Read More >>"> Nobody is perfect (Bab 3) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Nobody is perfect
MENU
About Us  

...

Hari  ini pekerjaan Ezra di kantor benar-benar menumpuk. Posisinya sebagai pemimpin sekaligus pemilik dari salah satu perusahaan konstruksi terbesar di kota ini membuatnya harus rela turun tangan untuk menyelesaikan semua masalah perusahaan, bahkan masalah terkecil sekalipun. Ezra ingin semua yang ia kerjakan dan ia miliki sempurna. Tak ada cacat sedikit pun.

Seperti hari ini. Disaat tenaganya sudah habis untuk memeriksa semua laporan keuangan semester dan menghadiri rapat dengan calon investor dari Singapura, ia juga harus ikut memecahkan masalah yang terjadi pada karyawannya.

Tadi pagi, saat melewati lantai 1, di depan meja resepsionis, Ezra tak sengaja mendengar adu mulut antara 2 karyawannya. Setelah Ezra bertanya pada sekretaris pribadinya, ternyata dua wanita itu adalah staff bagian keuangan. Ezra itu tipe orang yang menuntut semua hal harus berjalan sesuai perintahnya dan juga harus terlihat sempurna. Dan pertengkaran tak berkelas yang tadi pagi, suskses membuatnya naik pitam. Tanpa banyak basa-basi ia merumahkan 2 pegawai itu. Masalah selesai dan tingkat kekejaman seorang Ezra melambung di mata pegawai-pegawainya.

Ezra itu bukannya sangat kejam, ia hanya tak suka membiarkan sesuatu yang tak berguna dipelihara berlama-lama. Lahir dalam keluarga dengan predikat konglomerat membuat Ezra mendapat didikan tegas dari ayahnya. Dan agaknya didikan sudah mendarah daging pada Ezra. Ia menjadi seseorang yang tak bisa mentolerir kesalahan sekecil apapun. Dan sikapnya yang seperti itu membuat ia semakin sempurna. Tampan, kaya dan mendominasi.  

 

Sementara Ezra berkutat dengan pekerjaannya, Anita sedang kerepotan mengurus Okta. Sedari pagi Okta yang Anita ajak bicara hanya menjawab seadanya saja, bahkan tak jarang hanya diam. Anita yang merasa bingung akhirnya menyudahi obrolannya dengan Okta dan keluar dari kamar yang Okta tempati.

Anita kemudian menghubungi Ezra. Ia harus bertanya sesuatu.

Ponselnya yang bergetar membuat Ezra membuka matanya yang sempat terpejam. Ia menegakkan tubuh yang semula bersandar di punggung kursi dan menatap layar ponsel pintarnya dengan satu alis yang naik. Nama Anita tertera disana. Biasanya Ezra akan mengabaikan urusan pribadi selama ia di kantor, tapi mengingat saar ini dirumahnya ada Okta, ia pun segera menggeser ikon hijau di ponselnya itu

“Ada apa?” tanya Ezra cepat

“Begini, apa Okta itu tak suka mendengar orang bercerita?” tanya Anita takut-takut. “aku mengajaknya bicara dan dia  hanya mengangguk, menggeleng dan tersenyum.”

Dimana-mana wanita memang selalu menciptakan masalah. Jangan marah pada Ezra karena sudah meyakini prinsip itu. Ezra punya bukti kuat. Selama ia hidup, Ezra hanya mengijinkan 2 wanita memasuki hidupnya dan lihat apa yang terjadi padanya karena 2 wanita itu.

Pertama Okta. Tanpa berbuat apa-apa gadis satu membuat Ezra mampu bertingkah bodoh, merasakan gugup bahkan memutuskan  sesuatu yang konyol. Meski Ezra punya perasaan senang karena menemukan seseorang yang bisa membuatnya melunak, tapi tetap saja ada sisi egois Ezra yang tak suka dengan kenyataan itu.

Wanita kedua adalah ibunya. Oknum yang memaksanya menikahi Anita. Dan lihat apa yang Anita lakukan padanya. Haruskah Anita bertanya soal hal tak penting begini?

“Ezra? Apa yang harus aku lakukan? Aku kesulitan membuatnya mau bicara. Setidaknya dia harus bicara beberapa kalimat kan?”

Anita. Gadis periang dengan latar belakang keluarga terpandang. Ayahnya seorang annggota dewan dan ibunya adalah seorang kepala yayasan sosial terkemuka. Sejak dulu Anita selalu menyelesaikan semuanya sendiri. Ia juga terbiasa menemukan jalan keluar masalahnya sendirian. Bahkan setelah menikah dengan Ezra, ia juga tak pernah mengadukan masalah apapun pada suaminya itu. Tapi untuk masalah Okta, ia merasa tak bisa berbuat banyak. Ia sama sekali tak kenal gadis itu dan Ezra adalah satu-satunya tempat untuk ia bertanya.

Di tempatnya Ezra diam untuk sesaat. Apa yang Anita ucapkan mengingatkannya pada Okta yang dulu. Okta temannya yang memang tipe gadis pendiam, tapi pada keadaan tertetntu bisa sangat berisik. Ia sangat yakin, Okta yang diam pada Anita semata-mata karena Okta masih merasa asing pada Anita. Tanpa sadar, wajah kesal Ezra berubah. Ada sebuah senyuman disana.

