Read More >>"> IMPIANKU (Episode 9 Bagian 4) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - IMPIANKU
MENU
About Us  

     Seperti yang diceritakan di awal. Bahwa hidup bermula dari mimpi. Mungkin itulah yang terjadi sekarang dengan diriku. Setelah banyak waktu dan kisah kulewati. Pahit manis dan getirnya kehidupan, memang begitu terasa berat dalam menatap kenyataan kehidupan ini. Layaknya sebuah mimpi. Berawal dari mimpi, dan akankah kembali menjadi sebuah mimpi?

      Dalam mengejar sebuah mimpi, terkadang kita harus melewati berbagai lintasan kisah yang terpotong atau merunut. Seperti saat kita tertidur. Seolah berkelana jauh dengan memakan waktu berjam-jam, bahkan hanya sekedar hitungan menit kemudian bangun dan hari baru telah tiba. Tidak ada yang mesti ditakuti dan dikhawatirkan, jika mimpi kita membias layaknya sebuah gas yang menguap pada sebuah panci yang merebus sesuatu. Itulah yang kurasakan saat ini.

      Selayaknya pagi itu, ketika aku bangun dari tidur. Hati ini begitu merasakan kegembiraan yang sangat riang. “Sungguh hari yang sangat indah,” gumamku dalam hati, dengan penuh semangat.

      “Hari ini, akan menjadi hari yang sangat istimewa dalam hidupku.” Rasanya beban yang beberapa hari kemarin menghimpit, seakan lepas dari dalam benakku. Begitu banyak rencana yang mesti kujalani hari ini, termasuk menghadiri konsernya Nouna di kawasan KLCC. Yah, Nouna. Wanita yang telah mencuri hatiku selama berada di Malaysia, kembali menyapa dalam seutas senyumnya yang seolah melintas di mataku pagi itu.

      Setelah mandi dan melaksanakan salat subuh. Begitu menatap Panji yang telah siap dengan aktivitas barunya, sebelum kami pergi ke kampus menemui Pak Dr. Ali Muhalim M.Kom, sang dosen pembimbing selama di negara Malaysia ini. Kami seolah-olah merasakan sebuah beban yang terlepas selama berada di negara, yang telah menghadirkan begitu banyak cerita ini.

      Begitu juga dengan ibu tiriku—Lemi, yang dengan terpaksa aku memanggilnya demikian demi menghargai mendiang ayahku.

      “Ada rencana apa hari ini, Cik Satria?” tanya Lemi, saat berpapasan denganku di depan meja makan.

      “Sepertinya, awak nak pegi latihan pagi yeh, Cik Lemi? Apa tak sarapan dulu, sebelum aktivitinye? Sayang, amah sini sudah siapkan [1]nasi lemak dan telur mata sapi buat kite sarapan nih,” balasku, menghiraukan pertanyaannya tadi. Sedangkan Lemi sendiri, sedang melakukan gerakkan pemanasan di mana handuk kecil melingkar di pundaknya. Dengan mengenakan celana pendek khusus, untuk olah raga berwarna biru, dan baju kaus warna krem.

      Lemi memang terlihat sangat suka joging setiap pagi, selama aku tinggal bersamanya beberapa hari ini. Menelusuri bukit kecil di daerah Damansara, kemudian berakhir di ujung pantai yang tidak jauh dari komplek perumahan, sebelum akhirnya kembali ke rumah.

      “Tak. Saye dah minum susu tadi saat amah siapkan sarapan untuk korang semua,” balasnya dengan sedikit acuh juga, “sudahlah, saye nak [2]pegi [3]latihan pagi dulu. Nanti siang ada acara di KLCC, dan saye duge kau pun hendak ke sane tengok kawan wanita kau wisuda, keh?” sambungnya, seraya beranjak dari hadapanku dan Panji.

      “Baiklah. Iya, saye nak tengok Nouna wisuda dan kebetulan ia akan bermain biola guna memeriahkan acaranye. Korang nak tengok ke sana, pun?” balasku.

      “Iyalah. Perusahaan kite dah beri sikit dana untuk acara tersebut, sebagai sponsornye. Dah, saye nak pergi dulu.” Lemi pun bergegas keluar rumah, dengan berlari-lari kecil menuju gerbang. Sementara aku dan Panji, segera merapikan bekas sarapan dan mengambil mobil di garasi untuk kemudian melaju ke arah kampus.

