“Apa saat istirahat, ponsel kita juga tetap berada disana?” Tanya Dion pada Ilham yang duduk di samping kanannya. Sekilas Dion melirik kotak kecil yang berada di atas meja guru.
“Iya,” Jawab Ilham tersenyum geli. Ilham paham, pasti Dion bingung dan heran dengan peraturan tersebut.
Kelas tampak lengang, karena hampir seluruh murid keluar dari kelas dan hanya meyisakan beberapa orang saja. Sebelumnya, tadi pagi mereka juga sudah saling berkenalan dengan Dion di jam pelajaran pertama bersama Pak Hakim dan Kepala Sekolah, sehingga saat ini mereka tidak perlu lagi saling memperkenalkan diri. Cukup saling menyapa saja.
“seperti yang dibilang Pak Hakim dan Kepala Sekolah, jika lo butuh bantuan, bilang aja ke gue.” Boni menghampiri Dion usai mengerjakan latihan ekonomi di mejanya yang berada di pojok kelas.
“Oh, baiklah,” Sahut Dion tersenyum.
“Gue harap lo bisa cepat beradapatasi dengan lingkungan sekolah, khususnya dengan kelas ini. Untuk lebih detail, lo bisa baca peraturan kelas kita di kertas hitam yang berbingkai putih di luar kelas dekat pintu masuk.”
“Peraturan kelas?” Dion mengerutkan dahi. Terdengar aneh baginya.
“Begini, pihak sekolah memberikan kebebasan terhadap masing-masing guru kelas untuk membuat peraturan khusus kelasnya, asalkan peraturan itu tidak menyalahi aturan pihak sekolah. Lo juga harus baca peraturan kelas lain. Karena ada kelas yang menerapkan peraturan, jika kelas tersebut tidak boleh di kunjungi oleh murid kelas lain,” Jelas Boni.
Dion tersenyum mengangguk paham dengan penjelasan Boni. Tidak heran menurutnya jika Boni dipilih menjadi ketua kelas. Sejak melihatnya tadi pagi, dia seseorang yang cepat tanggap dan dapat diandalkan.
Tetapi, Dion tidak paham dengan sekolah ini, mengapa memakai “peraturan kelas”. Bukankah itu membuat segalanya mejadi rumit. Seperti yang di katakan Boni, bahkan ada kelas yang tidak boleh di kunjungi. Apa maksudnya menerapkan peraturan seperti itu?
“Kau benar-benar tidak tahu tentang ini?” Tanya Ilham dengan topik yang berbeda, usai Dion dan Boni membicarakan tentang peraturan kelas.
“Mereka juga punya privasi,” Jawab Boni santai.”Gue lapar, nih! Lebih baik kita makan dari pada bahas tentang mereka. Nggak ada gunanya juga, kan.”
“Gue kasih tau ya, mending, lo nggak usah ke kantin, deh. Kantin pasti heboh karena ini,” Sambung Jeni yang asik mengerjakan soal latihan ekonomi di mejanya.
“Memang hubungannya sama gue apa?”
“Gue salut sama anak IPA 1, mereka berani protes dan berani bertindak.” Beberapa siswi masuk ke kelas dengan membahas topik yang sama, yang baru saja di bahas oleh mereka yang berada dikelas.
“Kelas gila! Hanya karena itu, satu kelas bolos. Apa mereka nggak mikir ke depannya bakal gimana.”
“Kayaknya besok bakal seru, nih, liat satu kelas di hukum.”
“Mungkin mereka bakal di DO satu kelas, kali,” Ujar seorang dari mereka sambil melirik ke arah Boni yang hendak keluar kelas.
“Kenapa lo melirik ke gue?” Tanya Boni santai.
Dion merasa ada hubungan yang cukup dekat antara Boni dengan kelas 11 IPA 1, kalau tidak, mana mungkin, Ilham bertanya tentang kejadian pagi tadi padanya. Selama dia duduk di dekat Ilham dari pagi tadi, baru ini Ilham membicarakan tentang kelas itu. Sebenarnya, seperti apa kelas 11 IPA 1 itu? Bukan, kah, seharusnya itu merupakan kelas yang berisikan orang-orang kutu buku yang berprestasi?
Udah namatin novel zor the teenager eh ternyata ada kelanjutannya disini, telat tau :')
Comment on chapter 0.1 | Bonus!