Read More >>"> BlackBox (Seven, Magic Association) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - BlackBox
MENU
About Us  

Petinggi Asosiasi Sihir adalah sekumpulan orang-orang yang hebat dalam bermacam bidang dan keahlian. Masing-masing individunya memiliki keahlian masing-masing dan ciri khas dari mantra yang mereka ciptakan. Untuk saat ini, sudah lengkap tujuh orang Petinggi Asosiasi dengan satu Grand Master dan enam Master. Setiap Master memiliki bidang sihir ahli masing-masing, sementara Grand Master menguasai keenam bidang itu.

   Nama Grand Master Asosiasi Sihir saat ini adalah Ambire Lucan, sering dipanggil Elder Lucan atau Tetua Lucan. Dari tujuh orang, dia nomor dua paling tua setelah Eternal Librarian, Urainte Huska yang memang berwujud Spirit dan tentunya tetap awet muda. Dan dari tujuh orang, dia termasuk satu dari tiga anggota yang berasal dari ras manusia, sisanya dari ras atau makhluk yang lain.

   Karena usianya yang sudah tua untuk ukuran manusia, ia ingin segera mencari pengganti yang cocok untuknya. Maka dari itu, ia sedang memikirkan dari enam orang bawahannya, siapa yang paling cocok untuk duduk sebagai Grand Master selanjutnya. Ia juga sudah menyiapkan ujian yang cocok untuk calon, membuktikan pada lima Master dan dirinya sendiri bahwa orang tersebut memanglah cocok. Dari keenam Master, orang yang amat ia percayai adalah Loth dan Laura, meskipun orang menjadi tangan kanannya langsung adalah Jason.

   Niele Laura adalah seorang kawan lama, yang beda umur keduanya sampai sepuluh tahun. Ia dan Laura adalah seorang Partner dari misi-misi lama hingga ia sendiri diangkat menjadi Grand Master tiga dasawarsa lalu. Wanita itu energik dan punya semangat yang tinggi, sayangnya ia sekarang sudah berkepala lima, tubuhnya mulai dimakan oleh usia begitu juga semangat dan kemampuannya di masa muda dulu.

   Begitu juga dengan Loth Orkney, dia jugalah seorang kawan lama. Umur mereka tidaklah terpaut jauh, hanya dua tahun, tapi ia tetap dapat tampil lebih muda karena elixir yang ia racik. Akibatnya, ia dapat mempertahankan penampilan awet mudanya begitu juga dengan istrinya, Morgausse. Sayangnya, orang yang satu ini tidak masuk dalam opsi pilihan Lucan.

   Kalau dilihat dari biodata dan rekam jejak, Jason adalah orang yang cocok. Ia adalah pemimpin dari ekspedisi Kapal Argo yang mencoba untuk melintasi laut guna mencari bulu emas. Sekembalinya dari ekspedisi itu dengan membawa serta bulu emas, ia akhirnya menguasai sebuah daerah di Selatan meskipun ras asalnya dipandang lemah, Half-Elf. Pencapaian yang ia peroleh ini mengubah pandangan semua orang tentang ras Half-Elf yang selama ini mereka anggap ras dari perkawinan tabu.

   Mata Lucan kembali beralih, melihat kembali biodata bawahannya yang lain. Sekarang ia berhenti di gambar portrait seorang wanita berwarna merah yang sempat terkenal setelah Insiden Sinara. Namanya adalah Alkiey Hartein, seorang High Elf yang merupakan murid langsung dari Petinggi Asosiasi terdahulu. Ia masih muda, dan amatlah bersemangat, Lucan tahu dari gerak-geriknya. Sebagai seorang High Elf, ia amat ahli dalam sihir menyerang. Pada Insiden Sinara, ia termasuk dalam tim divisi khusus sebagai asisten gurunya, yang ia dapati gugur karena melindunginya. Karena amarah dan dendam, ia langsung saja membombardir semua Tyran yang berada di depan matanya, menyebabkan ceruk kawah semakin lebar dan Penyihir Abadi lawan mereka kewalahan.

