambil laporan-laporanku hari ini, kadang juga kedatangannya sambil membawa kabar tentang Diana.

“Yang Mulia Ratu sedang berjalan-jalan di sekitar danau.”

Teman masa kecilnya Diana ini sepertinya mulai mundur perlahan. Baguslah, aku tidak perlu melihat Alpha sebagai sainganku, lebih baik ia mundur teratur.

“Hari ini aku akan menemui orang itu, aku ingin tahu pencariannya sudah sejauh mana.”

“Yang Mulia, biar saya yang pergi.”

“Tidak perlu, lagipula pekerjaanku sudah selesai.”

“Tapi Yang Mulia, akan berbahaya jika Anda pergi sendiri. Saya akan mengawal Anda.”

“Alpha.”

“Yang Mulia, keselamatan Anda adalah hal yang utama, tolong bekerja samalah dengan saya. Jika sesuatu terjadi pada Anda, Yang Mulia Ratu mungkin…”

Aku memandang sengit Alpha, lalu menghela napas paling dalam. “Bawa laporanku saja, aku akan istirahat sebentar di sini.”

Kemudian aku menyandarkan tubuhku dan menutup mataku sambil merasakan hembusan angin musim semi dan mendengar suara pintu yang ditutup. Saat itulah aku membuka mata dan melewati jendela dari lantai dua ini. Aku harus kembali menyusup persis ketika waktu kecil dulu. Selain bertemu dengan pangeran terbuang itu, aku juga ingin menikmati pesta lampion malam ini.

Dan ketika aku sedang dikejar oleh para ksatria, aku menemukan Diana di dekat danau. Kukira dia sudah pergi.

“Luc— mmph— mmphhhhh—“

Hahh… Sebaiknya aku membawa Diana juga pergi walaupun dengan cara memaksanya begini.

 

**

 

Sepanjang jalan menuju alun-alun kota, Diana terus saja menegurku, aku sudah terbiasa dengan tingkahnya itu, bukan hal merepotkan lagi. Beruntungnya juga, Diana bisa diajak kerja sama, meskipun aku harus menyeretnya, tapi ia tidak benar-benar kabur, atau pergi dariku.

Iya juga, selama kami bertengkar sebesar apapun itu, Diana tidak benar-benar pergi meninggalkanku. Amarahnya seakan mereda dan menghilang begitu saja.

Kami sampai di depan kedai orang itu. Aku ingat pertama kali bertemu dengan Diana ketika perempuan ini hanya melihat-lihat ke dalam kedai dengan ragu-ragu. Aku memintanya untuk ikut masuk, dan Diana menyadari identitasku, tapi ia hanya mengangguk dan mengikutiku.

Kedai ini memang tidak banyak pelanggan di siang hari. Liam hanya menjual teh, kopi, dan kue yang ia buat sendiri, tapi entah alasannya ia menuliskan kata bir di depan kedainya. Pangeran yang kabur dari Kerajaan Onyx dan akhirnya menetap di sini. Aku menjanjikan keselamatan padanya selama Liam mau bekerja sama denganku sebagai mata-mata bayaran. Ia orang pertama yang menyuruhku waspada terhadap Keluarga Barton, dan benar saja.

Saat itu, Diana duduk cukup jauh dariku, kami terhalang sekitar tiga sampai empat kursi kayu ini. Tapi sekarang, Diana duduk di sampingku dengan masih mengenakan tudung di kepalanya. Aku menanyakan segala informasi yang didapat Liam, dan benar dugaanku, tidak ada penyusup dari Kerajaan Onyx yang datang ke kerajaan. Ini pasti ulah Tuan Daniel untuk menjebakku.

Setelah selesai urusanku dengan Liam, kami berdua menyusuri alun-alun kota sambil menunggu malam datang.

“Kau tidak tahu tempat tadi?” tanyaku.

“Bagaimana caranya aku bisa tahu? Tadi pertama kalinya aku masuk ke kedai aneh itu. Masa sih kedai bir isinya jualan kue? Aneh!”

Aku berhenti melangkah dan Diana menabrak punggungku. Bukannya yang aneh itu dirimu. Kau lupa ya kita pernah bertemu di sana? Sebanyak apa kau melupakanku, Diana?

“Kenapa sih?!”

“Kau bilang pertama kalinya ke sana?” tanyaku tidak percaya.

“Iya, kenapa?!”

Aku kembali menggenggam tangannya dan kami pun melanjutkan perjalanan kami. Diana yang semula berjalan di belakangku, tanpa sadar sudah berada di sampingku. Meskipun wajah kami tertutupi tudung, aku masih bisa melihat wajah Diana yang terlihat antusias melihat suasana di sini.

“Hei, kenapa kita harus sembunyi-sembunyi gini? Memangnya tidak boleh ya pemimpin kerajaan memperlihatkan dirinya di depan umum?” tanyanya tiba-tiba.

“Pertanyaan bodoh macam apa itu?”

“Aku kan cuma bertanya, kau kan bisa meminta Alpha atau ksatria lain jika hanya mencari informasi dari Tuan Liam.”

