Read More >>"> RAHASIA TONI (BUKTI) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RAHASIA TONI
MENU
About Us  

AIR MATA Kinanti mengalir deras membasahi pipi. Dia baru saja sampai di sekolah, tapi pipinya sudah basah dengan airmata. Begitu Maya dengar Kinanti tengah menangis, dia segera menyambangi Kinanti di kelasnya.

"Ok, Nan," katanya saat mendapati Kinanti sudah berderai air mata. "Lo denger ini baik-baik!" Maya langsung memberi nasihat sebelum Kinanti menjelaskan. "Siapa pun orang yang mengganggu lo atau apa pun itu, lo harus tetep bertahan di sekolah ini. Inget biaya daftar ulang kita mahal! Sayang kalau lo keluar di tengah jalan begini."
Kinanti mengernyitkan alis, bingung dengan ucapan Maya.
"Kedua," sambung Maya, "lo inget ada gua, 'kan? Gua siap bantu lo. Any time!"

Kinanti mengusap airmatanya. "Gak ada yang ganggu gua, May...."
"Lah terus?" Maya menarik satu bangku di samping Kinanti dan merapatkan ke arah Kinanti. "Lo jadi nangis karena apa?"
"Lo masih inget monyet kecil yang sering gua kasih makan itu, gak?"
"Ya... ya, terus itu monyet mati gitu?" celetuk Maya.
"Maya!" Kinanti tersentak. "Lo mau denger apa gak?
"Hee, iya.
"Tadi pagi pas gua ke sana, monyetnya gak ada. Terus kata yang punya rumah udah dijual," Kinanti menjelaskan.

Mendengar itu semua, Maya merasa sedikit kesal. Dia mendengus sebal, satu kekhawatirannya terbuang sia-sia pagi ini. Harusnya dia sadar, bahwa lalat mati pun akan membuat Kinanti menangis.
"Gua kira kau di ganggu siapa tadi. Atau gua malah mikir, Toni udah keterlaluan ngerjain lo. Ternyata cuma gara-gara monyet kecil itu."
"Yah, lo kan tau, gua udah sayang sama monyetnya."
Maya hanya mengangguk sambil memancungkan bibirnya saat Kinanti bilang begitu.

Ngomong-ngomong soal Toni, Kinanti juga merindukanya. Satu minggu Toni tidak masuk sekolah. Maya bilang teman-teman dikelasnya mulai protes, karena Toni bisa tidak masuk sekolah karena sakit yang sepele.

"Toni belum masuk juga?" tanya Kinanti setelah membersit hidungnya.
Maya menggeleng. "Belum. Udah satu minggu dia gak sekolah. Kalau kata wali kelas,.sih, dia memang sakit. Cuma pas kita tanya sakit apa, eeeh kita cuma disuruh doain aja."
"Ooo,"kata Kinanti cukup panjang. "Sakit apa ya dia?" Kinanti masih bertanya.

Maya mengangkat kedua bahunya. "Mana gua tau. Biarin aja dia mau gimana. Anaknya juga tertutup gitu."
"Mmmh." hanya itu kata yang bisa keluar dari bibir Kinanti.

***

"Gimana sekolah, Prim?" tanya Toni. Selang infus masih menempel di tangannya. Meski demikian, kondisinya sudah kelihatan lebih baik. Teman-temannya menyangka dia harus dirawat karena tendangan bola di wajahnya. Padahal, ini karena fisik Toni yang melemah beberapa hari belakangan. 

Apalagi dia mulai sering marah-marah dan mengabaikan kesehatannya yang terus memburuk. Untuk itu dia masih menjalani perawatan selama beberapa hari.

Sebetulnya, dokter sudah menawarkan kemotherapy pada Toni. Tetapi dia menolak. Menurutnya, kemotheraphy justru akan membunuhnya lebih cepat. Sama seperti yang terjadi pada Bintang.