   Lucan mengelus-elus janggutnya, kembali melihat lembaran lain tentang Master. Sekarang ia beralih ke seorang yang jauh lebih tua daripada dirinya sendiri dan menjadi Master tetap selama puluhan generasi. Nama sosok itu adalah Urainte Huska, yang dikenal dengan julukan Eternal Librarian atau Fairy of Wisdom. Ia adalah pemegang kunci harta sejati dari dunia, yaitu ilmu dan kebijaksanaan. Nama tempat yang ia jaga adalah Library, perpustakaan magis yang menyimpan ratus ribu bahkan jutaan eksemplar buku yang menyimpan ilmu-ilmu dunia. Meskipun ia memiliki semua itu, tapi ia tak selalu bisa menggunakannya. Contohnya saja adalah peristiwa melompati Dunia Paralel, yang secara teoritis masih diperdebatkan hingga saat ini. Materi itu dijabarkan secara rinci di salah satu bukunya. Sayangnya, ia tak bisa sedikitpun mempraktikan cara melompati Dunia Paralel.

   Sepanjang berdirinya Asosiasi Sihir, Urainte Huska sudah tiga kali ditunjuk langsung oleh Grand Master sebelumnya untuk duduk menggantikan jabatan mereka. Tetapi Huska menolak dengan sopan dan gelengan kecil. Meskipun ia yang paling senior, tapi dialah pula yang paling misterius. Tidak ada orang di dunia ini yang tahu siapa dia, bagaimana rupanya, atau berasal dari mana dia. Dengan dalih semacam itu, ia berhasil menghindar dari tunjukkan langsung tiga Grand Master sebelumnya.

   Orang selanjutnya adalah seorang pria penyair dari ras Druid yang mendiami Hutan Magis Alakta. Sosok berambut coklat itu sanggup menenangkan Si Bijaksana yang merajai seluruh kehidupan di Alakta dengan menyanyi dan menyairkan beberapa gurindam lama penuh legenda. Karena kemampuannya itu, Murf Reynald lebih dikenal dengan julukan The Poet. Ia adalah sosok intelek yang lebih sering menggunakan kepala dinginnya untuk menyelesaikan masalah.

   Dan orang terakhir, sosok jenius dari ujung Benua Unomi, Florence Orkney. Harus Lucan akui, menemui sebuah karunia dunia semacam Florence bukanlah kesempatan yang sering terjadi.

   Cerita gadis itu dimulai ketika Kakaknya sendiri dijebloskan ke dalam Penjara Dimensi empat tahun lalu. Itu amatlah ironis, karena ilmu tentang Penjara Dimensi diciptakan oleh ayah mereka sendiri. Selepas dijebloskannya Erno, ibunya mulai menyusul kematian ayahnya dua bulan kemudian diakibatkan stress yang tak kunjung terobati. Ia hidup sebatang kara. Melihat ini, Hartein dengan sepenuh hati mengangkat Florence menjadi anak didiknya.

   Saat itu, ia masih berusia empat belas tahun, dan harus menyaksikan keluarganya yang satu-persatu lenyap dari pandangannya. Ia hampir tak punya tujuan, tapi Hartein dan semua Petinggi yang bersimpati memberinya sebuah tujuan hidup baru: hidup untuk orang lain.

   “Kau adalah orang yang jenius, aku yakin itu. Jadi, mari gunakan ilmu yang dikaruniakan kepadamu itu demi orang lain,” begitulah kalimat yang Hartein ucapkan saat itu, yang membuat Florence menyalakan kembali semangatnya yang padam. Semenjak itulah, ia bercita-cita untuk menjadi salah satu dari Master.

   Dan cita-cita itu bukanlah sebuah impian belaka bagi Florence. Hanya dalam dua tahun, ia sudah lulus dari Akademi Hyulida dan melanjutkan sebagai asisten serta murid dari sang Grand Master. Lucan tidak ragu menjadikannya murid, malahan ia senang dan ikhlas demi seorang kawan lama.

