Sebelas
Ada yang berbeda rasanya hari ini. Mengetahui Azka adalah teman masa kecinya membuat Mika mendadak tidak semangat pergi sekolah. Ia ingin bersembunyi saja dibalik selimut tebalnya, tinggal sendirian di dalam kamar, supaya tidak bisa mendapat kesempatan untuk bertemu cowok itu di sekolah.
Mau ditaro di mana muka gue kalo ketemu sama dia nanti?
6 tahun berpisah, dan baru bertemu lagi sekarang adalah terlalu canggung untuk Mika. Apalagi pertemuan terakhir mereka sebelum berpisah tidak terlalu baik. Mika bahkan tidak ingin mengingatnya lagi. Memalukan.
"Gue di kelas aja, deh." Mika tiba-tiba berhenti saat setengah perjalanan menuju kantin. Ia sudah menolak ajakan Salwa untuk pergi ke kantin sebenarnya. Tapi Salwa terus memaksanya, bahkan sampai mengancam kalau Salwa tidak mau berteman lagi dengan Mika kalau Mika tidak ikut ke kantin.
"Lo kenapa lagi, sih? Jadi orang moody-an banget. Sehari seneng, sehari bete, balik lagi seneng, besoknya tiba-tiba cemberut." Salwa berucap saat dirinya dan Mika sedang berjalan berdua menuju kantin. "Gue kan jadi bingung, jadi ikut bete ngeliat lo murung seharian kayak tadi. Lo marah sama gue? Gue salah apa?"
Mika menghembuskan nafas berat, "Siapa yang marah sama lo? Gue cuma lagi males ke kantin aja."
"Trus kenapa dari tadi diem terus kayak orang lagi sariawan?"
"Emang lagi sariawan." jawab Mika enteng.
Salwa mendelik pada Mika di sebelahnya, "Gue doain sariawan beneran, loh."
"Gapapa. Biar besok gue gak sekolah."
"Ngawur! Gak sekolah cuma gara-gara sariawan?"
Mika hanya menjawab dengan dehaman singkat, "Hmm,"
"Ayo, ah! Keburu penuh kantinnya!" Salwa menarik lengan Mika, memaksanya untuk segera bergegas.
Mika baru saja hendak melangkah saat ia melihat seseorang yang sedang ia hindari sedang berjalan dari arah yang berlawanan. Mampus!
"Eee... Gue ke toilet dulu, yah." Ucap Mika sambil melepaskan lengannya dari tangan Salwa. "Kebelet," kebelet pengen kabur maksudnya. "Lo duluan, ntar gue nyusul."
Mika membalikkan tubuhnya, lalu mulai mengayunkan kaki sekencang-kencangnya.
"Eh jangan lari!" Teriak Salwa yang Mika abaikan.
"Mika, tunggu!"
Langkah Mika kian melebar secara otomatis saat mendengar Azka memanggil namanya dari belakang. Mika kemudian berdoa dalam hati secara berulang, meminta pada Tuhan agar ia bisa dihindarkan dari Azka untuk saat ini. Mika belum siap bertemu dengannya.
"Mika, gue mau ngomong sama lo!" Suara Azka kian jelas, menandakan kalau cowok itu sudah semakin dekat dengannya.
Semampunya, Mika terus mencoba menjauh, meski jantungnya semakin berdebar. Mika berbelok mengikuti arah tikungan sambil menoleh ke belakang untuk memastikan di mana keberadaan Azka. Lorong yang ramai membuat Azka terhalang untuk mengejarnya. Ini kesempatan bagus.
Mika masuk dengan hati-hati ke ruang teater untuk bersembunyi. Membungkuk, mengendap-ngendap, mencari tempat yang bisa melindunginya. Ia merasa seperti tengah dikejar preman pasar.
"Mika?"
#
"Mika?"
Mika menelan saliva saat pandangannya menangkap seseorang sedang berdiri di depannya. Perlahan, Mika menegakkan punggungnya, untuk melihat seseorang di hadapannya ini.
"Galih?"
"Ngapain ngendap-ngendap gitu?"