“Ezra?”

Ezra tersadar. Sadar dari lamunam Ezra melakukan sesuatu yang impulsif. Pria itu bangkit dari kursinya, mengambil jas kerja juga kunci mobilnya, “Aku pulang sekarang.”

Ezra meninggalkan kantor sebelum jam kerjanya habis dan itu pun hanya karena Anita yang mengadu bahwa Okta tak mau bicara. Tak mau ambil pusing akan tindakannya yang diluar kebiasaan, Ezra turun dari mobilnya dan segera masuk ke rumah. Ia sudah tiba rumah.

Anita yang kebingungan, menyambut kepulangan Ezra seperti biasa. Dilihatnya dan dipelajarinya raut wajah Ezra. Ia kira Ezra akan marah besar saat dirinya menelepon pria itu tadi. Tapi apa? Ezra bahkan tak membentaknya dan malah pulang untuk membantunya.

“Okta dikamar?” tanya Ezra setelah duduk di ruang tamu. Ia kemudian melonggarkan simpul dasinya. Ezra menatap ke lantai 2 rumahnya setelah melihat Anita mengangguk. “Okta memang seperti itu. Saat dia diam, kau hanya perlu memastikan bahwa dia tidak sakit. Selebihnya tak usah heran, karena dasarnya dia memang tak suka banyak bicara. Hanya dalam  keadaan tertentu saja Okta akan bicara sangat banyak.”

Anita mengangguk paham, lalu bertanya lagi. “Apa ini karena dia masih merasa asing padaku?” tebaknya.

Ezra menatap Anita bangga. Akhirnya untuk pertama kalinya Anita bisa memikirkan sesuatu yang benar. Ezra pun mengiyakan dengan mengangguk.

Anita menatap Ezra sebentar. Ia sedang menimbang apakah harus ia tanyakan ini atau tidak. Tapi mengingat wajah tak nyaman Okta tadi, ia pun memberanikan diri bertanya, “Okta itu orang yang seperti apa? Aku perlu tahu apa yang ia suka dan tidak suka, agar bisa dekat dengannya.” Anita diam. Ezra sedang menatapnya dengan penuh tanya sekarang dan itu lumayan menakutkan. Oh, ingatkan Anita bagian mana dari Ezra yang tak Anita takuti.

“Kenapa harus aku ceritakan?”

“Kami hanya berdua di rumah ini. Jika bukan padaku, Okta akan bicara pada siapa? Lagipula, aku juga ingin menjadi teman Okta.”

Ezra lumayan terkejut saat dilihatnya mata Anita berbinar tulus saat berucap tadi. Ezra kejam, tapi bukan berarti dia tak punya perasaan. Ia cukup menyesal jika sampai Anita tahu siapa Okta baginya.

“Ezra?” panggil Anita lagi

Ezra menghela nafas berat sebelum berucap, “Lakukan saja apa yang kau anggap benar. Okta hebat dalam menilai maksud seseorang. Jika niatmu memang untuk berteman, Okta pasti tahu.” Ezra berdiri dan berjalan meninggalkan ruang tamu

“Kau mau makan?” tanya Anita sebelum Ezra pergi

“Tidak, aku mau tidur saja.”

 

Anita mencoba memapah Okta untuk menuruni tangga. Waktunya makan malam dan Anita pikir Okta sudah cukup kuat untuk ikut makan di meja makan. Lagipula ia yakin Okta pasti bosan karena sejak 3 hari lalu gadis itu terus di kamar.

“Tidak perlu, Anita. Aku sudah tidak pusing.” Okta sesopan mungkin menolak bantuan Anita. Meski sangat baik, Okta masih merasa asing akan Anita.

“Baiklah. Ayo !” tersenyum senang, Anita melepas tangan Okta. Beberapa hari ini Anita memang sangat senang karena Okta sudah mau bicara padanya. Hadirnya Okta dirumahnya membuat Anita tak kesepian lagi. Sekarang ada orang yang bisa ia ajak bicara dan bersedia mendengarkan semua ocehannya. Okta orang yang suka mendengarkan dan bisa memberikan feed back yang Anita memang butuhkan. Tidak belerbihan tapi memang yang ia inginkan.

Sampai di meja makan, Okta menghentikan langkah karena Ezra ada di sana. Pria itu duduk di kursi tengah meja makan dan diliputi aura khas penguasa. Pertemuan pertama Okta dengan Ezra membuatnya takut, dan pertemuan kedua ini membuatnya semakin takut. Dari cerita Anita, Ezra itu adalah tipe suami yang kelewat tegas. Anita juga bilang kalau Ezra itu tak suka dibantah.

Ezra yang sedang mengunyah makannya seketika berhenti karena menyadari kehadiran Okta. Ia menatap gadis itu sebentar lalu mengunyah makanannya lagi dengan perlahan. Hati-hati, jangan sampai ia menggigit lidahnya sendiri. Tak seperti pertama kali bertemu, hari ini Okta sudah terlihat segar. Wajahnya tak pucat lagi dan luka di keningnya juga sudah tidak ada. Gadis itu kembali memancarkan aura yang mampu membuat Ezra susah bernafas. Manis tapi tak tersentuh.

