Read More >>"> LEAD TO YOU (Lead To You - Part 19) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LEAD TO YOU
MENU
About Us  

LEAD TO YOU – PART 19

*****

Aku melangkah masuk ke dalam ruangan yang dijaga polisi di luar pintunya. Ternyata Alghaz masih memikirkan keamanan ayahku, setidaknya itu membuatku lega. Aku menghampiri ayah yang tergelak lemah di atas brankar. Wajahnya terlihat bengkak dan biru lebam, tubuhnya kurus tidak terurus dan matanya cekung. Sepasang mata cekung itu sekarang sedang berusaha membuka, bergerak-gerak dan mengerjap mencari tahu sosok yang ada di depannya. Kemudian cairan bening menggenang di sana ketika matanya sudah sempurna membuka.

“Ga-dis?” lirihnya dengan suara parau, air matanya mengalir.

“Ayah---“

“Ap-a ka-mu Ga-dis a-yah?”  suaranya terbata-bata, sambil tangannya terangkat.

Aku mengangguk seraya meraih tangannya yang lemah, “Apa yang Om Max lakukan pada Ayah? Maafkan Gadis, Ayah”

Ayahku menggelengkan kepalanya dengan sangat pelan, “Ti-dak, a-yah yang ha-rus min-ta ma-af pa-da-mu, maaf-kan A-yah”

“Gadis sudah maafin Ayah,” aku mengangguk, “Gadis sudah menikah sekarang...” aku menunjukkan cincin yang ada di jari kananku. Ayah meraih tanganku dan menariknya ke mulutnya, ia mencium tanganku. Aku tersenyum melihatnya. Air matanya mengalir lebih deras. Aku tahu Ayahku tidak sejahat yang kukira, ia pasti dalam keadaan terpaksa waktu menyerahkanku pada Max.

“Alghaz, suamiku, yang meminta orangnya untuk mencari Ayah dan menyelamatkan Ayah dari Max. Dia akan menjagaku Ayah, Alghaz akan melindungiku dari Max” ujarku dan aku melihat ada cairan bening lainnya jatuh dari sudut matanya.

“In-sya-Allah, Nak. A-yah sa-ngat ber-ha-rap i-tu be-nar” ujarnya masih terbata-bata, kemudian ia terbatuk-batuk hebat, dan batuknya tidak berhenti sampai aku harus memanggil suster untuk memeriksa keadaan Ayah.

Setelah batuknya reda karena suster memberikan ayah nebulasi, Aku pun pamit pulang, “Ayah istirahat ya, Gadis pulang dulu, besok Gadis ke sini lagi”

Ayahku mengangguk dan menggenggam tanganku.

.

.

.

Aku minta supir untuk menurunkanku di kantor Alghaz dan mengantar Bu Ami pulang. Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya karena sudah menolong ayahku. Karena aku sudah pernah ke gedung ini sebelumnya, aku masih ingat lift yang biasa digunakan Alghaz sebagai pimpinan di sini. Dan syukurnya security di bawah masih ingat dengan wajahku sebagai istrinya pimpinan mereka.

“Mrs. Devran, selamat datang” sapanya dan ia mengantarku sampai masuk ke dalam lift pribadi Alghaz.

“Terima kasih, Pak”

Pintu lift terbuka di lantai kantor Alghaz berada. Meja sekretaris yang biasanya ada Lidya, kali ini terlihat kosong. Aku langsung menuju ruangan Alghaz, pintunya tidak tertutup rapat, terbuka sedikit. Aku mengurungkan niatku untuk mengucap salam dan masuk ke dalamnya, ketika aku mendengar suara Omar yang cukup keras menyebut namaku.

“Gadis tidak layak kau perlakukan begini, Al! Dia tidak bersalah!” tukas Omar.

“Dia memang tidak bersalah! Ayahnya yang salah!” sahut Alghaz tidak kalah kerasnya.

Aku mengerutkan dahiku, untuk apa mereka meributkan aku dan ayahku?

“Apa kau sadar kalau Gadis pasti sangat bingung sekarang, dia pasti bingung dengan sikapmu yang dingin seperti ini. Dia berhak tahu duduk permasalahannya, dia berhak tahu kebenarannya dan dia harus tahu mengapa sikapmu padanya berubah!” tukas Omar.

Ya, Omar benar. Aku berhak tahu. Aku memang ingin tahu, jadi aku diam saja dan terus mendengarkan percakapan mereka.