"Ng... Nggak. Gapapa. Lo sendiri ngapain di sini sendirian? Gak ke kantin?" Mika balik bertanya untuk mengalihkan perhatian. Omong-omong, bertemu Galih menbuat Mika ingat akan pesan dari cowok ini yang baru sempat Mika baca malam tadi. Agak ganjil, sih, sebenarnya saat membaca pesan itu. Tapi, ya sudah lah. Lupakan. Toh, Galih juga tidak mengungkitnya.
"Nggak. Penuh. Gue udah makan di sini."
"Sendiri?"
"Yap. Sendiri lebih nyaman. Tenang, gak berisik." Jawabnya. Mika hanya mengangguk-ngangguk.
"Eh, karena lo ada di sini, lo mau bantuin gue, gak?" tanya Galih.
"Bantu apa?"
Galih menyerahkan lembaran kertas di tangannya pada Mika, "Bantuin baca dialog."
Mika menunduk, menatap naskah drama di tangannya dengan bingung. Mika lapar, dan ia tidak bisa membuang-buang waktu untuk membantu Galih membaca dialog. Bukannya tidak mau, hanya saja timingnya tidak pas. "Aku--"
Seperti tahu kalau Mika hendak menolak, Galih langsung menyela, "Sebentar. Cuma sebentar, kok, yah! Please!"
Galih memasang wajah memohon, membuat Mika menjadi tidak tega menolaknya. "Sebentar aja tapi, ya!"
"Iya, sebentar." Jawab Galih dengan senyum sumringah.
Akhirnya, Mika terpaksa menemani Galih, membantunya membaca dialog. Padahal Mika ke sini untuk bersembunyi dari Azka. Eh, malah terjebak bertemu Galih.
Galih bilang, "Latihan sama Mia gak srek. Dia telmi. Gak inget-inget sama dialognya. Trus pas akting, feel nya gak dapet, karena dia ngomongnya gak diresapi. Keliatan banget lagi ngafalin dialognya."
Dia juga bilang, "Kenapa gak lo aja yang jadi lawan main gue?"
#
Azka mempercepat langkahnya menuju ruang teater. Bukannya ia tengah bersemangat ingin segera melatih anak-anak. Azka ingin menemui Mika. Hari ini, Mika benar-benar berhasil mengacaukan pikirannya. Kenapa dengan sikapnya hari ini? Kenapa dia menghindar setiap kali melihat Azka?
Ah, itu sebenarnya tidak terlalu mengganggu. Saat ini Azka sangat penasaran apakah Mika berhasil menjawab clue yang diberikan Azka padanya? Kalau belum, ia pasti akan bertanya lagi pada Azka hari ini. Dan kalau sudah, kenapa dia tidak menelpon Azka semalam?
Memikirkannya, Azka rasanya ingin berlari untuk segera sampai. Ia benar-benar sangat penasaran dan tidak tahan untuk segera bertanya padanya.
Namun Azka tidak perlu berlari sekarang. Kakinya yang cukup panjang membuatnya bisa sampai lebih cepat seperti keinginanya, tanpa harus membuang-buang tenaga. Ia mendorong pintu dengan tidak sabaran, hingga saat ia masuk, semua orang yang berada di ruangan menoleh kepadanya.
Pandangan Azka langsung tertuju pada kursi di belakang yang biasa Mika duduki. Namun sekarang kursi itu nampak kosong tak berpenghuni. Azka beralih mencari Mika di antara para anggota teater yang tengah latihan menari. Disana tidak ada. Lalu Azka mencoba mencari Mika di antara mereka yang sedang berlatih dialog. Namun tidak ada juga.
"Kamu kenapa? Kayak yang lagi bingung gitu?" Tanya Kaila.
Azka tidak menjawab. Ia malah mengabaikan dan meninggalkan Kaila di tempatnya. Kemudian Azka melangkah mendekat pada Salwa.
"Mika mana?"
Salwa mendongak pada Azka, ia menatapnya sejenak sebelum kembali menunduk pada naskahnya. "Pulang."
Azka kembali bertanya, "Dia gak ikut latihan?"