      Hari ini aku beranikan diri membawa mobil sendiri, meski belum memiliki surat ijin mengemudi dengan sah. Dengan ditemani Panji dan meninggalkan satu mobil lagi yang biasa dibawa Lemi untuk bekerja, kami segera menuju kantor Inspektur Dirga untuk mengambil surat sah dalam berkendara milikku, yang sudah beliau janjikan beberapa hari ini. Sebab setelah urusan dengan Pak Ali di kampus, aku mesti segera mengantar Panji ke bandara untuk rencana pulang kembali ke Indonesia dan kemudian menuju KLCC demi menghadiri acara Nouna wisuda.

      Panji memang berencana untuk segera meninggalkan Malaysia, guna memberikan laporan hasil tes program kami kepada Pak Agus yang tadi pagi menghubungi. Sementara aku, kembali keesokan harinya setelah rencana dengan Nouna di KLCC siang itu.

      “Semoga setelah ini selesai, kita bisa segera lepas dari tugas yang sangat berat ini ya, Ji? Sungguh, selama di sini aku benar-benar sangat lelah, dan berencana ingin liburan terlebih dahulu sebelum kembali bekerja setelah kita wisuda nanti.” Aku mencoba membuka obrolan, setelah keluar dari gedung perkantoran tempat Inspektur Dirga bertugas.

      “Iya, Sat. Ane juga merasa kayak capek banget, udah dihadapkan banyak tugas ini. Ane kagak nyangka, lu bisa seperti sekarang ini, Sat. Impian lu udah tercapai, persis kayak yang pernah lu ceritain ke ane sewaktu masih di Indonesia dulu.”

      Panji mengingatkan, terhadap peristiwa awal keluargaku bercerai dulu. Pasca ayah dan ibu bercerai waktu itu. Aku pernah bercerita kepadanya, bahwa aku akan memiliki seluruh kekayaan yang bisa membuktikan kesuksesanku di hadapan ayah. Hanya sayang, beliau meninggalkan kami sebelum semuanya kubuktikan kepadanya. Meski kekayaan yang kudapatkan saat ini merupakan hasil jerih payahnya juga, yang tidak pernah kusangka akan menjadi milikku sebagai ahli warisnya.

      “Kayaknya, lu sangat menikmati keadaan lu sekarang, Sat. Yang ane perhatiin, lu bisa meneruskan bisnis ayah lu. Juga tujuan untuk meminang Nouna, setelah acara wisudanya entar.” Panji membuyarkan lamunanku, sebelum kami memasuki pelataran kampus teknik.

      “Yah begitulah, Ji. Untuk saat ini, aku bisa menikmatinya sendiri sebelum semua impianku tercapai, yaitu memiliki wanita yang sudah memberikan jalan menuju impianku ini, Ji. Setidaknya Nouna bisa merasa, bahwa aku akan menjadi sangat berarti baginya nanti,” balasku seraya memarkirkan mobil.

      “Kita udah sampai kampus, ji. Mudah-mudahan Pak Ali bisa segera memberi hasil tes uji kita ini. Yuk, sebelum kesiangan,” sambungku, seraya beranjak keluar dari mobil.

      “Elu emang istimewa, Sat. Pantas saja kalau Nouna tergila-gila sama lu selama ini,” ujar Panji begitu keluar dari mobil, dan berjalan ke arahku.

      “Mungkin karena saat ini, aku sudah jadi seorang pria sukses dengan kekayaan yang tak pernah kuduga sebelumnya,” ucapku, “atau mungkin ini salah satu sebab, kenapa hari ini aku merasa sangat bahagia. Kau tahu, Ji. Ada saatnya ketika merasakan, satu hari yang segalanya terasa sangat bahagia,” sambungku dengan semringah, seraya berjalan menelusuri koridor kampus.

      “Hmm ... hati-hatilah, Sat. Terkadang awalnya merasa begitu bahagia, tapi akhirnya akan ada sebuah peristiwa buruk menimpa,” ujar Panji, mengiringi langkahku.

     “Peristiwa buruk? Kayak cerita dongeng aja, Ji,” timpalku dengan sedikit tersenyum.

      “Biasanya seperti itu, Sat. Sebelum datang sebuah peristiwa buruk, terkadang kita merasa suatu kebahagiaan berlebih. Sebaiknya, lu sedikit menahan rasa gembira itu,” tukas Panji.

      “Seperti yang Inspektur Dirga katakan tadi, Ji? Sebelum kita keluar dari kantornya itu.” Aku mencoba menduga, apa yang ada dalam pikiran sahabat dekatku ini.

      “Yah bisa jadi, Sat. Ane merasa, dia sedikit tahu tentang kita selama ini. Elu tahu, gelarnya sebagai Inspektur? Dia dapetin dengan menyelesaikan berbagai kasus, tersulit apa pun. Itu yang ane ketahui dari profil dirinya lewat internet, beberapa hari ini. Jadi lebih baik, kita mesti sedikit berhati-hati dengannya, Sat.”