“Duduk Okta.” ajak Anita dan mendudukan Okta pada kursi disebelah kanan kursi utama. “Kalian belum berkenalan dengan resmi kan? Dia suamiku Ezra.” kata Anita sambil duduk di sisi meja yang berseberangan dengan Okta.

“Aku Ezra. Kita tak perlu berjabat tangan kan?” Ezra memasang wajah paling dingin yang ia punya, lalu menatap Okta. Ia kemudian kembali fokus pada makanannya saat Okta mengangguk paham.

Setelah makan malam selesai, Okta hendak kembali ke kamarnya. Anita sudah tak disana karena sedang menjawab telepon dari seseorang. Dengan kikuk, Okta pun mohon diri pada Ezra. Sebenarnya ia takut mengeluarkan suara di depan pria itu, tapi demi sopan santun ia memaksakan diri. “A-aku duluan Ezra.”

“Iya,” susah payah Ezra tak terbata dalam menjawab

Kemudian Okta pun menaiki tangga. Tanpa gadis itu tahu Ezra terus menatapnya. Tapi agaknya apa yang Ezra lakukan tidak sia-sia. Karena pada anak tangga ketiga, Okta hampir saja jatuh karena gadis itu tersandung. Lari dengan cepat, Ezra berhasil mencegah Okta jatuh. Ia menangkap gadis itu hingga sekarang Okta aman dalam pelukannya.

DEGH….DEGH….DEGH.DEGH.DEGH.DEGH

Ezra memohon agar Okta tak mendengar detakan jantungnya yang menggila. Buru-buru ia melepaskan Okta dari dirinya.

“Terima kasih.” kata Okta sambil menunduk malu

“Hati-hati,” kata Ezra sambil memindai tubuh Okta dari atas hingga bawah. Memastikan gadis itu baik-baik saja. “Apa kau pusing lagi?”

“Tidak. Aku hanya tersandung sandalku sendiri.” Okta tanpa sadar menggaruk kepalanya dan tersenyum kecil.

Didepan Okta, Ezra menyesali keputusannya membawa Okta ke rumahnya. Ini bunuh diri namanya. Bagaimana bisa ia tahan jika setiap hari Okta seperti ini? Gadis itu masih semanis dulu. Sial, Ezra ingin melakukan sesuatu pada wajah tersenyum itu.

“Pergilah ke kamarmu sekarang juga, aku tak bisa menjamin tak akan terjadi hal buruk padamu.” Ezra berucap dengan suara rendah

Okta pun segera menuruti perintah Ezra. Anita benar, Ezra sangat kejam dan juga tak terbantahkan.

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    prince story never die hehe, penulisannya oke punya dan deskripsinya mantap... udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Maaf katamu? Buat apa?
7      7     0     
Short Story
“Kamu berubah. Kamu bukan Naya yang dulu.” “Saya memang bukan Naya yang dulu. KAMU YANG BUAT SAYA BERUBAH!”
Ketika Cinta Bertahta
5      5     0     
Short Story
Ketika cinta telah tumbuh dalam jiwa, mau kita bawa kemana ?
The Story of Fairro
55      37     0     
Horror
Ini kisah tentang Fairro, seorang pemuda yang putus asa mencari jati dirinya, siapa atau apa sebenarnya dirinya? Dengan segala kekuatan supranaturalnya, kertergantungannya pada darah yang membuatnya menjadi seperti vampire dan dengan segala kematian - kematian yang disebabkan oleh dirinya, dan Anggra saudara kembar gaibnya...Ya gaib...Karena Anggra hanya bisa berwujud nyata pada setiap pukul dua ...
Letter hopes
33      25     0     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Time Travel : Majapahit Empire
639      239     0     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
I Can't Fall In Love Vol.1
57      35     0     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
Confusing Letter
29      21     0     
Romance
Confusing Letter
Frekuensi Cinta
9      9     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
HER
9      9     0     
Short Story
Temanku yang bernama Kirane sering memintaku untuk menemaninya tidur di apartemennya. Trish juga sudah biasa membuka bajunya sampai telanjang ketika dihadapanku, dan Nel tak jarang memelukku karena hal-hal kecil. Itu semua terjadi karena mereka sudah melabeliku dengan julukan 'lelaki gay'. Sungguh, itu tidak masalah. Karena pekerjaanku memang menjadi banci. Dan peran itu sudah mendarah da...
Catatan 19 September
382      150     0     
Romance
Apa kamu tahu bagaimana definisi siapa mencintai siapa yang sebenarnya? Aku mencintai kamu dan kamu mencintai dia. Kira-kira seperti itulah singkatnya. Aku ingin bercerita sedikit kepadamu tentang bagaimana kita dulu, baiklah, ku harap kamu tetap mau mendengarkan cerita ini sampai akhir tanpa ada bagian yang tertinggal sedikit pun. Teruntuk kamu sosok 19 September ketahuilah bahwa dir...