Read More >>"> Sang Penulis (E03) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sang Penulis
MENU
About Us  

"Sya, Sya, seharusnya lo itu langsung cari tahu nama dia, kalau kek gini 'kan gak seru, gue sama Fira harus nunggu beberapa hari buat tau nama dia," cerocos Lala setelah Marsya bercerita mengenai pertemuannya dengan lelaki itu.

Saat ini Marsya, Fira, dan Lala sedang berada di restoran Padang yang lokasinya tidak jauh dari sekolah mereka.

Restoran Padang itu adalah tempat nongkrong mereka bertiga dan makanan favorit mereka adalah nasi bungkus.

Mereka bertiga selalu memesan nasi bungkus dan memakannya di tempat karena menurut mereka itu adalah hal yang menguntungkan bagi mereka dan juga pihak restoran.

Mereka bertiga tak harus membayar mahal untuk mendapat porsi yang besar dan pihak restoran tidak perlu bersusah-payah untuk menyediakan hidangan serta mencuci piring.

"'Gimana gue bisa langsung tau namanya coba? Tadi dia itu pake jaket, ya kali gue tanyain langsung ke dia," ucap Marsya membela dirinya.

Tadinya Marsya ingin menceritakan pertemuan singkatnya dengan Arsen tadi. Akan tetapi, karena tanggapan Fira dan Lala yang tidak sesuai dengan harapannya, Marsya memutuskan untuk tidak menceritakannya.

Kalau sempat Marsya menceritakan peristiwa itu, maka dapat dipastikan Fira dan Lala akan memarahi dirinya karena tidak dapat mengambil kesempatan.

"Oh, ya, Sya, lo gak jadi ikut briefing jurnalis?" tanya Fira. Fira mengetahui hal itu karena kebetulan teman sebangku Fira merupakan anggota jurnalis.

Marsya menepuk dahinya, ia baru ingat kalau seharusnya saat ini dia berada di perpustakaan untuk melakukan briefing. "Gila, gue lupa."

"Buruan sana, Sya, nanti lo kena gas sama kembarannya si Fira baru tau rasa," suruh Lala.

"Ogah gue punya kembaran kayak nenek lampir gitu," bantah Fira.

Marsya pun bangkit dari kursi yang ia duduki. "Gue ke sekolah dulu, ya, lo berdua di sini aja."

Fira dan Lala membalas pesan dari Marsya dengan sebuah anggukan dari masing-masing mereka. Marsya pun segera melangkahkan kakinya keluar dari restoran dan menuju sekolahnya.

Sesampainya di depan pintu perpustakaan yang tertutup, Marsya langsung mengetuk pintu. Ia sangat yakin sudah banyak orang di dalam ruangan itu.

Pintu perpustakaan terbuka dan menampil sosok Fika dengan sebuah buku di genggamannya.

"Masuk, Sya," ajak Fika.

Marsya pun memasuki ruangan itu. Marsya sedikit terkejut karena yang hadir hanyalah para anggota kelas XII.

"Kok cuma angkatan kita?" tanya Marsya sembari duduk di salah satu kursi yang berada di dekatnya.

"Ini bukan briefing umum, Sya, ini cuma buat angkatan kita dan lo, makanya gue kumpulin kalian semua di sini," jawab Fika.

Marsya hanya menganggukkan kepalanya.

"Jadi, gue langsung ke intinya aja, ya," kata Fika. "Akhir-akhir ini, mading kita kurang mendapat perhatian dari siswa-siswi. Gue rasa harus ada sebuah perubahan yang kita lakukan di mading itu."

"Maksud lo penambahan rubrik?" tanya Jenny yang merupakan ketua divisi mading.

Fika menggelengkan kepalanya. "Gue gak mau nambah rubrik karena nantinya itu bakalan rame banget. Maksud gue adalah mulai minggu depan, artikel yang ditulis Marsya harus lebih realistis."

"Realistis yang 'gimana, Fik?" tanya Marsya sedikit tidak mengerti karena ia merasa artikel-artikel buatannya selalu realistis dan tidak ada yang berlebihan.