“Aku kemari bukan untuk itu saja.”

“Lalu?”

“Aku ingin melihat lampion nanti malam. Jika kau melihat lampion dari dekat, keinginanmu akan terkabul.”

“Kau ini, sudah menjadi pemimpin kerajaan masih saja serakah mengambil jatah keinginan orang lain.”

“Apa maksudmu?”

“Kau kan seorang raja, tanpa meminta seperti ini pun kau pasti bisa mendapatkannya. Kau harus berbagi dengan orang yang nasibnya kurang beruntung.”

Aku tidak menjawab ucapan Diana, ada-ada saja isi kepalanya. Memangnya apa yang ia pikirkan soal keinginanku? Aku menginginkan kau hidup panjang umur dan berada di sisiku selamanya, Sang Ratu.

 

**

 

Menjelang malam, aku membawa Diana menuju alun-alun kota. Orang-orang biasanya pergi ke atas bukit atau lantai paling atas rumah mereka. Itu supaya mereka lebih cepat melihat pijaran cahaya lampion yang beterbangan nantinya. Kulihat Diana yang ada di sebelahku masih saja antusias dengan apapun yang ia lihat. Mungkin ini pertama baginya, tapi aneh rasanya jika Diana tidak pernah datang ke pesta rakyat seperti ini mengingat dulu ia hanya seorang bangsawan.

“Kenapa semakin malam jalanannya semakin sepi?” tanyanya.

“Kebanyakan dari mereka mencari tempat paling tinggi untuk melihat lampionnya nanti.”

“Kenapa harus di tempat tinggi? Di sini tidak kelihatan memangnya?”

“Orang-orang percaya, semakin cepat kau melihat cahaya lampion, semakin cepat doamu yang tertulis di sana akan terkabul.”

“Kita tidak melakukannya?”

“Ada hal yang kau inginkan? Kau sendiri yang mengatakan jika kita ini pemimpin kerajaan, kenapa masih serakah mengambil jatah harapan orang lain?”

“Ini kan hal yang berbeda, kita harus berebut kalau soal harapan.”

Aku menghela napas lalu kembali memandangi langit malam. Terkadang ucapan Diana seperti berasal dari tempat lain. “Aku tidak mau direpotkan oleh keinginanmu.”

Diana pun kembali diam dan memandangi langit malam sama sepertiku.

“Hei,” katanya seperti memanggilku.

Sejak pertama kali kami bertemu secara resmi, Diana selalu sungkan walau sekadar memanggilku ‘Yang Mulia’ atau semacamnya. Ia tidak pernah memanggil namaku dengan akrab seperti ini. Aku tidak masalah, apapun itu tentang Diana yang sekarang, tidak pernah menjadi masalah. Selama hal itu tidak berhubungan dengan Alpha atau Keluarga Barton.

“Seandainya kau tahu sebentar lagi akan mati, apa yang akan kau lakukan?”

Diana terlihat menundukkan kepalanya, matanya yang seharian berbinar seolah lenyap bersamaan dengan keheningan paling kentara diantara kami. Hal apa yang membuatnya bersedih seperti ini? Lalu kenapa kita membicarakan soal kematian di saat seperti ini?

“Aku akan membuat kematianku tidak pernah terjadi,” jawabku. Memangnya jika aku mati, siapa yang bisa menjaga Diana?

Aku membuka tudung yang menutupi wajahku sejak tadi. Kufokuskan perhatianku padanya. Diana juga ikut membuka tudung kepalanya, dan kini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Walaupun penerangan di sekitar kami tidak begitu baik, tapi aku bisa dengan jelas melihat raut wajahnya sekarang.

“Kau sendiri?” tanyaku tanpa mengalihkan perhatianku darinya.

“Hm?”

“Apa yang akan kau lakukan jika sebentar lagi kau mati?”

Kulihat Diana menyunggingkan senyumannya. Itu bukan senyuman yang selalu aku impikan ia tunjukkan untukku. Itu senyuman ketika Diana sedang merasa bersedih.

“Jika saja aku tahu lebih awal kematianku, sebaiknya aku pakai saja uang tabunganku dan membeli barang yang tidak penting atau membeli makanan yang selalu aku pikirkan tapi akhirnya tidak jadi dibeli. Aku akan menikmati hidupku, tidak perlu repot-repot memikirkan masa depan, toh, pada akhirnya aku tahu waktu kematianku sendiri.”

Kau akan terus hidup Diana, aku menjamin itu semua. Kau akan terus bernapas dan berjalan di sekitarku. Kau akan mendapatkan segalanya dan aku yang akan memperjuangkannya. Kau hanya perlu duduk nyaman dan menungguku. Lalu semua itu akan benar-benar menjadi nyata. Segalanya akan kuberikan untukmu, Sang Ratu. Bahkan jika harus melakukan hal-hal paling buruk sekalipun, akan kulakukan.

