Sepertinya Viona melindungi James dari warga desa yang mencoba membunuh James dengan melayangkan tombak tetapi Viona menghalaunya dengan tubuhnya. Saat itu warga desa menjadi panik karna salah sasaran dan tidak sengaja membunuh Viona. James tetap berlari menghampiri Viona, dia tidak peduli jika warga desa juga akan membunuhnya.
Dan itu adalah hal terakhir yang Aku lihat. Selanjutnya Aku tidak sadarkan diri, entah untuk berapa lama. Saat Aku sadar, Aku sudah berada di kastil. Entah mengapa ketika Aku bangun Aku merasa lain, Aku merasa aneh. Saat Aku membuka mataku Aku langsung teringat dengan James, Aku sangat ingin melihatnya. Ketika Aku sadar dan membuka mataku, Aku mengingat semuanya.
Ya, Aku mengingat semuanya secara detail. Aku ingat bahwa James bukan manusia, dia adalah mahluk unik yang berbeda dari manusia biasa, Dia mendapatkan kekuatan dari bunga mawar. Bisa dikatakan bahwa James adalah bunga mawar itu sendiri. Tidak ada yang tahu dari mana asal James, mengapa dia bisa ada di desa itu, sudah berapa lama dia hidup dan sebagainya.
Ladang bunga mawar yang sering Aku lihat di dalam mimpiku itu adalah miliknya, pohon besar itu adalah tempat tinggalnya, Semua itu adalah kekuatan James. Jika James sedang sehat dan bahagia, bunga-bunganya akan mekar sempurna. Tetapi jika James sedang sedih ataupun sakit, bunga-bunganya pun akan layu. Semua penduduk desa belum bisa menerima keadaan James dan selalu berusaha untuk membunuhnya, tetapi James tetap bertahan karna James mencintai seorang wanita cantik yang tinggal di desa itu, dan dia adalah. . . . .
Aku? Apa Aku adalah Viona?
Aku benar-benar bingung saat itu. Aku segera melihat sekelilingku, mencari keberadaan James tetapi Aku tidak melihatnya. Aku langsung beranjak dari sofa tempatku berbaring dan berjalan mengitari kastil dan mencari James. Tak lama kemudian Aku menemukannya. Aku menemukan James sedang berdiri di balkon kastil. Ka James yang menyadari kedatangankupun langsung tersenyum ketika melihatku.
Ada yang aneh pada diriku saat itu. Ketika Aku melihat James Aku langsung berlari ke arahnya dan segera memeluknya. Entahlah, saat itu Aku merasa sangat senang melihat James, seolah Aku sudah tidak melihatnya selama puluhan tahun. Ketika Aku memeluknya, James langsung membalas pelukanku. Aku memeluknya cukup lama. Aku bertanya pada James, apakah Aku adalah Viona? dan James hanya menjawab bahwa dia merindukanku.
Aku merasakan pelukan James yang begitu erat. Meskipun dia tidak mengatakannya, tetapi Aku bisa merasakan rasa penyesalan James yang begitu besar. James pasti merasa bersalah atas kematian Viona, dia menyalahkan dirinya selama ini dan tetap yakin jika suatu saat Viona akan kembali padanya.
Tunggu dulu. . . Jika Viona sudah mati, apakah Aku reinkarnasinya? Apa ada hal semacam itu di dunia ini? Aku mengelus punggung James, Aku tidak ingin dia menyesali hal yang sudah lama terjadi. Lagi pula itu bukan salahnya, itu semua adalah takdir yang tidak bisa dihindari.
Aku memotong ucapan James yang terus berterima kasih padaku yang tidak pernah meninggalkannya meskipun tahu siapa dia sebenarnya. Dia tersenyum karena mengerti apa yang sedang Aku pikirkan. Kami saling menatap cukup lama. Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi padaku. Lalu apa yang akan Aku lakukan selanjutnya? Apa Aku akan tinggal bersama James? Aku terus menatap matanya, seolah Aku tenggelam pada pesonanya. Apa Aku akan mengikuti lelaki ini? Aku sempat berpikiran seperti itu namun terhenti saat itu juga ketika Aku mengingat seseorang yang Aku cintai, Rivi.
