Angin sepoi-sepoi melambai.
Anak rambut Manda yang terkena angin, bergerak-gerak menutupi sebagian matanya. Suasana hening menyelimuti pagi ini.
Seekor burung terbang mengitari kolam ikan yang penuh dengan teratai. Kemudian ia hinggap di salah satu teratai yang masih menguncup. Ia menggesek-gesekkan kepala dengan manja, menunggu teratai itu mekar dan menyebarkan aura indahnya.
Hari ini Manda sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan barang-barang yang ia butuhkan. Semalam Hengky mengajaknya ke suatu tempat. Tapi Manda menolaknya karena sudah hampir jam sembilan.
Hengky berpikir keras saat Manda menolak ajakannya, lalu ia meminta pendapat Arez. Ketika Manda ingin tidur, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Hengky menelponnya lagi. Ia berbicara dalam telepon dengan suara memelas. Sebagai gantinya, Manda harus mau pergi ke danau besok pagi. Awalnya Manda menolak lagi. Namun setelah Hengky mengatakan kalau ia boleh membawa Dheya, akhirnya ia mau menuruti keinginan Hengky.
Sebenarnya bukan hanya Hengky yang ingin pergi bersama Manda. Arez pun ingin menghabiskan waktu liburnya dengan Manda. Jadi, nanti akan ada Arez yang memandu mereka. Manamungkin Dokter Ganteng itu mau melepas Manda dan Hengky begitu saja.
"Asalkan ada Dheya, pasti mereka engga berani macem-macem," keluhnya dalam hati.
Manda memasukkan beberapa makanan ke keranjang. Ia menghitung bungkus makanan sambil melihat jam.
"Setengah tujuh.. Bentar lagi mereka sampai."
Tiin.. Tiin..
Tidak menunggu lama, sebuah mobil telah menepi di samping rumahnya. Dengan cepat ia berlari keluar rumah untuk membuka gerbang.
Terkejut saat mendekati mobil itu, Manda langsung memaki orang di depannya, "Woy, ngagetin gue lu. Engga lucu!"
Orang di depannya mengaduh, "Gue engga ada yang anter tadi. Iih, sebel."
Manda terkekeh geli, "Lu, ya. Masih kecil udah berani bawa mobil. Belum punya SIM lagih."
"Males buat SIM. Yang penting gue udah sampe. Titip mobil, ye."
"Iya, iya," katanya sambil mengangguk lalu menarik Dheya untuk duduk di sampingnya. "Berarti tinggal nunggu dokter sama apoteker sengklek itu."
Dheya menaik-naikkan alisnya, isyarat jika ia mengerti. Ia menepuk paha Manda, "Ibu udah buatin pesenan gue 'kan?"
Makanan yang Manda bawa, ternyata adalah pesanan Dheya. Bu Alda telah menyiapkan semuanya bahkan sebelum Manda bangun.
"Udah dari semalem, Nyet! Masak rendang sama opor tuh lama."
Gadis yang lebih muda darinya itu tertawa, "Hehehe.. 'Kan yang ngusulin bekal Mas Hengky."
Jari Manda mendorong dahi Dheya, "Lebaran udah lewat. Tapi kalian aneh banget pake pesen makanan segitu banyaknya. Awas aja kalo engga diabisin, gue pites kalian bertiga!"
***
Telepon berdering..
Bu Alda yang sedang mengaduk masakannya terperanjat. Ia mematikan kompor dan segera mengangkat panggilan itu.
"Halo?"
"Mbak, ini Na."
Sebuah sapu tangan bergambar strawberry di meja, diambil bu Alda untuk mengelap tetesan keringatnya. Sapu tangan itu milik Hengky, ia sengaja meninggalkan koleksinya di rumah Manda sebelum pergi piknik tadi pagi.
"Aku kira orang lain, ternyata kamu.."
Lawan bicaranya tertawa, "Arez sama gengnya udah berangkat 'kan?"
"Udah, Na. Jangan khawatir. Aku yakin walaupun nantinya Arez punya waktu berdua sama Manda, dia engga akan melanggar janji."
Bu Alda tersenyum. Arez sudah menjadi kepercayaannya sejak dulu. Sangat banyak usaha yang dilakukan Arez, sampai bu Alda mengutuk dirinya sendiri karena telah memanfaatkan lelaki sebaik itu.
Ada yang mengganjal di hati nyonya Na. Bu Alda juga paham betul ada gerangan apa dari lawan bicaranya.
