Read More >>"> Game Over (Heartless) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Game Over
MENU
About Us  

Author: ABIMAYA & BRAINWASHER
Title of chapter: Heartless
Genre: Teenfiction Romance Comedy, berusaha untuk anti maensetir
Rate: T dan tidak akan berubah karena tidak mau diputusin

GAME OVER

Happy reading!

---

Langit pagi ini tak secerah langit kemarin. Lumayan gelap. Kelabu. Dingin. Tertutupi oleh tebalnya kabut yang kerap kali menghiasi langit kota Bandung. Sebenarnya, ini waktu yang sangat pas untuk meliburkan diri dari rutinitas. Bersantai dirumah, berbaring diranjang, meminum cokelat panas, bermain tic-tac-two atau movie-marathon, mungkin. Tapi, tidak semua orang dapat merasakan hal itu. Walaupun cuacanya 'enak' seperti sekarang, kegiatan seperti bekerja ataupun bersekolah harus tetap berjalan. Itu suatu kewajiban dan tanggung jawab, bukan?

Sama seperti halnya seorang Defadli Alan, dia juga harus pergi ke sekolah di tengah cuaca yang sendu. Malas sekali. Tapi apa boleh buat, itu sudah kodrat baginya yang masih berumur enam belas tahun, lagipula, dia juga ingin pintar. Ya, semua orang juga wajib bersekolah. Tapi, tunggu, ini sudah melenceng dari cerita sebenarnya.

Defadli Alan tengah mengendarai mobil orangtuanya dengan kecepatan standar. Jalanan kota Bandung saat ini becek, karena semalaman tadi hujan tak kunjung reda. Untung saja, jalanan dari rumahnya menuju sekolah tidak macet karena banjir seperti dua hari sebelumnya. Kalau macet, dia harus meminta izin guru piket dahulu sebelum masuk kelas di jam ketiga. Tertinggal pelajaran itu tidak enak.

Cie, tumben banget gue dateng jam segini, batinnya. Defadli sudah sampai disekolahnya sepuluh menit lebih cepat dari bel pertama. Rekor baginya. Defadli melepaskan sabuk pengamannya lalu menggedong tas yang berada di bangku penumpang sebelahnya. Dengan langkah percaya diri, dia keluar dari mobil. Gayanya berjalan memang cool, seolah menantang seluruh mata perempuan agar memerhatikannya. Maaf, sedikit berlebihan.

Seperti itulah klisenya. Defadli kaya, tampan, punya hal yang bisa dipamerkan.

"Hai, Fadli," sapa seorang perempuan dengan memasang senyuman tipis. Malu-malu.

"Oh, hai!" balas Fadli yang mengernyitkan dahinya. Nggak kenal. batin Fadli. Siapa yang tidak mengenal seorang Defadli Alan? Dia sangat terkenal di Darpa Hengkara—sekolah negeri bergengsi yang setiap tahun peminatnya selalu membeludak. Saking terkenalnya, sampai-sampai bapak pembersih sekolah hingga anak ibu kantin pun tahu siapa dia.

Sebegitu berpengaruh nya kah Fadli di sekolah ini? Oh jelas, dia punya daya pikat, plus, ayahnya--Fadlos Alghaf adalah donatur terbesar bagi Darpa Hengkara.

"Fadli!" Prempuan tadi kembali memanggil Fadli disertai langkah menyusul.

Wah, pasti mau deketin nih. Lumayan. Bening juga. Komentar Fadli. "Iya, ada apa?" tanya Fadli sehalus mungkin.

"Selamat pagi. Kenalkan saya Rasya dari kelas dua belas Bahasa-1."

"Hai, juga Kak Rasya." Mantep nih sama Tante. "Saya Fad—eh, udah kenal ya?" Jelaslah! Gue kan famous nggak ketulungan.

"Maaf mengganggu, tapi saya lihat rambut kamu terlalu panjang dan tidak sesuai dengan aturan di sekolah. Jadi, bisa ikut saya sebentar untuk melaksanakan hukuman?"

Fadli melongo tidak percaya. Apakah Rasya tidak melihat betapa mengkilatnya pomade yang dipakai Fadli pagi ini? Apakah ia tidak tersepona dengan cara berjalan Fadli? Cara Fadli membawa tas? Tatapan menggairahkannya?

"Hukuman, Kak?"

"Iya. Saya dari PSK, Petugas Satuan Keamanan. Mari, saya antar."

Gue kira fans.

Dan percuma Fadli datang lebih awal dari jam masuk bila ia harus menghabiskan sepuluh menit setelah bel berbunyi. Terpaksa rambut andalannya harus dipotong gratis dengan model seadanya oleh salah seorang guru kedisiplinan. Miris. Fadli sudah memanjangkan rambutnya selama liburan, sekarang perjuangannya keramas lebih lama harus sia-sia.

