Read More >>"> L for Libra [ON GOING] (6. Libra Terakhir) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - L for Libra [ON GOING]
MENU
About Us  

6. Libra Terakhir

"Hei," panggil Varo lewat telepon. Suaranya menekankan tegasan. "Ke rumahku sekarang."

Claire mengerutkan dahi. Apa-apaan ini? Telepon baru tersambung, tapi tak ada kata sapa. Kalimat perintah malah mendatangi Claire yang baru ingin mengucapkan halo. "Ya, aku akan segera ke sana."

"Jangan lama," tutupnya. Claire menggerutu kesal pada Varo. Bisakah Varo lebih sopan sedikit? Walau pada teman seumuran, bukankah mereka tidak cukup dekat untuk langsung mengatakan kehendak kita dan menutup tanpa salam? Bahkan bersama Lala pun dia tidak pernah seperti itu. Mereka masih memperlakukan satu sama lain dengan hormat.

Claire mengganti bajunya. Setelah menghadapi kenyataan yang menyakitkan itu, malas rasanya beranjak dari tempat tidur. Rambutnya masih acak-acakan bekas menggaruk karena bingung. Pikirannya masih dipenuhi isi surat yang ditulis oleh ibu kandungnya dengan bahasa yang Claire mengerti hanya dalam sekali baca.

Rasa bingung tentu saja masih berada dalam kepalanya. Tentu aneh kalau menyadari bisa sebuah bahasa yang bahkan tidak pernah dipelajari. Claire terduduk sebentar dan menutup matanya. Helaan napas terjadi berulang kali dalam tempo yang cepat. Menghadapi Varo memerlukan sesuatu yang bernama kesabaran.

Drrt

Ponsel Claire kembali berbunyi. Sebuah panggilan lagi dari Varo. Claire mengangkatnya sambil mengaktifkan mode pengeras suara.

"Hei, belum keluar dari rumahmu, kan?! Cepat! Lambat sekali, sih. Bahkan siput bisa berjalan lebih cepat daripadamu," marahnya. Claire menutup sambungan itu dan berlenggang sekenanya. Baginya ocehan Varo tidak ada artinya sama sekali.

"Kak Genta, aku pinjam motor, ya," izin Claire.

Genta menatap Claire lamat. "Tidak," katanya.

"Ayolah."

"Tidak."

"Aku traktir, deh."

"Es krim dalam perjalanan pulang. Jangan lupa," kata Genta mengakhiri debat singkat itu. Genta kembali sibuk dalam kertas dan pensilnya. Walau menyebalkan, Genta adalah seorang pembuat lagu yang menakjubkan. Banyak lagu yang sudah dipublikasikannya.

Selain seorang pembuat lagu, Genta adalah seorang penyanyi. Suaranya yang merdu dikenal orang-orang yang bahkan tidak mengenali wajahnya. Banyak penyanyi terkenal yang ingin berduet dengannya, namun ditolak.

 "Sombong," kata Claire yang sedang membersihkan debu dengan kemoceng, saat mendengar penolakan Genta pada sebuah agensi. Genta hanya mengangkat bahunya.

"Aku bekerja untuk kebahagiaanku. Hal-hal yang berkenaan dengan popularitas tidak berlaku untukku. Bagiku, hidupku hanyalah kamarku, serta suara emasku." Sisi narsis Genta keluar. Mau tak mau, Claire menampar Genta dengan kemoceng.

Claire menerima kunci motor dari kakaknya dan mengendarai motor itu menuju rumah Varo. Sebenarnya jalan kaki pun sampai. Tapi Claire merasa malas. Walau dirinya belum mendapat SIM, dia memberanikan diri untuk mengendarai motor itu keluar ke jalan raya.

"Akhirnya sampai juga," seru Varo kesal saat melihat Claire sampai di depan rumah. Waktu tempuh Claire ke rumah Varo tidak sampai sepuluh menit. Karena itulah Varo bisa menebak kalau Claire belum bergerak dari rumahnya sejak pertama kali Varo menelponnya.

"Kenapa lama sekali, sih?" marahnya. Claire menutup telinganya dan masuk ke dalam rumah. Claire bisa melihat bingkai foto itu. Foto keluarga yang misterius bagi Claire. Apa benar mata mereka berubah menjadi merah? Claire termenung menatap foto itu.

"Hai, Claire," sapa mama Varo, "kenapa berdiri tegak di sana? Mari, duduk."

Claire menatap Varo. Varo masuk ke dalam kamarnya dan mengambil buku. Claire mengerti maksud Varo. "Kamu minta aku mengajarmu sekarang?"

Varo mengangguk.

Mama Varo tersenyum kecil. "Kamu tahu, Claire? Varo adalah anak yang nakal. Walau begitu, kami sebagai orangtua tidak pernah mempermasalahkan itu. Asalkan nilai Varo memuaskan kami sudah senang sekali."

Claire menatap mama Varo bingung. "Biasanya orangtua ingin anaknya dididik secara sikap si sekolah. Bahkan tak jarang ada orangtua yang memarahi anaknya jika dipanggil ke sekolah."