“Lalu, apa yang harus aku  katakan padanya?  Apa aku harus bilang, kalau aku tidak bisa bersamanya lagi, karena dia adalah anak pembunuh orang tuaku? Begitu maksudmu??” tukas Alghaz. “Aku tidak percaya kalau aku menikahi anak pembunuh orang tuaku sendiri...DAN BAHKAN AKU MUNGKIN MENCINTAINYA! BRENGSEK!!”

Aku menutup mulutku menahan rasa terkejutku yang menerpa, dadaku seketika sesak mendengar kalimat yang dilontarkan Alghaz barusan. Apa maksudnya aku anak pembunuh? Apa Alghaz menuduh ayahku membunuh orang tuanya? Jadi ini yang membuat sikapnya berubah sangat dingin padaku? Ini yang menyebabkan tatapannya yang tadinya hangat penuh cinta, sekarang jadi penuh dengan kebencian yang membara. Karena aku adalah anak pembunuh orang tuanya? Aku mengerti yang Alghaz rasakan. Air mataku menggenang di pelupuk mataku. Tapi tadi dia bilang dia mencintaiku? Mungkin.Katanya mungkin dia mencintaiku, dan dia menyesal rasa itu muncul padanya. Karena aku-adalah anak pembunuh orang tuanya.

Ya Tuhan.

“Kalau kau mencintainya, kau pasti tahu mana yang terbaik untuk Gadis, Al. Beritahu dia yang sebenarnya. Lepaskan dia, kalau kau memang tidak bisa berdamai dengan masa lalumu!”

“Tidak akan mudah melupakan kejadian yang terjadi di depan matamu, Omar! Walaupun kejadian itu sudah puluhan tahun yang lalu, sejak saat itu tidurku tidak pernah bisa tenang, kau tahu itu kan!” balas Alghaz.

“Aku hanya merasa ini tidak adil untuk Gadis, dia merasa kau adalah malaikatnya, pelindungnya. Tapi kau memperlakukan dia dengan buruk sekarang, Al. Kau tidak mau menjawab teleponnya, membalas pesannya. Dan bahkan kau tidak mau melihatnya! Kau menghindarinya, sialan!” tukas Omar membelaku, terima kasih Omar, gumamku dalam hati.

“Karena setiap kali kumelihatnya, aku akan teringat hal itu, dan itu membuatku sakit, Omar!”

Kerongkonganku tercekat, aku menelan ludah dengan susah payah. Kemudian dengan perlahan aku memberanikan diri muncul di depan Alghaz dan Omar yang masih berdebat.

“Assalamulaikum...” sapaku dengan suara parau karena menangis.

Omar dan Alghaz menatapku dengan ekspresi syok, terlebih Omar, tapi ia menjawab salamku, “Waalaikumsalam” matanya bergerak-gerak, ia pasti bisa menebak kalau aku baru saja mendengar percapakan mereka barusan, karena mata Omar melihat ke arah mataku yang basah. “Gadis?”

Aku mengangguk tanpa bisa menahan air mataku untuk jatuh, “Ya, aku mendengarnya” lirihku, aku menelan ludah seraya tanganku menyeka air mata yang sudah berjatuhan. Aku sangat cengeng memang, gampang menangis. Aku memalingkan pandanganku pada Alghaz, suamiku, “Tapi tenang saja, aku sangat paham kenapa sikapmu berubah terhadapku. Aku tidak marah padamu Al, aku bahkan berterima kasih padamu, karena kau  masih mau pulang ke rumah dan bertemu denganku. Kau berusaha menyembunyikan kebenarannya dariku, karena aku tahu, kau tidak mau aku sakit hati dengan tahu hal ini. Kau selalu menjaga perasaanku Al, terima kasih. Aku tahu ini tidak mudah untukmu, aku tahu kita tidak mungkin bersama setelah semua kebenaran ini terungkap...” tuturku panjang. Aku menarik napas dalam-dalam, “tapi satu hal yang aku mau tanyakan, apakah kau yakin ayahku yang membunuh orang tuamu?” tanyaku dengan suara bergetar.

Aku harus siap dengan jawabannya.

Alghaz menunduk, tidak mau menatapku. Aku melihat ke arah Omar, “Apakah kau sudah memastikannya, Omar? Karena itukah ayahku dijaga beberapa Polisi di depan kamarnya?”