"Realistis dalam artian ruang lingkup artikel lo itu harus sekolah kita," jawab Fika. "Misalnya ada tawuran atau pertengkaran atau apapaun yang menarik, tugas lo adalah melihat kejadian itu dan menuliskannya ke dalam artikel lo itu."

Marsya menautkan kedua alis matanya karena dia merasa perkataan Fika barusan adalah sesuatu yang sangat tidak masuk akal dan akan melenceng dari tujuan dirinya dalam menulis sebuah artikel.

Tujuan Marsya membuat artikel adalah untuk memberitahu orang-orang mengenai peristiwa penting dan bukan untuk memberitahu orang-orang mengenai gosip terbaru.

"Fik, bukannya itu bakalan jadi gosip?" tanya Marsya.

"Iya, Fik, lagian itu 'kan bukan urusan kita, nanti mereka malah memandang ekskul kita sebagai ekskul yang ikut campur masalah orang," kata Jenny.

"Gini deh, emangnya lo semua mau mading kita sepi? Emangnya lo mau mading kita dianggap gak penting?" tanya Fika, mencoba meyakinkan anggota-anggota ekskul jurnalis bahwa apa yang ia katakan adalah sesuatu yang sangat penting dan dapat membuat para siswa dan siswi tertarik untuk membaca mading.

Marsya dan Jenny saling tatap. Mereka berdua sebenarnya sudah tahu, sekeras apapun mereka mencoba untuk mengurungkan keinginan Fika untuk mengubah konten artikel, usaha mereka tak akan pernah berhasil.

"Fik, lo yakin itu gak bakalan menimbulkan keributan?" tanya Sophia.

Fika menganggukkan kepalanya. "Gue berani buat kayak gini karena gue udah tau apa yang bakal terjadi. Konten artikel yang kayak gue bilang tadi itu udah ada di beberapa sekolah dan dengan adanya artikel itu, mading-mading di sekolah yang menerapkannya jadi ramai dan tidak ada lagi hoax yang muncul karena sudah ada cerita yang sebenarnya di dalam artikel itu."

"Ya udah, deh, Fik, kita coba artikel itu mulai dua minggu lagi, karena minggu ini kita masih pakai artikel yang biasanya," kata Jenny.

Adanya bukti dari beberapa sekolah itu membuat Jenny merasa tak ada salahnya mereka mengubah konten artikel yang akan ditulis oleh Marsya.

"Fik, gue mau ngasih pendapat gue," kata Marsya.

"Silakan," ucap Fira mempersilakan Marsya untuk mengungkapkan pendapatnya.

"Sebelum gue ngasih pendapat gue, gue setuju kita coba konten baru dan gue bakal berusaha menata konten yang baru itu dengan rapi. Dan pendapat gue, seharusnya bukan gue yang mencari informasi itu melainkan anggota divisi reporter karena gak mungkin gue seorang diri mencari informasi-informasi dan kebenarannya," kata Marsya.

Fika menganggukkan kepalanya. "Pendapat yang bagus, gue bakalan sosialisasikan ini ke mereka besok. Sebelumnya gue minta maaf karena gue udah ngegas tadi. Gue gak maksud buat marah sama lo semua, gue cuma lagi sedih karena mading kita jarang diperhatikan oleh orang lain."

Marsya dan para anggota ekskul jurnalis yang ada di perpustakan menganggukkan kepala mereka pertanda mereka memaklumi apa yang telah dilakukan oleh Fika.

"Gue rasa hanya itu yang bisa gue sampaikan, terima kasih atas waktu kalian dan sekarang kalian bisa pulang," ucap Fika "Sebelumnya, mari kita berdoa menurut kepercayaan dan keyakinan kita masing-masing, berdoa dimulai."

Setelah mereka semua selesai berdoa, mereka pun bangkit dari kursi mereka dan melangkahkan kaki keluar dari perpustakaan.

"Eh, Sya, artikelnya mana?" tagih Jenny.

Marsya yang tadinya sudah hampir sampai di luar perpustakaan pun membalikkan badannya. "Bentar, ya, Jen, gue ambil di kelas dulu."

"Oke," balas Jenny.

Marsya pun berjalan menuju kelasnya yang terletak tidak terlalu jauh dari perpustakaan.

Sesampainya Marsya di ambang pintu kelasnya.