Kembali kepada Fadli yang tengah berjalan menyusuri lorong kelas sebelas IPA. Ebuset, kelas gue dimana sih? Gue udah muter-muter tapi ngga...., batin Fadli berhenti mengoceh ketika menemukan sebuah ruangan yang bertuliskan 'XI IPA 2' tepat di atas pintunya.

Tok. Tok. Tok.

"Ya, silahkan masuk!" ucap lantang sebuah suara serak dari dalam ruangan yang masih dapat didengar oleh telinga normal Fadli. Pintu pun terbuka lebar, di dorong oleh Fadli setelah mendapatkan izin.

"Pagi, Pak. Maaf saya telat, tadi lumayan macet," bohong Fadli yang tidak beranjak dari tempatnya berdiri tadi. Alasan yang sangat klasik bagi pelajar. Telat karena macet.

Padahal ia gengsi jika berkata jujur, telat karena dihukum.

"Jawaban kamu membosankan sekali, Nak...." ucapan guru yang bersuara serak tadi terhenti. Guru itu menyipitkan kedua matanya dan membetulkan letak kacamatanya agar dia bisa lebih jelas nama lelaki yang telat di hari pertama tahun ajaran baru itu. Fadli hanya bisa membalas candaan gurunya itu dengan cengiran jahilnya.

"Nyengir terus kamu, nggak mau masuk, Fad?" tanya guru itu.

"Mau, hehe terima kasih, Pak," jawab Fadli dengan tawa garing.

"Kamu kejebak macet di daerah mana tadi?" tanya sang guru kembali. "Saya juga kejebak macet tadi pagi, tapi tidak terlambat."

Fadli menegang. Mana ia tahu daerah mana yang terkena macet di daerah Bandung sedangkan rumahnya dengan sekolah hanya berjarak kurang dari dua kilo meter. Dua kilo meter dengan jalanan yang dikelilingi kompleks perumahan dan hanya melewati satu perempatan lampu merah.

"Macet di rumah, Pak. Hehehe...."

Beberapa murid tertawa geli mendengar ucapan Fadli. Dengan cepat, sebelum pertanyaan kembali terlontar, Fadli segera berjalan menuju bangku kosong yang tersisa. Disamping kekasih nya, Bella Adiza.

Bangku istimewa ternyata.

Bella Adiza adalah kekasihnya selama enam bulan ini. Defadli dan Bella adalah sepasang kekasih yang bisa dibilang memenuhi standar couple goals. Bagaimana tidak? Defadli merupakan kapten tim inti NE (Non Ekskul)--untuk apa ia mengikuti ekskul bila ia sudah terkenal tanpa ikut kegiatan apa pun--dan Bella adalah cewek eksis manajer tim futsal. Defadli tampan dan Bella cantik. How perfect they are.

Bella bisa dibilang sebagai refleksi diri Fadli. Banyak yang bilang, kalau mereka sangat mirip secara tampang. Mirip juga secara kepribadian. Ini yang dikatakan jodoh? Semoga.

"Hai! Sayang, dari mana aja? Padahal harusnya tadi kita berangkat bareng terus sarapan bareng. Masuk kelas juga bareng sekalian, kita lucu banget ya? Nggak nyangka, lho bisa sekelas," cerocos Bella dengan senyumannya yang lucu kepada Fadli yang baru duduk disampingnya.

"Tanpa adegan itu, kita udah lucu, Sayang." Fadli mencubit pipi Bella. Gemas. Mereka berdua tertawa geli. Mereka bercanda berdua seakan tak ada orang lain di dalam kelas.

"Perkenalkan, nama saya Satrio Darmawan, kalian bisa memanggil saya Pak Satrio," ucap Pak Satrio. "Saya guru Matematika kalian sekaligus wali kelas untuk satu tahun kedepan, dan saya harapkan tidak ada yang bercanda dikelas saya, apalagi hanya berdua, kalau mau bercanda, bagi-bagi candaanmu pada teman yang lain, ya? Bisa dipahami?" lanjutnya.

Fadli dan Bella langsung memahan tawa. Jelas ucapan Pak Satrio tertuju untuk mereka.

"Bisa, Pak," jawab segelintir murid XI IPA 2 dengan nada malas.

"Oke, kita mulai pembelajaran kali ini...."

Tok. Tok. Tok.

"Ada saja halangannya," kata Pak Satrio pelan. "Ya! Silahkan masuk!" sahutnya lantang seperti ketika tadi mengizinkan Fadli masuk.

