Read More >>"> Too Late (BAB 3 Hurry) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Too Late
MENU
About Us  

Dengan Sophie yang melingkarkan tangan di lengannya sambil bergelayut manja, James menghadiri pesta bisnis. Pria itu meneguk beberapa koktail bersama kolega-koleganya yang lain. Sesekali, ia memutar-mutar gelas koktailnya sambil memperhatikan anggur merah yang terus mengikuti arah putar gelas.

                Aku sudah berusia dua puluh lima tahun. Betapa bodohnya aku yang selalu mengikuti kehendak ayahku. Kenapa tidak Ayah saja yang menikahi gadis-gadis yang dijodohkannya untukku? Rasanya seperti seorang anak kecil yang lebih buruk daripada air di daun talas, pikir James sebal. Dengan kesal, ia meletakkan gelas koktailnya di atas salah satu meja hidangan.

                "Sophie, aku ingin ke kamar mandi terlebih dahulu sebelum acara pesta dansa nanti. Kau tunggu saja di sini," ucap James to the point.

                "Nanti ada acara dansa? Mengapa kau tidak memberitahuku? Aku hanya memakai pakaian sesederhana ini. Seharusnya aku dapat mengenakan pakaian yang lebih baik daripada ini," ujar Sophie sambil membelalakkan matanya panik.

                James memiringkan bibirnya sambil tersenyum heran. "Huh… apa lagi yang perlu dipermasalahkan dari gaun ini? Bagiku sudah terlalu mewah."

                "Oh…. Qin Ai De, ini bukan masalah mewah atau tidak. Baju ini terlalu tertutup di bagian atasnya. Tidak nyaman jika dipakai untuk berdansa," sahut Sophie gelisah.

                "Aku tidak berurusan dengan itu. Aku telah mengirimkan undangannya ke kantormu, dan juga melalui WeChat. Kau sendiri yang tidak membacanya," ucap James dingin. Lelaki itu memasukkan kedua tangan di saku celananya, kemudian berlalu meninggalkan Sophie.

                "Eh…. Baiklah. Maafkan aku. Jadi bagaimana sekarang?" sahut Sophie dari belakang James.

                "Pikirkan sendiri. Jika kau terlalu bingung mengurusi hal-hal renik, aku dapat mencari gadis lain untuk diajak berdansa." James menjawab asal.

                Dasar wanita gila, pikir James kesal sambil terus mempercepat langkahnya.

***

Untuk kedua kalinya, Emily menapakkan kakinya di lobby kantor Tencent. Kali ini, dengan perasaan yang lebih yakin, karena seingatnya ia tidak melupakan kewajiban lain yang harus disiapkannya. Emily melihat arlojinya sebentar, masih ada waktu lima belas menit sebelum waktu yang dijanjikan kemarin.

                "Permisi, Nona Chen. Saya Emily Zhang. Apakah saya sudah dapat menemui Tuan Wu Fang?" tanya Emily dengan wajah sumringah.

                "Oh… tentu saja, Nona. Bos Leo bahkan telah menunggu kedatangan Anda sejak kemarin." Nona Chen menyunggingkan senyum tipis, kemudian mengangkat gagang telepon dan menekan beberapa tombol angka.

                Mendengar itu, Emily yang berdiri di balik meja resepsionis menunjukkan wajah bersemangat. Sepertinya peluangku untuk diterima di perusahaan ini cukup besar. Baguslah. Aku tidak perlu berlama-lama bergantung pada orang lain, pikir Emily sambil meremas ujung roknya.

                Tak berapa lama setelah Nona Chen selesai menelepon, seorang pria yang mengenakan jas eksekutif berwarna cokelat cerah mendekati meja resepsionis. Rambut pria itu diberi gel yang menambah kesan maskulin, serta jam tangan yang dipakainya menambah kesan elegan. Menurut penilaian pertama Emily, pria di hadapannya itu pastilah seorang yang tegas dan berpendirian teguh. Seperti… orang yang menghancurkan segalanya di masa lalu Emily. Ah… Emily berusaha menepis pikiran buruk itu secepatnya.

                "Nona Chen, mana yang bernama Nona Emily Zhang?" tanya pria itu langsung yang sontak membuat Emily kaget. Oh… ini bukan karena pria itu langsung menanyakan keberadaan dirinya. Melainkan karena gaya bicara pria itu yang sama sekali berbeda dari ekspetasi awalnya.

                Suara pria itu menunjukkan bahwa ia adalah orang yang baik dan perhatian. Jika pria itu benar-benar menjadi bosnya, rasanya tidak mungkin bahwa pria ini tidak pernah memarahi bawahannya. Emily tak dapat membayangkan situasinya melihat pria itu mengamuk.