   Dua tahun selanjutnya, ia lolos ujian dan semua Master lain setuju mengangkatnya menjadi Master baru, yang mewarisi kursi milik Loth serta julukannya selama ini, The Talon.

   Dengan berbagai pertimbangan, Lucan tetap bingung untuk memilih siapa di antara enam Master, meskipun nominasi yang paling tinggi adalah Jason. Tapi, ia tidak boleh terburu-buru. Masih ada waktu untuk nanti, dan ia tidak mau tergesa-gesa.

   Suara kesiur angin halus terdengar dari perapian hangat yang menyala. Lucan menutup buku, menyisihkan semuanya tadi untuk urusan nanti. Sekarang, ia kedatangan tamu. Dilihat dari cara pendatang ini masuk, terlihat betul bahwa ada suatu berita yang ingin disampaikan cepat.

   “Tidak biasanya kau mampir ke sini, Huska.” Lucan berdiri memungungi dan menghadap jendela. “Apa ada suatu gejolak di Library?”

   Meskipun Huska berwujud asli Spirit, ia dapat mengubah wujudnya menjadi makhluk lain dengan sihir ilusi yang memang menjadi keahliannya. Sehari-hari ia tampil sebagai gadis elf muda yang memakai jubah coklat tua. Tak banyak orang yang menyaksikannya seperti itu, dikarenakan ia sering kali mendekam di Library. Karena ia bukan manusia, ia tak perlu makan, minum, ataupun beristirahat.

   Biasanya, ia akan muncul pada keadaan tertentu. Contohnya seperti rapat tahunan atau rapat mendadak, itupun Lucan harus memanggil dan membujuknya untuk keluar sebentar dari Library. Tapi saat ini, ia datang sendiri ke tempat Lucan. Ia pasti membawa berita penting.

    Huska hanya menjawab dengan anggukan penuh setelah wujudnya yang serupa udara tadi telah menyatu menjadi sosok elf. Huska memilih berdiri daripada duduk di tempat yang telah tersedia, ia terlihat amat tergesa-gesa.

   “Lucan, aku punya firasat buruk tentang apa yang akan terjadi setelah ini.” Huska berjalan mendekati Lucan, lalu berbisik kecil, “Penyihir Abadi akan kembali.”

   Lucan langsung saja menoleh dan mengernyitkan dahinya, “apa itu yang disampaikan Library padamu, Huska? Jika itu benar, kita harus bertindak cepat.” Lucan bergegas mengambil beberapa perkamen lama yang menyimpan dokumen tentang Penyihir Abadi, ia juga sudah bersiap pergi memanggil sisa Master untuk berkumpul.

   “Hati-hati Lucan, kali ini mereka datang membawa kekuatan yang telah mereka bangun.”

   “Mereka?” dahi Lucan semakin terlipat. “Jika ini hanya candaan, maka kau punya selera yang buruk untuk mengambil topik tabu ini. Satu Penyihir Abadi saja mengerahkan ribuan nyawa orang. Hanya Dewa dan Dewi sajalah yang tahu apa yang akan terjadi bila mereka datang serempak!”

   Keduanya keluar dari ruangan itu dan bergegas berjalan menuju ruang diskusi di ujung koridor. Di sana, Lucan langsung memanggil kelima anggota lain dengan Mantra Pemanggil dengan pesan bahwa keadaan sekarang adalah keadaan yang amat genting.

   Orang yang selalu datang pertama adalah Jason. Selanjutnya adalah Reynald dan Laura, dan yang terakhir adalah Hartein dan Florence. Setelah semuanya berkumpul, barulah Lucan membuka topik diskusi dengan sepotong kalimat: “Penyihir Abadi telah bergerak.”

   Kontan saja, semua wajah di sana langsung berubah menjadi tegang. “Apa itu benar Tetua Lucan? Jika itu benar, aku rasa kita akan kewalahan. Setelah insiden Sinara dan Herte, kita kehilangan banyak orang.”