Sudah seberapa besar takaran perasaanku padamu, Diana? Semua tentangmu, eksistensimu yang mulai mengisi setiap sudut hidup dan hatiku, selalu saja menghilangkan akal sehatku. Sejak kapan hal itu mulai terjadi? Apa mungkin saat pertama kali kita bertemu? Atau saat kau perlahan menjauh dan menghapus tentangku di hatimu? Yang mana yang pasti?

Aku tidak tahu jatuh cinta padamu bisa senyaman namun secandu ini. Aku benar-benar mencintaimu sampai titik di mana aku tidak tahu lagi batasnya. Atau aku memang tidak memiliki batas dalam hal mencintaimu. Diana… bisakah kau menungguku sebentar saja? Aku ingin mengatakan semua yang selalu kurasakan tentangmu selama ini. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi, aku ingin mengurungmu selamanya dan memberikan kenyamanan yang tidak bisa kau temukan di dunia ini.

Aku…

Diana melihat ke arahku, senyumnya merekah. Senyuman paling manis dan paling bebas yang pernah aku lihat darinya. Cahaya lampion itu sudah menyebar ke atas langit, sudah sejak kapan hal itu berlangsung? Memandangi Diana memang pembunuh waktu paling nikmat.

Senyumnya masih saja merekah. Gigi-giginya yang berjajar rapi, sudut-sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Matanya yang menyipit karena senyumannya itu, kenapa kebahagiaanku bisa sesederhana namun juga terlalu sulit untuk kurasakan.

Aku menarik tengkuk Diana secara tiba-tiba, bibirku sengaja kupertemukan dengan senyuman manisnya itu. Kukunci seluruh tubuhnya meskipun Diana mulai melawan karena perlakuanku.

“Luc— hmmpphhh—“

Kedua tangannya masih mencoba mendorong tubuhku, tapi aku semakin memperdalam cumbuanku. Mata kami beradu tapi tak lama aku memangkas tatapan kami berdua. Aku mencoba merasakan ciuman itu, lalu tak berapa lama tidak ada lagi pergerakkan darinya. Kuintip sejenak apa yang dilakukannya, matanya terlihat sendu, kedua tangannya masih menyentuh tubuhku, dan tak lama ia benar-benar menutup kedua matanya. Kemudian aku memperdalam ciumanku dan semua pelukan yang bisa menyentuhnya, dan semoga sampai pula pada hatinya.

 

Salam Hangat,

SR

ig: @cintikus

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Si Mungil I Love You
5      5     0     
Humor
Decha gadis mungil yang terlahir sebagai anak tunggal. Ia selalu bermain dengan kakak beradik, tetangganya-Kak Chaka dan Choki-yang memiliki dua perbedaan, pertama, usia Kak Chaka terpaut tujuh tahun dengan Decha, sementara Choki sebayanya; kedua, dari cara memperlakukan Decha, Kak Chaka sangat baik, sementara Choki, entah kenapa lelaki itu selalu menyebalkan. "Impianku sangat sederhana, ...
Aria's Faraway Neverland
130      89     1     
Fantasy
"Manusia adalah Tuhan bagi dunia mereka sendiri." Aria adalah gadis penyendiri berumur 7 tahun. Dia selalu percaya bahwa dia telah dikutuk dengan kutukan ketidakbahagiaan, karena dia merasa tidak bahagia sama sekali selama 7 tahun ini. Dia tinggal bersama kedua orangtua tirinya dan kakak kandungnya. Namun, dia hanya menyayangi kakak kandungnya saja. Aria selalu menjaga kakaknya karen...
What If I Die Tomorrow?
8      8     0     
Short Story
Aku tak suka hidup di dunia ini. Semua penuh basa-basi. Mereka selalu menganggap aku kasat mata, merasa aku adalah hal termenakutkan di semesta ini yang harus dijauhi. Rasa tertekan itu, sungguh membuatku ingin cepat-cepat mati. Hingga suatu hari, bayangan hitam dan kemunculan seorang pria tak dikenal yang bisa masuk begitu saja ke apartemenku membuatku pingsan, mengetahui bahwa dia adalah han...
ADRI
9      9     0     
Short Story
Untuk yang terlambat jatuh cinta.
The Ruling Class 1.0%
56      44     0     
Fantasy
In the year 2245, the elite and powerful have long been using genetic engineering to design their babies, creating descendants that are smarter, better looking, and stronger. The result is a gap between the rich and the poor that is so wide, it is beyond repair. But when a spy from the poor community infiltrate the 1.0% society, will the rich and powerful watch as their kingdom fall to the people?
A - Z
73      52     0     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Why Joe
18      16     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Meja Makan dan Piring Kaca
1900      611     0     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
Throwback Thursday - The Novel
409      185     0     
Romance
Kenangan masa muda adalah sesuatu yang seharusnya menggembirakan, membuat darah menjadi merah karena cinta. Namun, tidak halnya untuk Katarina, seorang gadis yang darahnya menghitam sebelum sempat memerah. Masa lalu yang telah lama dikuburnya bangkit kembali, seakan merobek kain kafan dan menggelar mayatnya diatas tanah. Menghantuinya dan memporakporandakan hidupnya yang telah tertata rapih.
ALIF
48      36     0     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan