Pagi itu, suami-istri baru saja keluar dari rumah sakit. Sang istri menggendong seorang bayi. Dia memilih buah cermin dengan lekat. Tak terasa udara mata keluar begitu saja.
"Allah telah menolong kita melalui pak Wijaya, pak".
"Iya, bu. Bapak senang sekali karena anak kita selamat. Bapak berhutang budi sama pak Wijaya".
"Kita tidak bisa uang uangnya. Semoga Allah yang membalasnya, pak".
"Amin".
***
Matahari hampir terbenam. Seorang pemuda baru saja pulang dari ladangnya. Keringat membasahi sekujur tubuh hingga baju yang dipakainya basah kuyup. Dia pulang dengan mengendarai motor butut milik bapaknya.
Sesampainya di depan rumah, dia menonton pemandangan tak seperti biasanya. Sebuah mobil mewah berwarna hitam terparkir di depan rumah. Dia pun mengurangi mobil tersebut.
"Mobil siapa ini?"
"Yusuf .." panggil seseorang dari dalam rumah.
Pemuda bernama Yusuf itupun menoleh.
"Iya, pak" sahutnya.
Dia pun berjalan menghampiri bapaknya.
"Assalamualaikum .."
"Waalaikum salam .." jawab bapaknya serempak dengan seseorang di sampingnya.
Diikutnya Yusuf telah berdiri seorang lelaki seumuran dengan bapaknya. Dia mencium kedua tangan bapaknya dan juga lelaki di sampingnya itu.
"Perkenalkan, ini anak saya, Yusuf."
Yusuf tersenyum dan mengangguk hormat pada tamu bapaknya.
"Suf, ini pak Wijaya. Dia itu mantan majikan bapak di Jakarta. Tapi kami sudah seperti saudara".
"Saya Yusuf, pak".
"Iya, sudah lama saya tidak kenal kamu, Suf".
Yusuf hanya tersenyum.
"Saya permisi dulu" pamit Yusuf.
"Silahkan".
Kembali.
"Dulu Yusuf masih anak-anak. Sekarang dia tidak menjadi pemuda tampan" timpal Wijaya.
"Benar sekali. Kalau tidak salah sudah sepuluh tahun yang lalu" balas Ruslan.
"Ternyata anakmu sudah besar, Ruslan" balas Wijaya di susul tawa kecilnya.
"Benar, pak. Meskipun kami hidup pas-pasan kami merasa bahagia. Saya sudah tua dan sakit-sakitan, untung ada Yusuf yang bisa diandalkan. Dia membantu saya di ladang. Sekali lagi saya bisa tenang jika selama-". "
Wijaya menoleh kaget.
"Jangan mau tahu seperti itu. Bagaimana jika istri dan anak-anakmu mendengarnya?".
"Aku merasa kita tidak akan lama lagi. Tapi aku belum bisa mengenyahkan tugasku sebagai kepala keluarga dengan baik".
"Kamu tidak bisa berbicara seperti itu. Lihatlah dirimu, kamu sudah berhasil mendidik anak-anakmu dengan baik".
"Mereka hidup sulit karenaku. Andaikan aku sepertimu. Mereka pasti tidak akan kesusahan."