   “Sayangnya itu benar, Hartein. Sekarang, marilah kita susun strategi guna melawan mereka.”

   “Bagaimana dengan eliminasi satu-persatu seperti yang kita lakukan di Herte?” ungkap Jason. “Aku rasa, dengan metode seperti itu, kita dapat membatasi pergerakan mereka.”

   “Dan itu akan jadi mimpi buruk bila ada dua atau lebih Penyihir Abadi yang telah menunggu kita!” tegas Hartein. “Jason, aku tidak menyalahkan strategimu, tapi metode yang sama tidak bekerja dua kali. Kita butuh rencana lain.”

   “Bagaimana? Dengan menunggu mereka untuk datang ke kita? Oh itu sama saja bunuh diri, Hart—”

   “Sudah cukup! Hentikan perdebatan kalian!” tegas Lucan lantang. “Sekarang bukan saatnya kalian berdebat seperti biasanya! Aku mohon, Jason dan Hartein, aku mohon kalian kecilkan ego kalian untuk saat ini saja.” Keduanya langsung kembali duduk tenang, tertunduk patuh.

   Lucan kembali menyisir kembali semua anggotanya, melihati wajah-wajah mereka. Dari sana, ia berkata, “Reynald, kau pasti punya ide, bukan?”

   “Ideku sebenarnya tidak terlalu beda jauh. Menurutku mengeliminasi mereka merupakan opsi terbaik. Tapi, bagaimana cara kita untuk agar kita tidak terperangkap dalam jebakan? Kita tidak bisa memungkiri itu, semua jalan ada risikonya masing-masing.”

   Lucan berpikir sejenak, memikirkan alternatif lain yang lebih aman, jawabannya nihil. “Kalau begitu mari kita buat tim divisi khusus lagi untuk melawan mereka.” Itu keputusan berat, tapi mereka tidak punya opsi yang lebih baik lagi. “Membangun tim dan menghabisi mereka sebelum mereka bergerak merupakan jalan yang bagus.” Lucan berdiri, mengangkat tangannya, “rekruit orang yang kalian percayai untuk ini. Ingat, karena kita ingin menyerang mereka terlebih dahulu, kita harus menjaga kerahasian. Mengerti?”

   “Mengerti!” jawab semua orang serempak. Selepas itu, mereka langsung bubar meninggalkan ruangan.

   “Huska, Jason, Florence, kalian tetap di sini. Ada beberapa hal yang harus kubicarakan.” Mendengar itu, ketiganya kembali duduk. Lucan menggerakan tangannya, menyuruh Huska dan Jason mendekat dan mengajak mereka berdiskusi sejenak, meninggalkan Florence yang duduk manis dan diam itu. Setelah cukup dekat, Lucan langsung membuka topik penting yang harus ia diskusikan sebelum mengatur strategi selanjutnya.

   “Berapa jumlah mereka, Huska?”

   “Sembilan orang.”

   “Sisa dari semuanya, ya.” Jason mengelus dagunya, berpikir lagi. “Apa hanya itu saja yang kita ketahui?”

   “Akan aku telusuri lagi di Library.” Huska mengeluarkan peta dari jubahnya, lalu membukanya. Itu adalah peta Benua Unomi. Di sana terdapat tiga Kerajaan yang berdiri. Di Barat berdiri Miriadin, di tengah terdapat Laitan, sementara di Timur terdapat Atruia. Di tengah Unomi, lebih tepatnya di Ibukota Hyulida, terdapat Ygradasil yang berdiri kokoh. Sementara teknologi dari Dwarf berkembang cepat di Kerajaan Atruia.

   Tiga kerajaan itulah yang berkuasa di Unomi dengan tiga ras berbeda sebagai pemimpinnya. Miriadin dipimpin oleh manusia, Laitan dipimpin oleh Elf, sementara Atruia dipimpin oleh Dwarf. Dengan keadaan seperti ini, seharusnya kedamaian dapat tercapai.