Kebingungan pun melanda Marsya, ia takut untuk menyuruh Arsen sedikit bergeser karena ia ingin mengambil artikelnya yang terletak di dalam laci.

Kalau gue gak ngambil artikel secepatnya, pasti Cindy bakal datang. Gue gak mau lihat mereka pacaran depan gue. Nyesek, euy, batin Marsya.

Maka dengan segala keberanian yang Marsya punya, Marsya memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya menuju kursinya yang sedang diduduki oleh Arsen.

Marsya memutuskan untuk berdeham, ia terlalu malu untuk bersuara di hadapan Arsen.

Arsen mengalihkan pandangan dari ponselnya dan menatap Marsya.

"Gue mau ngambil sesuatu di laci," kata Marsya.

Arsen tidak menanggapi perkataan Marsya lalu ia bangkit dari kursi Marsya.

Marsya dengan segera mengambil buku yang berisi artikel-artikelnya. Untung saja hanya ada buku itu di laci Marsya sehingga ia lebih mudah untuk mengambilnya.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Violetta
10      10     0     
Fan Fiction
Sendiri mungkin lebih menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Violetta Harasya tetapi bagi seorang Gredo Damara sendiri itu membosankan. ketika Gredo pindah ke SMA Prima, ia tidak sengaja bertemu dengan Violetta--gadis aneh yang tidak ingin mempunyai teman-- rasa penasaran Gredo seketika muncul. mengapa gadis itu tidak mau memiliki teman ? apa ia juga tidak merasa bosan berada dikesendiri...
DanuSA
1037      451     0     
Romance
Sabina, tidak ingin jatuh cinta. Apa itu cinta? Baginya cinta itu hanya omong kosong belaka. Emang sih awalnya manis, tapi ujung-ujungnya nyakitin. Cowok? Mahkluk yang paling dia benci tentu saja. Mereka akar dari semua masalah. Masalalu kelam yang ditinggalkan sang papa kepada mama dan dirinya membuat Sabina enggan membuka diri. Dia memilih menjadi dingin dan tidak pernah bicara. Semua orang ...
Aleya
0      0     0     
Romance
Kau memberiku sepucuk harapan yang tak bisa kuhindari. Kau memberiku kenangan yang susah untuk kulupakan. Aku hanyalah bayangan bagimu. Kita telah melewati beberapa rute tetapi masih saja perasaan itu tidak bisa kukendalikan, perasaanmu masih sama dengan orang yang sama. Kalau begitu, kenapa kau membiarkan aku terus menyukaimu? Kenapa kau membiarkan aku memperbesar perasaanku padamu? Kena...
Cinta dan Benci
203      119     0     
Romance
Benci dan cinta itu beda tipis. Bencilah sekedarnya dan cintailah seperlunya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan benci itu jadi cinta atau sebaliknya kapan cinta itu jadi benci. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku, apakah ini hanya mimpi? Apakah aku harus kabur? Atau aku pura-pura sakit? Semuanya terasa tidak masuk akal"
The Friends of Romeo and Juliet
675      324     0     
Romance
Freya dan Dilar bukan Romeo dan Juliet. Tapi hidup mereka serasa seperti kedua sejoli tragis dari masa lalu itu. Mereka tetanggaan, satu SMP, dan sekarang setelah masuk SMA, mereka akhirnya pacaran. Keluarga mereka akur, akur banget malah. Yang musuhan itu justru....sahabat mereka! Yuki tidak suka sikap semena-mena Hamka si Ketua OSIS. dan Hamka tidak suka Yuki yang dianggapnya sombong dan tid...
you're my special moments
87      66     0     
Romance
sebenarnya untuk apa aku bertahan? hal yang aku sukai sudah tidak bisa aku lakukan lagi. semuanya sudah menghilang secara perlahan. jadi, untuk apa aku bertahan? -Meriana Lauw- tidak bisakah aku menjadi alasanmu bertahan? aku bukan mereka yang pergi meninggalkanmu. jadi bertahanlah, aku mohon, -Rheiga Arsenio-
SILENT
168      98     0     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Comfort
35      28     0     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.
The pythonissam
7      7     0     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
Akai Ito (Complete)
116      93     0     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...