Read More >>"> CELOTEH KUTU KATA (KUTUKU, KUTUMU, KUTU KITA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - CELOTEH KUTU KATA
MENU
About Us  

KUTUKU, KUTUMU, KUTU KITA

 

 

 

            Napas ini, sedetik pun tak kan pernah henti, menyebut dan memanggil nama Illahi dalam upaya menangkis serangan kutu yang mulai gencar meracuni penghuni bumi. Namun barisan kutu yang sudah menginvasi kepala setiap jiwa, memaksa semua orang untuk tak lagi percaya pada ajaran agama. Di bawah pengaruh kutu yang tak henti menebar virus, manusia jadi lebih percaya pada kisah sinetron  daripada nukilan ayat suci. Karena ppengaruh kutu, manusia kehilangan jati diri.

            Di otakku, kutu berkembang menjadi pemikiran liar untuk mendobrak segala aturan yang menurutku tak benar. Kutu-kutu itu menggerakkan setiap persendian agar senantiasa menjadi pribadi yang ingkar. Kawanan kutu itu menggariskan setiap jalan yang harus kulalui, seolah aku memang ditakdirkan hanya sebatas jadi orang pinggiran. Orang yang menjadi boneka bagi mereka yang menamai dirinya Penguasa.

            Di otakmu, pasukan kutu menjadi ramuan candu yang membuatmu mabok pada kemewahan. Kutu telah menghapus memorimu tantang hakekat hidup yang semestinya tidaklah begitu. Demi ambisi yang meraja, kau tak lagi peduli pada penderitaan sesama. Bahkan menari di atas luka orang lain, bagimu menjadi hal yang biasa. Kutu telah membuatmu lupa, bahwa lebih baik makan lauk garam tetapi nyata, daripada makan nasi lauk ayam panggang tetapi hanya mimpi. Pasukan kutu itu benar-benar telah membutakanmu. Buta mata, buta hati, dan buta rasa. Heh! Sepertinya kutu yang bercokol dalam kepalamu lebih ganas dari kutu yang menggerogoti otakku. Ya untungnya karena tikaman para kutu, aku justru sudah lupa apakah dulu aku pernah punya otak atau tidak.

            Begitu ganasnya serangan kutu-kutu itu, sekarang hidup kita tak lebih menyerupai seonggok batu. Kutu telah membuat kita lupa, bahwa ada campur tangan Yang Maha Kuasa di dalam setiap desah napas yang melewati lubang hidung kita yang penuh upil karena kita tak mampu lagi untuk sekedar membeli kapas. Jadi akui saja bahwa kutuku, kutumu, telah sepakat untuk menjadi kutu kita.

            Karena pengaruh kutu yang terus meracuni isi kepala, kita jadi lebih mudah meragukan kekuatan tangan Sang Pencipta.

            Kadang kita meminta pada Tuhan, setangkai mawar yang indah. Namun Tuhan memberi kita kaktus berduri. Kita meminta pada Tuhan seekor cendrawasih, tapi Tuhan memberi kita seekor ulat bulu. Lantas kita pun marah dan kecewa. Bahkan lantas kita menuding bahwa Tuhan tak lagi sayang pada kita. Atas pengaruh kutu, kita sedih dan tak mau terima atas keadaan itu. Otak dan pikiran kita dikendalikan para kutu untuk tidak lagi berdoa pada kesia-siaan seperti yang perna kita dapat.

            Suatu saat ketika pasukan kutu tenggelam dalam pesona nisbi kaum wanita, kaktus berduri itupun berbunga sangat indah. Dan ulat berbulu itupun bermetamorfosis menjadi kepompong untuk kemudian menjelma jadi seekor kupu-kupu yang cantik. Kita pun terlena di balik rasa takut jika kutu-kutu itu terjaga dari pesona.

            Seiring kepak sayap kupu-kupu yang mulai mencari madu pada bunga kaktus yang cantik, perlahan tapi pasti kita mulai menyadari bahwa jalan Tuhan akan selalu indah pada waktunya. Kita hanya dituntut untuk sedikit bersabar dan senantiasa berprasangka baik, karena Tuhan jauh lebih tahu dengan apa yang kita butuhkan.

            Hanya saja kutuku, kutumu, dan kutu kita, tak rela memberi kesempatan agar kita bisa sedikit saja mencium aroma surge. Kutu kita ingin yang sebaliknya. Mereka hendak menjadikan kita sekutu tatkala nanti mereka berada di kerak neraka.

            Lamat-lamat pernah kudengar perbincangan sepasang merpati tentang akan datangnya sebuah masa yang lebih lama dari berjalan masa yang sekarang ini.

            Jangan bangga dengan rumah bagus dan besar karena rumah terakhir kita adalah kuburan.

            Jangan bangga dengan baju bagus karena baju terakhir kita adalah kain kafan.

            Jangan bangga dengan kendaraan yang bagus karena kendaraan terakhir kita adalah keranda.

            Sedangkan kutuku, kutumu, dan kutu kita, tak akan pernah mengerti adanya kehidupan setelah kematian. Jadi waspadalah! Mari kita tekun bersujud sebelum jasad dimakan kutu tanah.

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (11)
  • dede_pratiwi

    Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)

    Comment on chapter PRAKATAKUTU
Similar Tags
Jurus PDKT
8      8     0     
Short Story
Heran deh.. Kalau memang penasaran kenapa tidak dibuka saja? Nina geleng-geleng kepala. Tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya Windi yang tengah tersiksa dengan rasa penasaran ditambah cemas.
BlackBox
45      35     0     
Horror
"Please don't hear her voice." the mystery box is in your hands. be careful!
Perihal Waktu
8      8     0     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
All About You
10      10     0     
Romance
Kau seperti lentera yang mampu membawa cahaya dalam kegelapan Kau adalah orang yang spesial yang selalu ada untukku Aku pergi Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang berharga untuk diingat Tapi aku meninggalkan hatiku untukmu
Akselerasi, Katanya
9      9     0     
Short Story
Kelas akselerasi, katanya. Tapi kelakuannya—duh, ampun!
Dia yang Terlewatkan
9      9     0     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
SIREN [ RE ]
11      11     0     
Short Story
nyanyian nya mampu meluluhkan hati. namanya dan suara merdunya mengingatkanku pada salah satu makhluk mitologi.
Denting 12
9      9     0     
Short Story
Tak masalah untukku kapanpun kau singgah. Jika menetap buatlah aku terbiasa. Jika sudah, ya sudahlah aku pasrah.
When Home Become You
9      9     0     
Romance
"When home become a person not place." Her. "Pada akhirnya, tempatmu berpulang hanyalah aku." Him.
HER
12      12     0     
Short Story
Temanku yang bernama Kirane sering memintaku untuk menemaninya tidur di apartemennya. Trish juga sudah biasa membuka bajunya sampai telanjang ketika dihadapanku, dan Nel tak jarang memelukku karena hal-hal kecil. Itu semua terjadi karena mereka sudah melabeliku dengan julukan 'lelaki gay'. Sungguh, itu tidak masalah. Karena pekerjaanku memang menjadi banci. Dan peran itu sudah mendarah da...