      Perkataan Panji kali ini sempat membuatku merinding. Entah sebab apa, mungkin ketajamannya dalam menganalisa seseorang selama berselayar di dunia internet selalu benar.

      “Ah ... sudahlah, Ji. Semoga itu hanya pikiran burukmu aja. Sebentar lagi, kita kan bakal bebas dari tugas yang diberikan Pak Agus selama ini. Kamu mungkin sedikit stres, karena beban tugas selama ini. So ... enjoy it, oke?”

      “Yah ... semoga saja, Sat.”

      Akhirnya aku dan Panji sampai di sebuah ruangan, di mana Pak Ali sudah menunggu.

                                                                                                                          *****

 

[1] Nasi Lemak: Nasi goreng.

[2] Pegi: Pergi.

[3] Latihan: Olah raga.

 

NB:

Terima kasih untuk yang sudah mampir di episode ini.

Bila berkenan, ditunggu ulasan, saran, masukan, serta kritikannya. Agar cerita ini lebih baik lagi.

Selamat membaca, dan sukses selalu. :)

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (7)
  • Kang_Isa

    @Ardhio_Prantoko Wih ... terima kasih, Mas Dhim. Alhamdulillah karya ini sudah terbit, tinggal nunggu lounching saja, nih. Hehehe

    Comment on chapter Info Novel IMPIANKU
  • Ardhio_Prantoko

    Bahasanya ringan. Bobot ceritanya saya dapat. Suka sama yang ini.

    Comment on chapter Info Novel IMPIANKU
  • Kang_Isa

    @SusanSwansh Iya, aku ubah sedikit di bagian prolog sama epilognya, biar beda dikit hehehehe :D

    Comment on chapter Sinopsis
  • SusanSwansh

    Kak ini yg my dream kan ya Kak? Apa baru lagi?

    Comment on chapter Sinopsis
  • Kang_Isa

    @Neofelisdiardi Terima kasih ulasannya, Kak. Semoga suka, dan terima kasih sudah mampir, ya. Selamat mengikuti ceritanya, dan sukses selalu. :)

    Comment on chapter Sinopsis
  • Kang_Isa

    @Neofelisdiardi Terima kasih ulasannya, Kak. Semoga suka, dan terima kasih sudah mampir, ya. Selamat mengikuti ceritanya, dan sukses selalu. :)

    Comment on chapter Sinopsis
  • Neofelisdiardi

    Konsepnya bagus dan serius. Penulisnya paham tentang dunia siber dan Malaysia

    Comment on chapter Sinopsis
Similar Tags
29.02
7      7     0     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Triangle of feeling
265      210     0     
Short Story
Triangle of feeling sebuah cerpen yang berisi tentangperjuangan Rheac untuk mrwujudkan mimpinya.
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
464      303     7     
Short Story
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau diawal namanya pendaftaran.
DariLyanka
38      22     0     
Romance
"Aku memulai kisah ini denganmu,karena ingin kamu memberi warna pada duniaku,selain Hitam dan Putih yang ku tau,tapi kamu malah memberi ku Abu-abu" -Lyanka "Semua itu berawal dari ketidak jelasan, hidup mu terlalu berharga untuk ku sakiti,maka dari itu aku tak bisa memutuskan untuk memberimu warna Pink atau Biru seperti kesukaanmu" - Daril
Cheonita
26      9     0     
Romance
Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s ...
Mimpi Milik Shira
6      6     0     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.
For One More Day
287      214     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
Maroon Ribbon
291      226     1     
Short Story
Ribbon. Not as beautiful as it looks. The ribbon were tied so tight by scars and tears till it can\'t breathe. It walking towards the street to never ending circle.
Tentang Hati Yang Patah
5      5     0     
Short Story
Aku takut untuk terbangun, karena yang aku lihat bukan lagi kamu. Aku takut untuk memejam, karena saat terpejam aku tak ingin terbangun. Aku takut kepada kamu, karena segala ketakutanku.bersumber dari kamu. Aku takut akan kesepian, karena saat sepi aku merasa kehilangan. Aku takut akan kegelapan, karena saat gelap aku kehilangan harapan. Aku takut akan kehangatan, karena wajahmu yang a...
CORAT-CORET MASA SMA
272      212     3     
Short Story
Masa SMA, masa paling bahagia! Tapi sayangnya tidak untuk selamanya. Masa depan sudah di depan mata, dan Adinda pun harus berpikir ulang mengenai cita-citanya.