                "Di depan Anda ini Nona Emily Zhang. Nona Emily, ini direktur kami di Departemen Kreatif, Tuan Leo Wu Fang," jawab Nona Chen cepat.

                "Selamat datang di Kantor Tencent Guangzhou, Nona," ucap pria bernama Leo itu sambil menunduk sopan.

                Emily merespons dengan anggukan singkat, kemudian mengikuti Leo yang menuju lift terdekat di lobby tersebut. Pria itu menekan tombol yang membawa keduanya menuju lantai delapan, tempat kantor Departemen Kreatif berada.

                Begitu pintu lift terbuka, kantor bagi karyawan yang bekerja di Departemen Kreatif pun menyambut pandangan Emily. Koridor dan ruangan-ruangan berdesain minimalis yang didominasi warna putih itu tidak seperti lobby yang telah beberapa kali Emily lihat. Sekarang, mau tak mau Emily harus percaya bahwa orang yang kreatif memang berbeda. Meskipun seluruh ruangan di kantor Tencent didesain minimalis, namun orang-orang di Departemen Kreatif menghadirkan suasana yang berbeda dengan kreativitas masing-masing. Beberapa contoh desain baju glamour dipajang di pinggir kusen pintu kaca Fashion Designer. Pamflet-pamflet dan poster film dari beberapa Desainer Grafis terpajang dengan tata letak yang unik di tepian koridor. Dan yang paling Emily kagumi adalah ketika melihat ruangan Scenario Writer yang dicat dengan warna-warna pastel yang menyegarkan. Itu semua sungguh… terasa seperti surga dunia bagi Emily. Keinginannya sejak SMU adalah untuk bekerja di kantor yang nyaman dan produktif seperti ini.

Uh… lupakan soal keunikan lantai delapan. Emily masih harus mengikuti Leo yang berjalan dengan cepat menuju sebuah ruangan yang sama sekali tertutup. Jika mayoritas ruangan di Tencent dibatasi dengan dinding kaca, ruangan yang dituju Leo ini tertutup dengan tembok putih susu. Ruangan itu berada di ujung lantai delapan, dan Emily yakin sekali bahwa ini adalah ruangan terpenting seantero lantai delapan.

Leo mendorong pintu kaca dan memasuki ruangan kantornya. Sebuah meja partikel berwarna kelabu dan pot kaktus kecil memberikan kesan estetik bagi ruangan tersebut.

"Anda menyukai kaktus?" tanya Emily, sekadar untuk mengisi keheningan.

"Hmm… sebenarnya itu bukan alasan utama aku menaruh kaktus di meja kerjaku. Dalam hidupku, ada banyak alasan untuk menyukai kaktus. Tanaman ini dapat mengurangi radiasi dari laptop yang selalu kutatap setiap harinya. Bentuknya pun unik, tidak seperti tumbuhan lainnya yang memiliki batang ramping dan dikelilingi oleh lembaran daun di puncaknya. Selain itu…." Leo memegang kaktus kecilnya, memandangnya seolah itu adalah hewan peliharaan yang telah diurusnya sejak belasan tahun lampau.

"Ada alasan lain lagi? Sepertinya kau benar-benar menyukai tumbuhan gempal berwarna hijau ini," ucap Emily sambil tersenyum jahil.

"Kaktus ini selalu mengingatkanku akan seseorang yang pernah hadir di masa laluku. Dia yang selalu berdiri tegak dan tak tergoyahkan meskipun angin kencang menerpa. Orang itu sangat keras kepala, namun ia juga teguh pada pendiriannya," ujar Leo sembari meletakkan kembali kaktusnya. Pria itu mengitari meja, kemudian duduk di kursinya.

"Duduklah." Leo menunjuk kursi di seberang meja kerjanya. Emily pun duduk, dan Leo segera melanjutkan pembicaraannya. "Kau tentunya sudah membawa portofolio, ya?"

"Oh… tentu, Tuan," jawab Emily cepat sambil mengeluarkan buku sketsanya dari amplop cokelat.

Leo pun menerima buku sketsa bersampul hijau muda itu, kemudian mulai melihat-lihat isinya.

"Cukup menarik. Gambar-gambar ini melukiskan kepribadianmu," tanggap Leo datar sambil terus membalik halaman per halaman. "Kapan kau menggambar semua ini?"

Seketika, pertanyaan terakhir itu membuat Emily gelagapan. Bagaimana jika ternyata ia sedang dalam wawancara kerja? Bukan, tentu saja itu bukan plagiat. Hanya saja…

"Eh… itu… aku membuatnya saat masih berada di Singapore. Sewaktu latihan praktek," jawab Emily gelagapan sambil tersenyum miris.