   “Sembilan Penyihir Abadi tersebar merata di seluruh Penjuru Unomi. Mencarinya satu-persatu bukan urusan yang sepele.”

   “Kau punya cara lain, Huska?”

   Huska mengangguk, “kita buat miniatur Unomi, lalu kita tabur Will o Wisp di miniatur itu. Dengan beberapa perkamen dan mantra, kita dapat tahu di mana letak mereka, debu Will o Wisp akan mengitari area di miniatur.”

   Lucan mengangguk mengiyakan, “baiklah. Kalian berdua cari informasi tentang Penyihir Abadi selengkap mungkin, aku percayakan kalian itu. Jika bisa, malam ini informasi itu harus siap tersedia. Kalian mengerti?”

   Keduanya mengangguk paham, lalu bergegas keluar. Florence masih terduduk di kursinya, menunggu arahan dari Lucan. “Atas perihal apa And—”

   “Kau tidak usah ikut dalam misi kali ini, Florence.” Lucan berdiri dari duduknya, lalu mengelus halus pundak Florence. “Aku berjanji di depan nisan keluargamu bahwa kau tidak akan terlukai atau mati.”

   “Tapi, Tetua—”

   “Kau adalah yang termuda dari para Master. Kau masih punya masa depan yang lebih cerah dibanding kami yang tua ini, Florence. Aku pastikan kami kembali dengan selamat.” Dengan itu, Lucan pergi mendahului, meninggalkan Florence yang terdiam di sana.

   Meskipun ia berkata bahwa ia akan kembali, tapi itu tidak. Satu Penyihir Abadi menewaskan ribuan orang, bayangkan saja jika jumlah mereka ada sembilan. Itu merepotkan. Dengan langkah kecil yang bertopang tongkat, Lucan tua itu bersegera menyiapkan diri dan menunjuk beberapa muridnya untuk bergabung.

   Pertarungan baru saja dimulai.

                                                                                                     ***

Ketika malam jatuh ke dunia, lebih tepatnya ketika denting jam di Palaza Hyulida berbunyi, menandakan bahwa jam malam mulai berlaku untuk penduduk dan para serdadu turun ke jalanan demi keamanan Ibukota. Sebenarnya, berlakunya jam malam tidak lain hanyalah untuk memudahkan pasukan penjaga untuk mengawasi. Mereka tidak disuruh pulang, hanya masuk ke dalam bangunan. Entah itu kedai minum yang buka hingga pagi menjelang atau bahkan rumah bordil di gang-gang sempit yang memuaskan hasrat.

   Tapi tidak dengan Florence. Ia berjalan dengan santainya melintasi taman di Palaza, lalu duduk di salah satu kursi taman besi yang mendingin. Pikirannya berkalut disebabkan tidak diterimanya dia dalam divisi khusus manapun. Meskipun ia bersikeras kepada Tetua Lucan dan memohon pada Hartein untuk dijadikan asisten di medan perang. Tapi semua orang menolak dengan gelengan tegas dengan dalih bahwa Florence masih terlalu muda untuk ikut dalam medan perang.

   Sekarang sedang musim semi, di mana bunga-bunga bermekaran kembali setelah melalui musim dingin selama kurang lebih tiga bulan. Dari ribuan bunga dan beragam jenisnya yang berkuncup di sana, ia memetik hanya setangkai dari mereka, yaitu bunga narsis berwarna kuning cerah jika dibandingkan dengan gelapnya malam. Semerbak butir dari mahkota bunga itu berbau harum memekakan hidungnya. Itu bunga yang membawa rasa nostalgik, ia teringat dengan Erno.

