Read More >>"> The Red Eyes (Act 000) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Red Eyes
MENU
About Us  

Anak laki-laki itu duduk dengan kaku bersama seorang gadis di hadapannya. Mengenakan pakaian formal seolah mereka sedang makan malam di restoran bintang lima—di mana kenyataannya, tempat ini hanya berupa ruangan berdinding gelondongan kayu dengan satu meja. Meja yang dilapisi oleh kain putih mengilap. Desain kursinya pun bukan desain sembarangan, ada kesan khusus yang ia keluarkan untuk menambah suasana romantis. Sesuatu yang hanya dipahami orang-orang seni. Selain itu, ruangan ini temaram karena penerangan hanya berasal dari lilin di atas tatakan yang tersedia di atas meja makan mereka, serta beberapa lilin yang diletakkan di tatakan yang menempel pada dinding. Untuk mempermanis suasana, sebuah pengeras suara—entah berasal dari mana, memperdengarkan lantunan-lantunan nada piano romantis yang justru membuat si anak laki-laki mengantuk setelah menikmati air hangat.

Di meja, sudah tersedia sepiring kalkun panggang berbalut bumbu khusus. Kalkun sudah dipotong beberapa bagian dan diletakkan dengan rapi di atas piring mereka. Ini benar-benar makanan kelas atas yang sudah terlupakan oleh anak laki-laki itu. Penataannya pun tidak sembarangan. Menggugah selera, apalagi menemukan asap masih melekuk-lekuk di atas dagingnya yang tebal.

Hanya saja, sang gadis tidak langsung memakan santapannya yang membuat laki-laki itu enggan untuk melakukannya, padahal monster di dalam perutnya sudah menggerogoti organ tubuh. Lagi pula kenapa gadis itu tidak memakan makanannya? Dia pikir dia bakal semudah itu terkecoh oleh racun?

Entah ekspresi apa yang sudah anak laki-laki itu keluarkan, gadis ini tersenyum anggun padanya dan berkata, "Silakan santap dulu saja sampai habis, ini tidak beracun. Setelah itu aku akan memberitahumu beberapa hal."

Biarpun sangat terpaksa, anak laki-laki itu mencoba tersenyum. "Wanita lebih dulu," katanya.

Gadis itu membalas senyumnya. Sebelah alisnya terangkat selagi dia menusuk garpu pada daging yang sudah dipotong rapi. Dia mengunyahnya begitu saja yang baru membuat anak laki-laki itu yakin tidak ada niatan membuatnya mati karena makan kalkun di sini.

Kira-kira anak laki-laki itu sudah tidak makan berapa hari? Apakah "mereka" menjalankan program diet besar-besaran saat dia tidak sadar dan terperangkap dalam isolasi? Tindakan itu benar-benar berisiko, bisa menyebabkannya mati kelaparan di luar kesadaran. Ya, meski ketika bangun dia langsung disuguhkan kalkun kelas papan atas. Ia khawatir perutnya yang terbiasa makan makanan rakyat jelata bakal kaget menerima asupan orang kaya.

"Jadi, Mr. Lincoln, bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya sang gadis sebagai formalitas.

"Pertanyaan itu sama sekali tidak penting," tukasnya setelah menelan kalkun, kemudian menyeka mulut dengan serbet. "Aku lebih ingin kau memberitahu namamu."

"Apakah supaya namaku terpatri dalam hatimu?" ia membalasnya dengan pertanyaan memualkan.

Apakah gadis ini bermaksud mempermainkannya? Jika iya, dia akan selamanya bisu selama makan. Kemudian merencanakan tindakan dan waktu yang tepat untuk melarikan diri dari sini.

"Oh, apakah semudah itu kau tersinggung, Mr. Lincoln?" Mata hijaunya bergulir jail pada lelaki yang terpanggil Mr. Lincoln. "Nama tidaklah penting, Dear. Ada hal lebih penting yang sebaiknya kauingat ketimbang mengetahui namaku."

"Bagaimana aku bisa mengingat kalau ingatanku sendiri terhapus? Jangan bilang kau akan memaksaku mengingat sesuatu untuk mendapatkan informasi?" Jika iya, maka bakal ia gunakan pisau di tangannya untuk menusuk mata ganas gadis itu.

"Tolong jangan bersikap lancang," ujar sang gadis perlahan, memotong daging kalkunnya dengan sangat hati-hati dan berkelas. "Aku tidak meminta apa pun darimu. Hanya menemaniku yang kesepian makan malam di sini, di tengah hutan antah berantah, dalam sebuah vila mewah yang kubangun khusus untuk kita berdua saja."

Baguslah. Setelahnya akan dia jual vila ini untuk mendapatkan keuntungan.

"Katakan, Mr. Lincoln," ujarnya lagi, "jika ada seseorang yang mulanya bukan siapa-siapa dalam hidupmu, tapi tiba-tiba berkeliaran di sekitarmu dan memaksamu membongkar seluruh rahasiamu—bahkan rahasia-rahasia terkelam, kira-kira apa yang bakal kaulakukan?"