Apa baru saja Aku bergumam bahwa Aku mencintai Rivi? Bukankah pria yang dihadapanku saat itu adalah James? Apa Aku menyukai James? Saat itu Aku langsung teringat tentang Rivi, dan membuatku kembali tersadar. Aku selalu mengingat tentang Rivi dimana saja dan kapan saja, Aku benar-benar mencintainya. James menyadari ada yang berbeda dariku saat itu. Nampaknya dia tahu apa yang sedang Aku pikirkan dan dia sangat kecewa. Melihatnya menatapku seperti itu membuatku merasa tidak tega padanya. Aku berusaha mengelak dan berbohong padanya, tetapi percuma saja. Aku tidak bisa melakukannya. James selalu tahu apa yang Aku pikirkan.
James bertanya apakah Aku mencintai Rivi, dan Aku menjawab ‘iya’ tanpa ragu. James makin kecewa, namun Aku tidak ingin berbohong padanya.
“Kau mencintaiku?”
“Iya.”
Aku kembali menjawab tanpa ragu. Aku tidak tahu, tetapi Aku memang merasa seperti itu. Aku merasa sebagian diriku mencintai James, dan saat itu Aku belum bisa berpikir dengan jernih. Senyuman langsung terukir diwajah James ketika mendengar jawaban dariku.
"Kalau begitu tidak apa-apa. Pulang lah." Kata James sambil mengelus pipi kananku.
Aku tidak mengerti mengapa James bersikap seperti itu, dia sangat tenang. Apa dia benar-benar tidak apa-apa? James terlihat sangat percaya diri, sedangkan Aku masih bingung dengan perasaanku padanya. Aku langsung memeluknya lagi dan berpamit pulang, Aku khawatir Kai akan mencariku.
Aku tahu ini salah. Aku tahu Aku tidak bisa berada di posisi seperti sekarang ini. Meskipun Aku sudah tahu tentang James, ini semua terlalu rumit bagiku. Apa Aku benar-benar adalah reinkarnasi Viona? James sangat yakin dengan hal itu. Tapi pertanyaannya adalah, apa Aku yakin? Entahlah.... Aku tidak tahu. Tetapi ada satu hal yang jelas saat ini. Aku sangat bingung dengan perasaanku sendiri. Apa yang seharusnya Aku lakukan?
Katelyn
"Nara!"
.
.
.
"Nara!!!!"
"Iya Ma! Sebentar!" Teriak Nara sambil menutup diary Katelyn.
Nara menghela napas. Teriakan yang tadi adalah teriakan yang kesekian kalinya dari Ibunya hari ini. Bagaimana tidak? Sudah dua hari selama libur ini, Nara benar-benar menghabiskan waktunya membaca diary Katelyn. Nara mengurung diri di dalam kamarnya, dia hanya sesekali keluar jika ingin makan. Setelah itu Nara akan kembali masuk di dalam kamarnya. Seperti yang direncanakan oleh Nara sebelumnya, bahwa dia akan secepatnya membaca diary Katelyn sampai selesai dan setelah itu Nara akan mengubur diary Katelyn itu di halaman rumah Rivi.
Nara segera keluar dari kamarnya menuju ruang makan untuk makan siang, sebelum Ibunya berteriak lagi. Tak lupa Nara membawa diary Katelyn, agar Nara bisa langsung membacanya setelah dia selesai makan. Nara ingin membacanya di sofa ruang tamu, karna dia tahu Ibunya akan marah jika Nara kembali lagi mengurung diri di dalam kamarnya setelah makan siang.
Nara hanya ingin secepatnya mengembalikan diary Katelyn, karena Nara merasa ceritanya sudah semakin aneh dan tiap malam perasaan Nara semakin aneh dan tidak nyaman. Entahlah, mungkin karena diary itu sudah terlalu lama berada di tangan Nara? Apa mungkin Nara mempunyai ikatan batin dengan diary itu? Bagaimanapun juga itu bukan miliknya, seharusnya Nara tidak menyimpannya.