Prima meletakan tasnya di kursi, samping tempat tidur Toni. "Sekolah atau Kinanti maksudnya?" tanya Prima.
Kebetulan ada Jena juga di situ.
"Tante...." Prima menyalimi tangan Jena, ibunya Toni.
Jena tersenyum. "Sudah makan, Prim?" tanya Jena.
"Sudah, Tante. Gimana Toni?"

Jena mendesah, walau berusaha tegar raut kekhawatirannya tidak bisa ditutupi. "Dokter masih berusaha untuk menekan pertumbuhan sel kankernya."

Toni mencebik. "Apa?" Dia masuk dalam pembicaraan. "Apa itu artinya, Toni bakal mati sebentar lagi?"
"Bodoh!" Prima membentak. Dia mengerling pada Jena. "Kami semua ini sedang berusaha. Hargai itu."

Toni memalingkan wajah, sementara Jena memberi tanda pada Prima agar bisa menghibur Toni. Prima paham, akan maksud dari ibunda Toni tersebut. 

Memang sejak divonis menderita leukemia Toni jadi lebih mudah marah dan sensitif. Itu pula sebabnya ketika Toni terkena bola kemarin, lukanya mengeluarkan darah yang cukup banyak.

Jena menepuk lembut lengan Prima. "Tante tinggal dulu, ya, cari angin sebentar di luar."
"Ya, Tante, silahkan."

Jena keluar dari ruang perawatan Toni, sebelumnya ia sempat mengusap kepala Toni.
"Ibu sayang kamu, Toni," bisiknya.

Jena keluar. Tepat setelah pintu ditutup, Toni bicara, "Prim."
"Mmh," hanya itu yang keluar dari mulut Prima.
"Gua takut, gua bakalan mati...."
"Gua juga bakal mati, kok."
Prima kemudian duduk di kursi. "Karena setiap yang hidup itu, pasti mati," tandasnya.

Toni mendegus, kesal. "Ini soal penyakit gua."
Prima menatap Toni sebentar. Setelahnya dia berkata, "Gua gak tau."
"Apa yang bakalan manusia rasain kalau nyawanya gak ada di tubuhnya lagi? Apa itu sakit, Prim?"
"Jangan ngomong gitu!" Prima menukas.

Toni tersenyum masam. "Kalau gua mati, menurut lo, gua bakal ke surga atau neraka?"
Prima tersentak. Dia menghela nafas sejenak, sebelum menjawab.
"Gua nggak tau," jawabnya.
"Udah gua duga, lo bakal jawab itu."
"Surga!" Prima langsung menyela.

Toni tersenyum tipis. "Kenapa?" tanyanya.
"Karena Tuhan udah capek denger lo ngeluh terus di dunia. Nanti kalau masuk neraka, lo ngeluh lagi."
"Lo, temen yang gak punya perasaan!" Toni membalikkan badan.

Prima terpaksa mengatakannya
Supaya Toni berhenti bertanya. Pertanyaan bodoh yang dia sama sekali tidak bisa menjawab.
"Lo mau denger kabar soal Kinanti gak?" Prima memberi tawaran pada Toni yang memunggunginya.
Toni berbalik. "Gimana dia?"
"Tadi dia nangis."
Toni terkejut. "Kok bisa? Siapa yang gangguin?" Toni berusaha bangun dari tempat tidur untuk mendapat penjelasan dari Prima.

Prima kemudian membantu Toni yang tampak kesusahan. "Kok langsung semangat gitu dengar berita tentang dia?"
Toni mengerang. "Cepet bilang!" katanya.
"Gua udah tanya Maya, katanya gara-gara monyet kecil yang di deket sekolah itu dijual sama pemiliknya."
"Terus, kok, bisa dia nangis?"
"Maya bilang, Kinan yang tiap pagi kasih makan itu monyet."