Leo mengangguk sambil menaikkan bibir tengahnya ke atas membentuk bukit landai. Pria itu meletakkan buku sketsa Emily di mejanya. "Sayang sekali, kau tidak memenuhi prinsip terpentingku dalam mengerjakan profesi ini."

Blarrr… seolah-olah disambar petir, Emily terpaku dan menatap kosong setelah mendengar pernyataan itu. "Euh…. Baiklah. Kalau saya boleh tahu, kekurangan apa yang membuat saya tidak dapat bekerja di Tencent?" tanya Emily dengan hati-hati.

"Bagaimana menjelaskannya, ya? Sepertinya kau orang yang gegabah dalam mengambil keputusan, dan aku sedikit tidak menyukai ini."

How do you feel about this chapter?

1 0 0 1 0 1
Submit A Comment
Comments (12)
  • Chaelma

    😃 hmm... Latarnya tentang fashion menarik juga

    Comment on chapter Prolog
  • Gladistia

    Halo kak Jessie. Ceritanya menarik, aku tunggu next-nya ya kak. ^^♡

    Comment on chapter BAB 5 Attentive Leo
  • Ardhio_Prantoko

    Dayum. Aku kurang ngefans sama cerita romance. But, mungkin ini cerita romamce pertama yg bisa aku nikmati. Ceckpoint dulu.
    Goodjob jessie.

    Comment on chapter BAB 3 Hurry
  • siboratukangtulis

    Part ini ngakak sih. Wkwkwk🤣

    Comment on chapter BAB 4 Life for Dream
  • siboratukangtulis

    Prolognya aja sudah bikin penasaran, next part gimana y?

    Comment on chapter Prolog
  • Lovender

    Semangat lanjut chapternya ya 😊

    Comment on chapter Prolog
  • AjengFani28

    Langit.. lagi..lagi..Thor . Enak ceritanya..

    Comment on chapter BAB 1 Comeback
  • AjengFani28

    Mantap kak.. lanjutin...

    Comment on chapter Prolog
  • Hadasaaa

    Suka banget sama cerita Jessie yang satu ini. Udah beda banget dari cerita Hunch yang kemarin. Aku jadi penasaran banget sama kaktusnya Leo, tuh😂. Ditunggu kelanjutannya, ya thor.

    Comment on chapter BAB 1 Comeback
  • Archimut

    Kesan baca prolog nya.... Ngga pasaran. Bahkan setelah lanjut bikin kayak candu. Keren nih 😎

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Returned Flawed
9      9     0     
Romance
Discover a world in the perspective of a brokenhearted girl, whose world turned gray and took a turn for the worst, as she battles her heart and her will to end things. Will life prevails, or death wins the match.
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
62      42     0     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...
Girl, Undefined
14      13     0     
Humor
Everyone thought of Maggie Arlott as that vulgar, condescending and snobby rich kid at the back of class. Maggie would never be able to fit in a holy institution like Crossroads High. “Too overbearing, too despicable”, says Swett, a former desk mate. It got so bad that a typical misfit no longer seemed like one compared to her, and ocial groups of all stages of the ladder—Jocks, Nerds, the...
Last Hour of Spring
16      14     0     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.
Chahaya dan Surya [BOOK 2 OF MUTIARA TRILOGY]
369      196     0     
Science Fiction
Mutiara, or more commonly known as Ara, found herself on a ship leading to a place called the Neo Renegades' headquarter. She and the prince of the New Kingdom of Indonesia, Prince Surya, have been kidnapped by the group called Neo Renegades. When she woke up, she found that Guntur, her childhood bestfriend, was in fact, one of the Neo Renegades.
THE DARK EYES
9      9     0     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
Reminisensi Senja Milik Aziza
39      35     0     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
Sebuah Jawaban
10      9     0     
Short Story
Aku hanya seorang gadis yang terjebak dalam sebuah luka yang kuciptakan sendiri. Sayangnya perasaan ini terlalu menyenangkan sekaligus menyesakkan. "Jika kau hanya main-main, sebaiknya sudahi saja." Aku perlu jawaban untuk semua perlakuannya padaku.
About love
31      27     0     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...
Dia & Cokelat
366      282     3     
Short Story
Masa-masa masuk kuliah akan menjadi hal yang menyenangkan bagi gue. Gue akan terbebas dari segala peraturan semasa SMA dulu dan cerita gue dimulai dengan masa-masa awal gue di MOS, lalu berbagai pertemuan aneh gue dengan seorang pria berkulit cokelat itu sampai insiden jari kelingking gue yang selalu membutuhkan cokelat. Memang aneh!