"Ya, pendidikan sikap kan diterima dari rumah. Jadi kami pikir itu tidak terlalu penting. Kami yang kurang mendidiknya dalam hal ini." Perkataan mama Varo seakan menjawab pertanyaan dalam pikiran Claire. "Karena itu, saya sangat senang ketika kamu diutus Bu Sari untuk mengajar Varo. Itulah permintaan saya padanya."

Claire mengangguk mengerti.

"Saya ke dapur dulu, ya. Kalian belajar saja." Mama Varo beranjak pergi meninggalkan Varo dan Claire berdua di ruang tamu.

Claire mulai mengajari Varo. Varo hanya terbengong menatap mata Claire. Claire yang merasa diperhatikan balik menatap Varo. Varo yang salah tingkah hanya bisa menunduk malu karena ketahuan.

"Claire, tatap mataku," kata Varo tiba-tiba.

Claire menaruh pensil di atas meja dan menatap mata Varo.

1 detik, 2 detik, 3 detik

60 detik

Claire membelalakkan matanya. Varo terloncat. "Matamu ungu," kata Varo.

"Matamu merah. Seperti yang kulihat di bingkai foto besar itu," kata Claire sambil menunjuk foto keluarga Varo. "Jadi aku tidak berhalusinasi?"

Mama Varo kembali ke ruang tamu dan mendapati kedua remaja di depannya sedang dalam kondisi yang tidak seperti biasa. "Ada apa?"

"Ma, mata ungu itu dari keluarga apa?" tanya Varo tiba-tiba. Mama Varo terlihat bingung.

Claire menebak kalau mama Varo tidak tahu apapun soal perubahan warna mata. Buktinya, saat Varo bertanya apakah Claire sama sepertinya saat Claire berada di rumah Varo untuk pertama kalinya, mama Varo tampak bingung.

"Apa kamu juga mengalami apochromatismó?" tanya mama Varo.

"Apochromatismó?" tanya Claire. Bahasa itu sungguh aneh di telinganya. Tapi anehnya, dia seakan mengerti.

"Maksudku, perubahan warna pada matamu." Mama Varo menatap mata Claire dalam waktu 60 detik dan terbengong saat melihat warna mata Claire. "Matamu ungu?"

Claire mengangguk.

"Tidak ada keluarga dengan warna ungu selain ..." gumam mama Varo. Claire semakin tidak mengerti.

"Kamu pulang saja, deh." Varo mulai bertindak sekenanya. "Cepat pergi!"

"Iya, aku pergi. Saya pamit pergi, tante." Claire keluar dari rumah Varo dengan kesal. Dengan paksaan Claire diminta kemari, dengan paksaan pula Claire diusir pergi. Varo menyebalkan!

🍁🍁🍁

"Ada apa, ma?" tanya Varo saat mamanya terduduk di sofa ruang tamu. Pada waktu yang sama, papanya pulang dari kerja.

"Ada apa, ma?" tanya papa yang melihat istrinya termenung.

"Anak itu."

"Claire?"

"Matanya berwarna ungu, pa." Mama berdiri dan meraih tangan papa. Papa membelalak.

"Berarti dia anggota keluarga Libra?" tanya papa masih terkejut. Varo tidak mengerti dengan arah pembicaraan orangtuanya. Mengapa kedua orangtuanya sangat kebingungan dengan warna ungu dari mata Claire?

"Ya, dia Libra terakhir yang ada di dunia ini maupun Mythia. Dialah satu-satunya harapan kita," kata mama bersemangat. Papa mengerutkan keningnya sambil berpikir, "Kalau begitu dia pasti sedang dikejar oleh Antarton."

🍁🍁🍁

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love in the Past
313      258     4     
Short Story
Ketika perasaan itu muncul kembali, ketika aku bertemu dengannya lagi, ketika aku harus kembali menyesali kisah itu kesekian kali.
I N E O
132      53     0     
Fantasy
❝Jadi, yang nyuri first kiss gue itu... merman?❞
Sejauh Matahari
10      10     0     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Melting Point
128      55     0     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...
Blocked Street
220      104     0     
Horror
Ada apa dengan jalan buntu tersebut? Apa ada riwayat terakhir seperti pembunuhan atau penyiksaan? Aryan dan Harris si anak paranormal yang mencoba menemukan kejanggalan di jalan buntu itu. Banyak sekali yang dialami oleh Aryan dan Harris Apa kelanjutan ceritanya?
Coldest Husband
44      28     0     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...
Konspirasi Asa
41      21     0     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai amb...
Bintang Biru
78      40     0     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
DariLyanka
40      24     0     
Romance
"Aku memulai kisah ini denganmu,karena ingin kamu memberi warna pada duniaku,selain Hitam dan Putih yang ku tau,tapi kamu malah memberi ku Abu-abu" -Lyanka "Semua itu berawal dari ketidak jelasan, hidup mu terlalu berharga untuk ku sakiti,maka dari itu aku tak bisa memutuskan untuk memberimu warna Pink atau Biru seperti kesukaanmu" - Daril
Simbiosis Mutualisme
7      7     0     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.