Toni mengangguk perlahan. Sebuah ide muncul di benaknya, supaya bisa menghapus airmata Kinanti. 
"Prim, lo bisa bantu gua, gak?" tanyanya.
"Apa?"
"Cari, Prim, siapa yang beli monyet itu. Lo beli lagi, tawar dengan harga dua kali lipat atau bahkan sepuluh kali lipat. Bawa ke gua, kalau lo udah berhasil." 

Prima mengangguk. Yah, memang ini fungsi dia untuk Toni.
"Ok! Gua cari. Paling lambat nanti malam, gua udah kasih kabar."
"Makasih, Prim, lo memang teman yang terbaik dan paling bisa diandelin."

Prima tersenyum simpul. "Mungkin maksudnya orang bayaran terbaik."
"Prim, lo tau, kalau gua gak pernah anggep lo sebagai orang bayaran. Kalau penyakit ini gak menggerogoti gua, maka kita akan bisa bersenang-senang seperti dulu," kata Toni.
"Makasih karena selalu bantu gua," tambahnya.
"Diamlah! Lo mau buat gua menangis disini." Prima menunjukan ekspresi sedih yang mengejek.
"Reseh lo! Gua nyesel udah bilang semua tadi."

Prima tertawa, "Istirahat sana! Gua berangkat, kalau tante Jena kembali."

****

Senja telah berganti malam. Malam yang dingin dan sunyi. Kinanti memandang ponsel poliphonik miliknya yang tergeletak di meja. Berharap Toni meneleponnya, agar dia bisa mendengar suara Toni. Meski dengan kata-katanya yang terdengar menyebalkan. 

Gadis itu menghela nafas. Ia letakan kembali ponsel yang tadi sempat ia pegang. Kinanti duduk menelungkup di kursi belajarnya, satu tangannya keluar memutar-mutar ponsel. Dia benar-benar berharap ada kabar dari Toni. Namun, sampai malam berlalu, Toni tak juga menghubunginya.

"Pagi, Bu ..." Kinanti menyapa ibunya di pagi hari, usai mengambil air jeruk dari dalam kulkas dan menuangkannya ke dalam gelas.
"Pagi," jawab ibunya yang kemudian duduk di kursi. "Kamu gak kemana-mana, kan?" tanyanya pada Kinanti sambil mengaduk teh panas miliknya.

Kinanti menarik satu kursi dan duduk disamping ibunya. Tak lama Ido, adik Kinanti muncul dari dalam kamar dengan rambut yang tampak jabrik berdirik ke atas semua.
"Cuci muka dulu sana, baru sarapan!" perintah Maryam pada Ido. Meski sambil mengeluh, Ido menuruti perintah ibunya.

Kinanti menjawab pertanyaan ibunya. "Kinan gak kemana-mana hari ini, Bu. Ibu perlu bantuan?"
"Belikan Ibu buku resep masakan. Buat arisan besok, ibu mau buat cemilan. Kamu tolong cari buku resep yang simple tapi kelihatannya enak."
"Ok, Bu siap. Habis mandi, langsung berangkat."
"Do, temani Kakak ya!" Kinanti mengajak Ido yang baru muncul kembali.

Ido membuka kulkas dan mengambil satu buah pisang sebelum dia menjawab Kinanti. "Gak ah!" katanya.
"Yah Ido maaaah." Kinanti merengek.
"Ido ada latihan futsal, Kak. Sendiri aja, sih, atau ajak Kak Maya." Ido membuat alasan.

Ido adalah adik Kinanti yang duduk di kelas dua sekolah menengah pertama. Badan Ido yang tinggi sering dikira seusia dengan Kinanti. Ketika mereka jalan bersama, mereka justru sering dianggap sepasang kekasih bukan kakak adik. Itulah yang menyebabkan Ido, enggan sering-sering jalan bersama Kinanti.

Maryam usai menyeruput teh hangatnya. "Kalau Ido gak mau ikut dengan kamu, pergi sendiri," ujar Maryam. "Kamu bisa naik ojek, Sayang."
"Baaaikk," jawab Kinanti dengan sedikit memanyunkan bibirnya.