Pintu kelas terbuka lebar. "Maaf, Pak, saya telat. Ada urusan di BK dulu." Seorang perempuan berdiri di depan pintu kelas. Deru nafasnya terdengar pelan. Rambutnya acak acakan. Wajah lelahnya sangat jelas terlihat.

Kok, nggak pernah lihat ya? Fadli berujar dalam hatinya.

"Ya sudah, silahkan masuk."

Perempuan itu berjalan menuju bangku kosong yang berada di pojok kelas. Lumayan jauh dari tempat Fadli dan Bella duduk. Fadli terus menatapnya hingga dia duduk dan melepaskan tas dari gendongannya. Penasaran. Duduk dipojok sendiri, apa enaknya?

"Oh iya, Saya lupa! Kamu murid baru, kan?" Lamunan Fadli akan perempuan itu menghilang ketika Pak Satrio bertanya pada perempuan itu. "Kalau begitu, perkenalkan dirimu di depan kelas."

Dengan langkah gontai, perempuan itu berjalan ke depan kelas. Lagi-lagi pandangan Fadli tak bisa lepas dari sosoknya. "Perkenalkan, nama saya Orinanda Dee. Saya baru pindah kesini karena orangtua saya pindah tugas. Jadi, mohon kerjasamanya." Perempuan itu membungkuk. Sopan tapi dia masih terlihat malu.

"Nama panggilan kamu siapa?" tanya Fadli. Kontan, seisi kelas melihat Fadli dengan tatapan aneh. Sejak kapan Fadli perduli akan murid baru? Tidak pernah. Tidak pernah menolak bila murid baru itu ber-gender perempuan.

"Ori atau Nanda," jawab Orinanda singkat dan tanpa ekspresi.

"Kalau manggil Bunda boleh?" teriak Kean dari bangkunya yang disambut riuh satu kelas. Sementara Ori hanya tersenyum maklum.

"Ah, micin lo! Belum nikah aja manggil Ayah-Bunda!" hajar Fadli.

Kean geleng-geleng kepala. Berusaha bersikap lebih cool dari Fadli dan itu membuat Fadli iri. Kean lebih tinggi, lebih berisi, lebih tampan, lebih berkharisma sedangkan Fadli, hanya seonggok makhluk yang bila mana rambutnya tanpa olesan pomade hampir sama dengan sapu.

"Kenapa? Omongan adalah doa, siapa tahu dikabulkan dia jadi Bunda dari anak-anak gue," balas Kean.

"Nge-les aja lo!"

"Dari pada manggil Bunda ke satu cewek, terus manggil Mama ke cewek lain."

Seisi kelas terbahak sementara Ori hanya terdiam dengan tatapan polos di depan kelas. Jelas Ori tidak mengetahui status Fadli sebagai playboy profesional di Darpa Hengkara. Mantannya tersebar di segala penjuru sekolah. Bodohnya, pernah dua orang adik kelas yang rela dimadu oleh Fadli. Kean tidak habis pikir, mungkin ia harus meminta pomade Fadli yang sempat digosipkan mengandung pelet.

"Ada yang mau ditanyakan lagi?" tanya Pak Satrio yang mulai meredakan suasana ramai di kelas. "Kalau tidak ada, kita mulai pembelajaran kali ini." Tanpa aba-aba, Orinanda sudah kembali ke tempat duduknya.

Tok. Tok. Tok.

Lamunan Fadli yang sedang membayangkan Ori memakai bandu Mickey Mouse milik adiknya buyar ketika seseorang mengetuk pintu kelas. Padahal Pak Satrio baru saja mau memulai pelajarannya.

"Aduh, itu siapa lagi sih? Banyak yang telat ya?" gerutu Pak Satrio. Kali ini dia sangat kesal. Dengan terpaksa, dia membuka pintu lebar.

"Pagi, Pak. Hehehe," sapa perempuan itu sambil menunjukam cengiran lebarnya.

Sekelas sama dia lagi? Ah ilah, bosen. Udah kenyang gue pas di SMP liat muka dia mulu, pikir Fadli.

"Pagi apaan? Kamu sudah telat sekali, Nak...." Pak Satrio berhenti sejenak, melihat nametag yang terdapat di seragam perempuan itu. "Kesha Vimistananda." Kesha hanya menanggapinya dengan tawa canggung yang dibuat-buat.

Kesha Vimistananda. Musuh Fadli semasa SMP sampai sekarang. Baginya, Kesha itu menyebalkan. Dia tomboy, ceroboh dan aneh. Banyak celaan yang bisa Fadli ucapakan untuk menggambarkan sosok Kesha.

"Kali ini dimaafkan, tapi lain kali tak ada alasan terlambat lagi," tukas Pak Satrio. Para murid hanya menanggapinya dengan anggukan pelan.