Salwa menghembuskan nafasnya secara perlahan sebelum mengangkat kepalanya lagi, "Emang kemarin Mika latihan? Hari sebelumnya? Hari sebelumnya lagi?"
"Maksudnya?"
"Mika gak pernah ikut latihan. Tiap hari Mika cuma diem duduk di belakang sendirian karena dia gak dapet peran." Salwa mencoba menjelaskan maksud ucapannya yang tidak dapat dimengerti oleh Azka. Ia berdiri dengan berani di hadapan cowok itu.
"Bukannya itu maunya dia, yah? Kan dia maunya cuma duduk-duduk manja, gak mau cape, pengennya leha-leha. Gue udah kabulin, loh. Dia harusnya bilang makasih sama gue." Kaila tiba-tiba ikut bergabung, padahal tidak ada yang mengharapkan kehadirannya di sini.
Salwa mengepalkan tangannya yang gatal ingin menggaruk wajah Kaila hingga kulitnya terkelupas. "Lo kayak anak kecil tau nggak? Lo dendam sama Mika sampe jadiin dia babu di sini? Lo pada enak-enakan langsung pulang ke rumah abis dari sini. Lah Mika? Dia harus beres-beres di sini sendirian. Nyapu, kadang ngepel, beres-beresin kursi yang berantakan, padahal bukan dia yang berantakin."
"Lama kelamaan lo mulai gak sopan, yah?" Kaila mulai tersulut emosi karena ucapan Salwa yang dinilai tidak sopan.
"Gue sopan kok sama semua orang. Cuma sama lo aja yang enggak. Karena gue tahu mana orang yang pantes disopanin, mana yang enggak!"
"Sialan lo yah!" Kaila maju hendak menghadang Salwa, namun Azka tidak membiarkannya begitu saja. Ia berdiri di tengah-tengah menghalanginya.
"Mulai sekarang, Mika gak punya kewajiban buat bersih-bersih di sini. Paham?" ucap Azka pada Kaila. "Mika bukan petugas kebersihan."
"Trus dia cuma enak-enakan doang di sini? Duduk diem gak ngelakuin apa-apa sementara yang lain cape latihan?" Protes Kaila.
"Kenapa lo gak kasih Mika peran?" Azka balik bertanya.
"Ya... Itu, karena... Pemainnya udah ada semua." Kaila menjawabnya tanpa menatap Azka.
"Mika bisa jadi pemeran pengganti. Jadi dia bisa ikut latihan, gak cuma diem." Sahut Azka cepat. "Soal make up sama wardrobe, kan ada lo. Gue juga bisa ikut bantu."
"Dia kan katanya gak mau capek!" Kaila masih belum mau mengalah.
"Mika gak boleh kecapean, bukannya gak mau. 'Gak mau' sama 'gak boleh' itu beda, yah!” Salwa meralat dengan nada ketus.
"Sal udah," Galih menahan bahu Salwa saat Salwa akan melangkah maju ke depan pada Kaila.
Azka mendesah. Wanita memang makhluk perasa, jadi mudah sekali terserang emosi. "Salwa lo balik lagi latihan, yah. Dan lo Kaila, lo harus bijak jadi orang. Jangan mentang-mentang lo senior di sini! Lo pikir mereka bakal tunduk sama lo, lo jadi seenaknya ngelakuin apa yang lo mau. Kita di sini pure mau bantuin mereka buat pentas nanti, oke? Jadi lo jangan macem-macem di sini!" Kata Azka dengan tegas.
Azka bukannya bukannya dengan sengaja mempermalukan Kaila di depan para anggota teater. Azka hanya merasa Kaila sudah benar-benar keterlaluan dan ia perlu sedikit pelajaran supaya jera. Azka juga tidak tega melihat Mika terus-terusan diperlakukan seperti itu.
Ah, benar. Tujuan Azka ke sini untuk Mika. Tapi lagi-lagi, Azka tidak berhasil menemuinya. Apa Mika sengaja tidak datang hari ini karena sedang menghindari Azka?
Maka aku adalah pria yang menjalani fakta paling menyedihkan itu setiap harinya.
Terima kasih sudah berkunjung. :')
@SusanSwansh