Maryam tersenyum. "Terimakasih, gadisku yang manis. Kalau gitu, kamu bisa langsung siap-siap. Tapi sebelumnya tolong sapu rumah dulu, ya."
"Siaap, Bu...." suara Kinanti terdengar lesu.

***

Kinanti masih mengeringkan rambutnya yang basah, ketika ponselnya berdering. Toni? gumam Kinanti saat melihat panggilan masuk.

"Asisten!" suara Toni terdengar lagi oleh Kinanti. Senang rasanya, meski Toni terus memanggilnya asisten. "Kok lama angkat telponnya? Masih tidur, ya?"

Tidur? Gua bahkan susah tidur karena terus mikirin lo! Kinanti menggerutu sendiri.

"Asisten! Ditanya malah diem aja."
Kinanti mendesah. "Lo udah sehat? Lo lama gak masuk sekolah, apa sakit lo, parah?"
"Asisten! Lo jangan cerewet, jangan mengalihkan pembicaraan saat gua mau nyuruh lo bertugas."

Menyebalkan bukan? Ketika orang yang diberi perhatian justru bicara dengan nada ketus seperti itu. 

Kinanti mendengus sebal. "Lo mau apa?"tanyanya.
"Gua butuh bantuan. Ada kerjaan buat lo hari ini. Temui gua di kafe Star!"

Kafe? Bersama Toni? Perempuan mana yang tak akan berbunga-bunga. Bahkan jika mau dituruti ingin rasanya Kinanti melompat-lompat karena kegirangan, yah walaupun ini bukan date.

Namun, Kinanti ingat kalau dia ada tugas dari ibunya.
"Jangan hari ini ya, gua ada urusan. Please...."
"Benarkah? Jadi asisten gua sekarang, udah gak mau mematuhi perintah lagi?"

"Bbbukan ..." Kinanti terdengar gelagapan. "Ck! Baiklah, gua berangkat ke sana."

Apa daya dia harus mengalah lagi demi keselamatan hidupnya di sekolah.

Toni bicara lagi. "Memangnya, lo mau ke mana?"
"Toko buku."
"Oh! Lo bisa pergi ke toko buku setelah ketemu gua, gampang, 'kan?" kata Toni, "lagi pula pas juga, tuh, di sebrang kafe Star ada toko buku."

Kinanti berpikir sejenak. "Ya. Gua bakal sampai sana sejam lagi."
"Nah gitu, dong! Gua tunggu satu jam dari sekarang di kafe Star!"
Toni menutup teleponnya. 

Haah, Kinanti menghela nafas. Ternyata Toni sangat menyebalkan, Kinanti baru menyadari itu. Tapi apa boleh buat, dia harus menuruti perintah Toni. Ngomong-ngomong, apa yang harus dia pakai untuk menemui Toni nanti?

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • dede_pratiwi

    when he gone. huhu judulnya bikin baper. wkwk. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @sarisariwah mantap masukannya kak. ayo, itu mksdnya klbhan "K". semoga lanjut baca chapter selnjutnya ya kak...

    Comment on chapter PROLOG
  • sarisari

    Baru baca chapter satuny. Ide ceritanya bagus. Gaya berceritanya juga bagus. Cuma, pelajari lagi PUBInya, ya. Ada beberpa penggunaan tanda baca yang salah. Juga huruf akhir kata kapital. Oh iya. Untuk kata ayok, itu maksdunya dalam aksen Jawakah? Kalau iya di italic. Kalau bukan, tanpa huruf 'k'

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @ShiYiCha maksih. tpi sbnrnya ini bukan cerita SMA aja loh, aku harap klian baca sampai akhir. krena ini kisah Toni yang berjuang melawan kanker dan Prima yang berjuang demi bertahan hidup dari kemiskinan.