Belum sampai Pak Satrio berkata, "silahkan masuk," Kesha sudah berlari memasuki kelas.

"Permisi, Pak! Kesha mau lewat!" ujarnya meminta izin sembari meleos saja di samping Pak Satrio. Guru berkumis tipis tersebut kembali geleng-geleng kepala.

Tak tahu malu memang.

"Sini! Sini!" panggil seseorang dari pojok kelas. Orinanda. Dia memanggil Kesha agar mereka bisa sebangku. Dengan riang, Kesha menghampiri Orinanda dan duduk disampingnya.

"Hai! Namaku Orinanda Dee, panggil aja Ori." Ori mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan pada teman barunya itu. Kesha menyambut tangan Ori, menjabat tangannya.

"Oh, gue Kesha Vimistananda, panggil Kesha aja, ya."

"Kali ini, benar-benar belajar, jadi...." bla bla bla. Fadli tak memperhatikan materi yang tengah dibahas oleh Pak Satrio. Dia lebih memilih melamun. Memikirkan sosok Ori.

Untuk urusan seperti ini, Fadli memang tidak berkelas. Rasa ketertarikannya terhadap perempuan memang rendahan. Lihat yang lebih bening, langsung goyah. Yang lebih semok dikit, langsung main nyosor.

Dan Fadli akui, ia tertarik dengan Ori.

"AH!!!"

Teriakan dua orang perempuan yang berada di pojok kelas mengagetkan semua orang. Semua mata tertuju pada si murid baru dan temannya itu. Rok Kesha sudah penuh dengan bercak putih. Mejanya pun begitu.

Kesha berdiri dari bangkunya, dan berjalan menuju Pak Satrio. Ori hanya mengikuti Kesha dari belakang. Menunduk. "Pak, kami boleh izin ke toilet? Tipe-x saya bocor, hehehehe," lagi-lagi Kesha nyengir, memperlihatkan gigi gingsulnya yang manis.

"Belum ada sejam, si Kesha udah bikin ribut aja," cela Fadli.

"Ya ampun, cepat bersihkan dulu rok kalian, sana!" perintah Pak Satrio. Kesha dan Ori berlari menuju toilet.

Disatu sisi, Fadli sangat penasaran dengan Ori. Tapi, di sisi yang lain, ada kekasihnya, Bella. Fadli juga menyukai Bella. Tapi, jujur, Fadli hanya penasaran akan sosok Orinanda Dee ini. Sesimpel itu. Hidup Fadli itu simple, kalau lapar ya makan, kalau ngantuk tinggal minum, kalau suka ya... dekati!

Gue harus pinter pinter bagi waktu, buat PDKT sama Ori dan buat jalan jalan sama Bella, janjinya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Good Art of Playing Feeling
11      11     0     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
30 Days of Bless
578      375     5     
Short Story
Aku tidak percaya bahwa malaikat bisa berkamuflase menjadi manusia. Tapi di sebuah festival lampion, keajaiban bisa datang kapan saja.
(L)OVERTONE
87      60     0     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
The Presidents Savior
207      106     0     
Action
Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya demi merebutkan cinta monyet. Bahaya yang Diana hadapi tentu berbeda karena ia bukan sembarang remaja. Karena ia adalah putri tunggal presiden dan Diana akan menjaga nama baik ayahnya, meskipun seten...
Another Word
7      7     0     
Short Story
Undangan pernikahan datang, dari pujaan hati yang telah lama kamu harap. Berikan satu kata untuk menggambarkannya selain galau.
LEAD TO YOU
338      154     0     
Romance
Al Ghazali Devran adalah seorang pengusaha tampan yang tidak mengira hidupnya akan berubah setelah seorang gadis bernama Gadis Ayu Khumaira hadir dalam hidupnya. Alghaz berhasil membuat Gadis menjadi istrinya walau ia sendiri belum yakin kalau ia mencintai gadis itu. Perasaan ingin melindungi mendorongnya untuk menikahi Gadis.
PETRICHOR
76      46     0     
Romance
Ingin tahu rasanya jungkir balik karena jatuh cinta? Novel ini menyuguhkan cerita cinta dengan cara yang berbeda. Membacanya membuatmu tahu cara memandang cinta dari 4 sudut pandang yang berbeda. "Bagi Anna, Harrys adalah kekasih yang hidup di langit. Di antara semua kekuasaan yang dimilikinya, dia tidak memiliki kekuasaan untuk menjadikan Anna miliknya." "Bagi Harrys, Ann...
My Noona
112      82     0     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
To The Girl I Love Next
13      13     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Praha
11      11     0     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.