September
Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Aku tidak mengerti mengapa ini semua bisa terjadi padaku. Tadi siang Aku dikejutkan dengan suara teriakan Kai. Awalnya Aku biasa saja, tetapi suara Kai terus terdengar. Aku penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Aku beranjak dari tempat tidurku dan segera keluar dari kamar.
Saat itu Aku melihat Kai yang sedang marah-marah di depan pintu kamar Rivi. Wajah Kai benar-benar memerah, napasnya tersengal-sengal dan dia tidak berhenti mengumpat. Mina yang juga ada di sana bersama Kai pun juga terlihat takut dengan Kai yang baru kali itu terlihat sangat marah. Kai tak henti-hentinya menggedor pintu kamar Rivi dan berteriak memanggil nama Rivi, namun tetap tak mendapat respon.
Aku memanggil Mina, dan segera bertanya padanya apa yang terjadi, karena saat itu Aku takut mendekati Kai. Kata Mina, sudah sejam lebih Kai menggedor pintu kamar Rivi, karna tadi pagi ketika Mina menyiapkan sarapan untuk Kai di ruang makan, Kai dan Mina mendengar suara teriakan dari kamar Rivi saat itu. Mendengar itu Kai langsung berlari menuju kamar Rivi dan menggedor pintunya. Bahkan kata Mina, Kai berusaha mendobrak pintu kamar Rivi.
Mendengar penjelasan dari Mina membuatku khawatir. Apa yang terjadi dengan Rivi? Apa dia baik-baik saja? Mengapa sampai saat ini dia terus mengurung diri di dalam kamar? Sungguh. . . Aku sangat ingin melihatnya.
Tak lama kemudian Kai bergegas menuju halaman depan villa. Aku bertanya padanya apa yang akan dia lakukan? Aku hanya khawatir melihat keadaaannya yang masih saja marah pada Rivi. Kai bilang dia ingin mencari penjaga villa dan ingin meminta kunci duplikat kamar Rivi. Jika perlu, Kai akan pergi ke rumah penjaga villa untuk meminta kunci jika penjaga villa sedang tidak ada. Aku hanya bisa mengangguk setuju pada Kai, dan begitu dia pergi, Aku memutuskan untuk mencoba mengetuk pintu kamar Rivi. Aku terus berusaha memangil nama Rivi, berharap dia segera membuka pintunya untukku.
Karena Rivi tidak menjawab, Aku kembali mengetuk pintu kamar dan pintunya langsung terbuka begitu saja. Aku sangat terkejut sekaligus heran, karena Aku tidak melihat Rivi dibalik pintu. Dari pada memikirkan hal itu, Aku segera masuk ke dalam kamar Rivi dan mencari keberadaannya. Kamar Rivi sangat gelap, meskipun saat itu masih pagi, karna Rivi membiarkan jendelanya tertutup. Selain itu banyak barang-barang yang berserakan, vas bunga pecah, dan kamarnya terlihat sangat berantakan, ini mengingatkanku ketika Aku mengunjungi rumahnya kala kitu, suasananya persis seperti ini.
Aku mencari Rivi dimana-mana, tetapi Aku tetap tidak menemukannya. Kemana dia? Tatapanku terhenti pada cermin rias yang ada di sebelah kananku. Cermin itu pecah, sepertinya Rivi yang memecahkannya. Tiba-tiba Aku mendengar suara seseorang menutup pintu, Aku sangat terkejut ketika melihat orang yang menutup pintu adalah Rivi. Bagaimana mungkin dia bisa berdiri di sana? Bukankah sebelumnya dia tidak ada di sana? Saat itu keadaan Rivi sangat kacau, seperti keadaannya jika sedang sakit. Wajahnya pucat, rambutnya berantakan, dan dia terlihat sangat kelelahan. dan satu lagi, saat itu Rivi terlihat sedang marah.
"Kau menemui dia lagi?" Kata Rivi sambil berjalan menghampiriku.
"Apa? Apa maksudmu?"