    Comment on chapter PROLOG
  • ShiYiCha

    Wiw... Pembukanya seru, nih. Baka lanjutin baca. Mwehe... Cemungut, Kak Yurlian

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @Ivaumu thanks ya udah mau berkunjung, aku harap kamu bakalan baca sampai selesai. karena ini sbnrnya crita tntang prjuangan anak yg mlwan kanker dan pngorbnan orgtua, sgaja aku bumbui dengan kejenakaan supaya crita makin hidup dan natural. :D

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • Ivaumu

    mungkin karena aku jarang baca teenfic jadi merasa agak aneh. Tapi lucu sih... 😄

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • yurriansan

    @aisalsa09 ooh masih kuliah, berarti masih d bawah saya lah ya, hihi

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • aisalsa09

    @yurriansan udah kuliah kaka. Tapi krna yang itu genreny teenfict, jadi gaya bahasa dan pemikiran ngikutin anak sekolah lagi, ehhehe

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • yurriansan

    @aisalsa09 kelhiran thun brp?
    Aku kira dari baca gaya berceritamu di novel imajinyata msh anak sekolah. hoho.
    ternyta udh pernah sma

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
Similar Tags
Secret’s
74      52     0     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Panggil Namaku!
166      86     0     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Ignis Fatuus
35      25     0     
Fantasy
Keenan and Lucille are different, at least from every other people within a million hectare. The kind of difference that, even though the opposite of each other, makes them inseparable... Or that's what Keenan thought, until middle school is over and all of the sudden, came Greyson--Lucille's umpteenth prince charming (from the same bloodline, to boot!). All of the sudden, Lucille is no longer t...
Sepasang Dandelion
94      41     0     
Romance
Sepasang Dandelion yang sangat rapuh,sangat kuat dan indah. Begitulah aku dan dia. Banyak yang mengatakan aku dan dia memiliki cinta yang sederhana dan kuat tetapi rapuh. Rapuh karena harus merelakan orang yang terkasihi harus pergi. Pergi dibawa oleh angin. Aku takkan pernah membenci angin . Angin yang selalu membuat ku terbang dan harus mengalah akan keegoisannya. Keindahan dandelion tak akan ...
I Fallen for Jena Henzie
145      77     0     
Romance
Saat pitcher melempar bola, perempuan itu berhasil memukul bola hingga jauh keluar lapangan. Para penonton SMA Campbell langsung berdiri dengan semangat dan bersorak bangga padanya. Marvel melihat perempuan itu tersenyum lebar saat mengetahui bolanya melambung jauh, lalu ia berlari sekencang mungkin melewati base pertama hingga kembali ke home. Marvel melihat keramaian anak-anak tim base...
AVATAR
133      83     0     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
54      27     0     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Lavioster
67      30     0     
Fantasy
Semua kata dalam cerita dongeng pengiring tidurmu menjadi sebuah masa depan
Pensil Kayu
5      5     0     
Romance
Kata orang cinta adalah perjuangan, sama seperti Fito yang diharuskan untuk menjadi penulis buku best seller. Fito tidak memiliki bakat atau pun kemampuan dalam menulis cerita, ia harus berhadapan dengan rival rivalnya yang telah mempublikasikan puluhan buku best seller mereka, belum lagi dengan editornya. Ia hanya bisa berpegang teguh dengan teori pensil kayu nya, terkadang Fito harus me...
Werewolf, Human, Vampire
55      34     0     
Fan Fiction
WATTPAD PUBLISHED STORY!(username: msjung0414) 700 tahun lalu, terdapat seorang laki-laki tampan bernama Cho Kyuhyun. Ia awalnya merupakan seorang manusia yang jatuh cinta dengan seorang gadis vampire cantik bernama Shaneen Lee. Tapi sayangnya mereka tidak bisa bersatu dikarenakan perbedaan klan mereka yang tidak bisa diterima oleh kerajaan vampire. Lalu dikehidupan berikutnya, Kyuhyun berub...