Sebenarnya, yang paling merasa sakit hati dan takut kehilangan Arez adalah bu Alda. Itu semua karena Arez sudah menjadi penolong, bertahun-tahun lamanya. Andai saja Manda tahu inti dari masalah ibunya, pasti masa depan cerah sudah ia genggam sejak dulu.
"Na.. Kerja sama kita engga akan pernah hancur 'kan? Jadi, tolong.. Jangan sia-siakan malaikatku."
***
"Dare!"
"Mas Hengky curangg! Aku engga suka tantangan!"
"Ya udah kalo gitu, truth!"
"Mas Hengky curangg! Aku engga suka jujur!"
Dheya merengek, meremas-remas roti tawar yang ia bawa. Kemudian mengelap lendir bening di hidungnya dengan menggesekkannya ke kaos Hengky.
Arez yang memperhatikan tingkah malu-malu Dheya, langsung menjawil pipi kanannya sambil mengatakan hal seduktif.
"Kekasihmu itu jauh 'kan? Boleh dong kamu jadi mainan aku sementara."
"GYAAAA..!!!" Kali ini Dheya menarik salah satu kaki Manda.
Hengky semakin girang, "Dua laki boleh 'kan? Cuma ditambah aku 'kok, Dheya imut."
Dheya merasa gersang. Tenggorokannya mengeras, tangannya mengepal kuat. Emosi hampir sampai di ubun-ubun. Siaga dua.
Sejak tadi gadis mungil di samping Manda selalu menjadi sasaran untuk dibully oleh kedua sahabat karib itu, Arez dan Hengky. Karena suara Dheya yang sedikit cempreng dan bibir kecil tapi tebal, menambah minat Hengky dan Arez untuk menggodanya.
Manda hanya duduk diam sambil sesekali tertawa. Ia memakan roti blueberry milik Hengky. Bahkan setelah menghabiskan satu buah, Manda mencuri roti dari piring Arez.
Apa Arez tidak mengetahuinya?
Justru Arez melihatnya secara terang-terangan. Namun, seperti biasa ia akan mengeluarkan senyuman jitu untuk meredam emosi. Apalagi ini Manda. Tidak peduli berapa roti blueberry yang Manda makan. Asalkan ia merasa senang dengan piknik hari ini, jiwa Arez bisa tenang.
***
Nyanyian dari daun-daun yang saling bergesekkan meringankan beban pikiran Arez.
Sinar rembulan yang menerangi malamnya membuat hati tenang. Banyak bintang bertaburan di langit yang melengkapi lapisan luar angkasa.
Arez mendongak, menatap langit malam dengan seksama. Terangkai indah wajah Manda di dalam ilusinya, begitu manis dan lucu. Rambut berponi, hidung kecil, dan mata yang indah. Manda benar-benar nyaris sempurna. Rasanya Arez ingin memiliki Manda, seperti saat itu..
Saat Arez membuat Manda kesal setiap harinya. Itulah masa lalu yang tidak bisa diulangi. Namun, ego dan keserakahannya membuat ia tidak segan-segan melakukan segala cara untuk memaksa Manda kembali ke pelukannya.
Boneka panda yang ada di sampingnya, ia letakkan di sebuah kotak yang penuh dengan bunga anggrek. Kemudian Arez berbalik badan dan mengambil ponsel yang bergetar.
Ada pesan masuk.
From : CX
Malam!
Tadi aku udah bicara sama mami. Besok tinggal kamu aja yang konfirmasi ke mami, ya~
Dokter Ganteng membuang nafas dengan kasar. Entah mengapa bebannya semakin bertambah.
Ia meremas rambut dan mengacak-acaknya, frustasi. Sampai kapan kehidupannya kembali normal seperti dulu. Aman, damai, penuh kasih sayang. Sekarang? Ia harus menuntaskan tugas penting yang apabila dikerjakan dengan penuh optimis, justru akan merusak mentalnya.
Kewajiban memang berat.
Arez menekan-nekan tombol di layar ponsel, membalas pesan yang seseorang kirimkan padanya.
To : CX
Ya. Semuanya akan selesai secepat mungkin, aku akan berusaha. Terimakasih sudah melakukan hal yang banyak untukku dan keluargaku.
***
#12
"Jika kebersamaan kita membuatmu semakin sakit, aku tidak akan melanjutkannya. Namun, aku akan tetap berupaya membawa dirimu kembali padaku."
-Handsome Bad Doctor-
Arez