Dadaku sakit ketika melihat Omar mengangguk dengan gerakan lambat, perasaanku tercabik-cabik. Aku menelan ludah lagi, agar suaraku bisa keluar, “Aku mohon kau mau memaafkan ayahku” ujarku sambil kembali memberanikan diri melihat ke arah Alghaz yang terluka, “---walaupun aku tahu, dengan maaf tidak akan bisa mengembalikan orang tuamu---“ aku memutar-mutar cincin yang tadi baru saja aku pamerkan pada ayahku dengan bangga dan perasaan bahagia. Sekarang hatiku hancur berkeping-keping melihat cincin itu, aku melepasnya perlahan-lahan dan meletakkannya di meja kerja Alghaz. “Aku tidak berhak dan tidak layak menjadi istrimu lagi, Alghaz. Aku hanya akan membuatmu lebih menderita, dan aku tidak tahan melihatmu seperti sekarang. Aku akan pergi” ujarku menahan tangisku pecah. “Seandainya aku tahu yang kau ucapkan tadi malam itu adalah sungguh-sungguh, aku pasti sudah pergi tadi malam” ujarku dan menarik napas dalam-dalam setelahnya.

Aku memandang Omar dan Alghaz bergantian, mereka tidak bersuara lagi sejak aku menerobos masuk tadi. Alghaz sekarang memutar tubuhnya menghadap jendela besar, membelakangiku. “Alghaz, terima kasih untuk semua yang kau lakukan untukku selama ini. Terima kasih memberiku kesempatan untuk merasakan bahagia dan cintamu” kemudian aku menatap Omar, “Terima kasih banyak, Omar. Kau sudah mau menjadi saudara untukku, kau banyak membantuku...Allah yang akan membalas kebaikan kalian---aku pamit, Assalamualaikum” ujarku dan bergegas menuju pintu dan keluar dari sana, sebelum tangisku benar-benar pecah.

“Tunggu, Gadis!” panggil Omar, tapi aku tidak menghiraukannya, aku tetap berlari menuju lift. Lidya sudah kembali ke mejanya dan bingung melihatku berlari sambil menangis dan Omar mengejarku.

“Gadis, kamu tidak harus pergi” tukas Omar ketika ia berhasil mendekatiku di depan lift.

Aku menggeleng, “Saya harus pergi, tidak mungkin saya tetap di samping Alghaz, Omar. Kemana hati nurani saya? Tolong jaga Alghaz untuk saya, aku harap Alghaz akan mendapatkan kebahagiaan setelah sekian lama menderita, dan saya tahu kebahagiaannya bukan bersama saya...”

“Gadis, tapi kau mau kemana?” tanyanya dengan ekspresi cemas.”

Aku hanya tersenyum dan masuk kedalam lift yang sudah terbuka, dan pintu lift-nya tertutup sebelum aku sempat menjawab Omar.

Aku tidak tahu harus kemana, Omar. Yang aku tahu, aku harus menjauh dari Alghaz.

*****

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • Dreamon31

    @yurriansan terima kasih ya, oke aku mampir

    Comment on chapter Lead To You - Part 2
  • yurriansan

    Aku baru baca chapter 1, seru ceritanya. suka juga dengan gayamu bercrta.

    oh ya mmpir jg ya f crtaku. aku tggu kritik dan sarannya.
    judulnya : When He Gone
    trims

    Comment on chapter Lead To You - Part 1
Similar Tags
From Ace Heart Soul
10      9     0     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
The First
11      11     0     
Short Story
Aveen, seorang gadis19 tahun yang memiliki penyakit \"The First\". Ia sangatlah minder bertemu dengan orang baru, sangat cuek hingga kadang mati rasa. Banyak orang mengira dirinya aneh karena Aveen tak bisa membangun kesan pertama dengan baik. Aveen memutuskan untuk menceritakan penyakitnya itu kepada Mira, sahabatnya. Mira memberikan saran agar Aveen sering berlatih bertemu orang baru dan mengaj...
Doa
14      14     0     
Short Story
Berhati-hatilah dengan segala pemikiran gelap di dalam kepalamu. Jika memang sebabnya adalah doa mereka ....
The Hidden Kindness
11      11     0     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?
Sosok Ayah
13      13     0     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Haruskah Ada Segitiga?
10      10     0     
Short Story
\"Harusnya gue nggak boleh suka sama lo, karena sahabat gue suka sama lo. Bagaimana bisa gue menyukai cewek yang disukai sahabat gue? Gue memang bodoh.” ~Setya~
DEWS OF MOCCACINO ICE
12      12     0     
Short Story
Coldest Husband
64      47     0     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...
A Boy. A Girl.
927      505     5     
Short Story
She is a nobody. Remains unnoticed by everybody. He is the eye-candy. Tempting, untamed; the life of a party. Here\'s their story...
The Dumb Love
131      92     0     
Romance
Aku bukan cewek pendiam, namun jika bicara soal cinta, aku mendadak menjadi bisu. Aku; keturunan kampung yang mengharapkan seorang kota. Apa aku bisa mendapatkanmu?