   Sering sekali ia mendapati kakaknya itu berbicara sendiri di depan cermin. Ia selalu tersenyum melihat itu, di mana setelahnya ia langsung menghinanya dan mengajaknya bercanda sekali lagi. Ah, waktu itu berlalu dengan cepat. Terkadang, ia bertanya-tanya tentang takdir yang dijatuhkan padanya. Apakah ia memang benar berjalan di jalan berduri ini? Apakah ia harus menderita? Hei, banyak orang terutama teman seumurannya ketika di ia mengenyam bangku akademi yang iri kepadanya. Apakah mereka mengetahui apa yang Florence rasakan? Jawabannya tidak. Hanya beberapa orang di dunia ini yang punya mata sebaik itu.

   Bertahun-tahun ia mendedikasikan hidupnya untuk mengembangkan apa yang ayahnya tinggalkan. Ia mempelajari lagi semua temuan ayahnya, menelaahnya, lalu mengembangkannya lagi. Salah satu hal yang membuatnya tertarik hingga ia rela menghabiskan separuh jam tidur di tiap malam adalah Penjara Dimensi.

   The Talon of Gods, begitulah semua orang menjulukinya. Julukan itu berasal ketika temuan Loth berupa Penjara Dimensi, di mana ia berhasil membuka celah dunia dengan tangannya. Setelah getaran Penjara Dimensi yang terjadi di ruang sel Erno, yang mengakibatkan berubahnya Penjara Dimensi itu menjadi kehampaan total, Florence semakin giat untuk menguak rahasia bagaimana hal semacam itu terjadi.

   Semua orang mengatakan bahwa Erno lenyap ditelan kehampaan. Tapi, Florence tidak percaya itu—hati kecilnya meronta bahwa Erno masih hidup, meskipun ia tak tahu di mana keberadaannya sekalipun. Dan itu benar, Penjara Dimensi milik Erno tidaklah rusak menjadi kehampaan, melainkan menjadikannya tempat untuk melompati ruang dan waktu.

   Hanya Florence sendirilah yang tahu fakta ini—karena hanya dirinyalah sendiri yang melakukan riset ulang untuk mengembangkan teknik ini. Sekarang, ia hanya berharap bahwa Erno tidak jatuh ke tempat yang antah berantah.  Ia mengharap Erno tidak jatuh di lautan tanpa daratan di sepanjang mata memandang atau Padang Pasir Halina yang kejam dengan guyuran hujan setahun sekali atau Teritorial Naga Hijau di Tenggara.

   Ia menangis tertahan, senang bukan main mengetahui bahwa Erno masih hidup meskipun dunia menolaknya untuk tetap ada.

   “Florence?” sapa suatu suara dari balik punggungnya. “Tak kusangka aku bakal bertemu denganmu di sini.”

   Florence langsung menoleh dan cepat menghapus air matanya, menghadap seorang kenalan lama yang paling berjasa di saat jiwanya meragu. “Selamat sore, Guru Enire.”

   Enire langsung tahu bahwa muridnya ini sedang gundah. Ia langsung duduk di sebelahnya, berbasa-basi menanyakan kabar, yang tentunya dijawab “baik-baik saja” oleh Florence. “Kau jenius, Florence. Tapi bodoh untuk berbohong. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?”

   Florence tersenyum lemah, tahu gurunya akan mengatakan hal semacam itu. Ia dengan kepala tetap tertunduk menceritakan kisah selama empat tahun tidak bertemu gurunya ini. Semuanya ia jelaskan, kecuali bagian di mana Erno masih hidup di sudut dunia ini. Setelah selesai, ia akhirnya diam memandangi bunga dafodil yang terkulai lemah di telapak tangannya itu.

   “Kau menyembunyikan sesuatu, Florence. Itu sudah menjadi kebiasanmu dari kecil ketika kau berbicara menunduk, kau pasti menyembunyikan suatu hal atau berbohong. Dasar. Sekarang kutanya, apa yang kau pikirkan?”