Apa yang bakal Mr. Lincoln lakukan? Karena kebetulan masa lalunya tak lebih terang dari sebuah kota mati, ketika seseorang mengusiknya dia secara tidak sadar bakal menghajarnya. "Mematahkan hidungnya, mungkin."

"Agresif," gumamnya lalu memasukkan kalkun ke dalam mulut. Selama dia mengunyah sampai menelannya, dia tidak bicara apa pun. "Tapi itu wajar. Sebuah teritori dibangun karena membatasi dunia luar dengan dunia kita untuk menjaga keamanan. Jika seseorang tanpa izin menginjak teritoriku, mungkin aku akan melibasnya juga."

Tampaknya dia sedang bermain teka-teki, memuntahkan petunjuk-petunjuk secara sebagian dan mengundang Mr. Lincoln untuk bersikap kritis. Sayangnya anak laki-laki itu terlalu cepat menangkap maksudnya. Apakah yang gadis itu maksud, anak laki-laki ini telah memasuki teritorinya dan dia akan menghabisinya cepat atau lambat?

Gadis itu memindah arah mata hijaunya pada Mr. Lincoln, meletakkan alat makan dengan perlahan di atas piring yang masih menyisakan makanan. Dia mengangkat tangan, rupanya untuk membelai pipi anak laki-laki itu. Jelas, ia sontak menjauh. Dia tidak akan terbuai oleh perlakuan semacam itu.

"Mr. Lincoln," panggilnya sekali lagi.

Mr. Lincoln membalas matanya yang merupakan kesalahan besar. Iris mata hijaunya itu berubah menjadi merah berkilat. Tepat satu milisekon setelahnya, secara jiwa gadis itu menyedotnya ke alam yang berbeda. Tempat di mana banyak gambar berserakan dan bergerak cepat. Berbagai macam suara bercampur, terekam oleh telinga yang tak mampu membendung segalanya. Aroma-aroma tidak asing juga berseliweran gesit membuat perutnya mual. Ada aroma bangkai, aroma terbakar, aroma kayu manis, aroma ... terlalu banyak. Terlalu banyak yang harus ia cerna. Namun seiring ragam perasaan yang ia rasakan dalam serentak: bahagia, terharu, bingung, marah, sedih, dan lainnya, otaknya mulai menerjemahkan bahwa itu semua adalah memori.

Telah banyak sekali yang ia lalui dan dengan mudah seluruhnya dilupakan. Entah dilupakan atau seseorang memang seenaknya mengacaukan isi kepalanya. Yang jelas, ketika ia sadar dari muntahan memori itu, rupanya bibirnya sudah bersentuhan dengan bibir sang gadis bermata merah batu rubin.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • SusanSwansh

    Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.

    Comment on chapter Act 000
  • authornote_

    @SusanSwansh wah makasih ya. Makasih juga sudah mampir!

    Comment on chapter Act 000
  • SusanSwansh

    W.O.W. Kereeennnnnnnn.... Like banget ceritanya.

    Comment on chapter Act 000
Similar Tags
SEBUAH KEBAHAGIAAN
343      295     3     
Short Story
Segala hal berkahir dengan bahagia, kalau tidak bahagia maka itu bukanlah akhir dari segalanya. Tetaplah bersabar dan berjuang. Dan inilah hari esok yang ditunggu itu. Sebuah kebahagiaan.
KETIKA SEMUA DIAM
12      12     0     
Short Story
Muhammad Safizam, panggil saja Izam. Dilahirkan di kota kecil, Trenggalek Jawa Timur, pada bulan November 2000. Sulung dari dua bersaudara, memiliki hobby beladiri \"Persaudaraan Setia Hati Terate\". Saat ini menjadi seorang pelajar di SMK Bintang Nusantara School Sepatan Tangerang, prog. Keahlian Teknik Komputer & Jaringan kelas 11. Hub. Fb_q Muhammad Safizam
SERENA (Terbit)
321      180     0     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
Salju di Kampung Bulan
37      29     0     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Wannable's Dream
1349      459     0     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
They Call It Love
14      14     0     
Short Story
Foxelia
38      33     0     
Action
Red Foxelia, salah satu stuntman wanita yang terkenal. Selain cantik, rambut merahnya yang bergelombang selalu menjadi bahan bicara. Hidupnya sebagai aktor pengganti sangatlah damai sampai akhirnya Red sendiri tidak pernah menyangka bahwa ia harus melakukan aksi berbahayanya secara nyata saat melawan sekelompok perampok.
A - Z
73      52     0     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Mask of Janus
578      229     0     
Fantasy
"Namun, jangan pernah memberikan topeng kepada mereka yang ingin melakukan hal-hal jujur ... karena mereka akan mengambil dunia dari genggamanmu." Vera van Ugde tidak hanya bermain di depan layar sebagai seorang model internasional, tetapi juga di belakang layar di mana dunia gelap berada. Vera adalah seorang mafia. Hanya saja, sekelompok orang--yang memanggil diri mereka sebagai par...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
30      20     0     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...