   Dengan tubuh gemetaran, Florence mulai bercerita fakta yang terjadi dengan Penjara Dimensi milik Erno. “Guru bisa menganggap diriku gila. Itu tak apa. Lagipula siapa di dunia ini yang mengharap seorang Penyihir Aba—”

   “Aku juga percaya hal yang sama. Jika kuingat kembali, Erno hanyalah remaja yang tak bersalah dan tak tahu apapun terkait Penyihir Abadi. Jadi, tidaklah salah kau mengharapkannya hidup, dia bukan Penyihir Abadi, begitu juga dengan Loth. Aku percaya keduanya sedang diperdayai.”

   “Hanya Guru sajalah yang berkata semua itu, tidak dengan dunia.”

   Enire tersenyum kecil mengamati muridnya itu. Ia beranjak bangun, lalu meremas punggung Florence. “Ingatlah gadis muda, eksistensi sihir sempat ditentang dengan dunia. Dan para penyihir berjuang keras untuk menunjukkan bahwa sihir itu ada dan bermanfaat.” Enire berhenti, mendongakkan kepala, membiarkan angin menerpa wajahnya yang kini sudah berjanggut itu dan memejamkan mata sejenak mneikmatinya. “Demi Dewa dan Dewi, jika saja para penyihir tidak berjuang keras, maka eksistensi sihir sudah dipastikan lenyap, bersamaan dengan peradaban maju yang berjalan di Unomi ini.”

   Florence mendongakkan kepala, memahami betul apa yang dikatakan gurunya. Ia menunduk penuh hormat, lalu pergi dengan air muka yang telah bersinar harapan. Enire hanya tersenyum kecil mengamati punggung muridnya yang lenyap di ujung belokan jalan. “Selamat berjuang, Florence.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Beeny

    Mantap. Ditunggu kelanjutannya.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
CREED AND PREJUDICE
78      30     0     
Mystery
Banyak para siswa yang resah karena pencurian beruntun yang terjadi di kelas VII-A. Amar, sebagai salah satu siswa di kelas itu, merasa tertantang untuk menemukan pelaku dibalik pencurian itu. Berbagai praduga kian muncul. Pada akhirnya salah satu praduga muncul dan tanpa sadar Amar menjadikannya sebagai seorang tersangka.
Rêver
35      34     0     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
Sadness of the Harmony:Gloomy memories of Lolip
8      8     0     
Science Fiction
mengisahkan tentang kehidupan bangsa lolip yang berubah drastis.. setelah kedatangan bangsa lain yang mencampuri kehidupan mereka..
29.02
7      7     0     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Golden Cage
18      8     0     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Ternyata...
8      7     0     
Short Story
Kehidupan itu memang penuh misteri. Takdir yang mengantar kita kemanapun kita menuju. Kau harus percaya itu dan aku akan percaya itu. - Rey
Reflection
6      6     0     
Short Story
Ketika melihat namun, tak mampu melakukan apapun
The More Cherlones Mysteries (Story Behind)
368      137     0     
Mystery
Melanjutkan The Cherlones Mysteries sebagai pembuka dwilogi, The More Cherlones Mysteries memberikan konklusi terhadap semua misteri yang menyelimuti keluarga besar Cherlone. Si kembar Chester dan Cheryl membantu usaha keras penyelidikan kedua pihak kepolisian global yang bertugas, yaitu SARBI (South Asian Region Bureau Investigation) dan ERBI (Europe Region Bureau Investigation). Gimana hasiln...
A Ghost Diary
53      33     0     
Fantasy
Damar tidak mengerti, apakah ini kutukan atau kesialan yang sedang menimpa hidupnya. Bagaimana tidak, hari-harinya yang memang berantakan menjadi semakin berantakan hanya karena sebuah buku diary. Semua bermula pada suatu hari, Damar mendapat hukuman dari Pak Rizal untuk membersihkan gudang sekolah. Tanpa sengaja, Damar menemukan sebuah buku diary di tumpukkan buku-buku bekas dalam gudang. Haru...
Kenangan Terakhir Bersama Seorang Sahabat
8      8     0     
Short Story
Kisah ini mengingatkanku, ketika kita pertama kali bertemu denganmu. tapi pada akhirnya kau...