Read More >>"> sHE's brOKen (13. SEBUAH KEPUTUSAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - sHE's brOKen
MENU
About Us  

13. Sebuah Keputusan

Aku berharap apa yang kuputuskan adalah sebuah kesalahan yang manusiawi. Namun, melihatmu bahagia dengan yang lain, membuatku sadar bahwa keputusanku adalah pilihan yang tepat.

 

Aldi meneguk minuman kalengnya. Langit sudah gelap, dan dia belum ingin pulang ke rumah. Berkali-kali dia menghela napas, menyesali dirinya menjadi seseorang yang terlalu memikirkan banyak hal yang bahkan tak perlu untuk dipikirkan. Pertemuannya dengan Salma tadi membuat Aldi semakin ingin menyendiri di gedung tempatnya berlatih seharian ini. Dia perlu berdamai dengan dirinya sendiri sebelum pertandingannya dua hari lagi. Tentu dirinya tidak bisa bertanding dalam pikiran yang masih kalut seperti ini. Dia perlu mengurai benang kusut di pikirannya, untuk sesaat saja tidak membuat kerumitan.

“Aku mengagumi kamu sejak pertandingan basket antar-fakultas.” Ujar Salma, saat mereka duduk di bangku taman samping gedung tempat Aldi berlatih basket seharian itu.

“Jadi, yang selalu menaruh bunga di jok motorku itu kamu, Sal?” Aldi mengulang pertanyaannya, memastikan apa yang didengarnya tidaklah salah. Hal yang selama ini menjadi tanda tanya besar baginya, sudah terjawab.

Salma mengangguk. “Maaf kalau aku terlalu mengganggu, Al. Aku cuma mau berteman aja, kok. Cuma mau mengenal. Semoga kamu nggak keberatan.”

Aldi terdiam sejenak, berpikir. Selama ini, dirinya tidak banyak memiliki teman perempuan. Bahkan, yang dekat dengannya pun hanya Tiara dan Rani saja. Orang-orang sudah mengenalnya dengan pribadi yang tertutup. Dan sekarang, apa dia bisa menerima kedatangan Salma dan memperlakukannya dengan baik di saat situasi hatinya sedang tidak baik?

“Al?” Salma mengulang panggilannya. “Kayaknya kamu belum mau untuk berteman dengan aku, ya..”

Buru-buru Aldi membantahnya. Dia bukan tidak ingin berteman. Hanya saja, dirinya tidak tahu bisa memperlakukan Salma dengan baik atau tidak selayaknya teman. Tentu dengan perasaan Salma yang lebih dari sekadar teman, menjadi hal yang dipertimbangkan Aldi. Dia tidak pernah mau menyakiti hati perempuan. Melihat Tiara menangis saja, tangannya sudah dingin menjalar sampai kaki.

Aldi meremas minuman kaleng yang sudah habis diminumnya. Dia mengambil tas perlengkapan basket, dan menuju parkiran mengambil motornya untuk pulang ke rumah. Jalanan begitu lengang, tidak seperti biasanya. Entah sekarang sudah jam berapa, Aldi tidak tahu dan tidak mau tahu. Dia lebih suka membiarkan waktu berlalu cepat, ikut membawa luka yang masih saja terasa di hatinya.

Sudah hampir satu bulan dia tidak menghubungi Tiara, dan tidak juga bertemu dengan gadis itu. Aldi tidak ingin menganggu. Tiara sudah bahagia dengan seseorang yang baru. Seseorang yang akan selalu ada di sampingnya, menggantikan posisi Aldi yang selama empat tahun ini ada di samping Tiara.

Aldi meletakkan tasnya di meja kamar, membukanya, dan mengambil sebuah tempat makan yang tadi diberikan Salma padanya.

“Ini, aku buatkan kamu nasi goreng. Masih hangat.” Salma menyodorkan sebuah tempat makan berwarna merah pada Aldi.

“Nggak perlu repot-repot, Sal..” Ujar Aldi, merasa tidak enak. Dia mengambil tempat bekal itu, dan memang masih hangat. Wanginya sempat tercium oleh Aldi.

“Dua hari lagi kamu ada pertandingan penting, kan? Jangan tinggalin jadwal makannya ya, Al. Untuk jadi pemenang pasti butuh tenaga lebih.”

Aldi menarik kursi meja belajarnya. Dia membuka tempat bekal itu, dan melihat ada sebuah kertas kecil menempel dibalik tutupnya.

Terimakasih sudah mau menerima aku jadi temanmu, Al. Selamat mencoba masakanku, ya!

Aldi tersenyum simpul. Dia mengambil sendok, dan mulai menyantap nasi goreng buatan Salma yang sengaja dibuatkan untuknya.

***

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Aldi sudah siap untuk bertanding basket mewakili kampusnya pagi ini. Tugasnya sebagai kapten tim basket putra, harus dia jalani sebaik mungkin. Menjadi seorang yang perfeksionis dalam bertanding membuat dirinya melarang keras ada kecerobohan pada setiap pertandingan. Persiapan latihan yang dilakukannya kemarin bersama dengan rekan satu timnya, membuat Aldi merasa yakin dengan chemistry mereka untuk bertanding hari ini. Menjaga kekompakan satu tim adalah tugas terberat bagi Aldi yang mendapat tanggung jawab sebagai kapten tim basket putra yang mewakili kampusnya.

Aldi bersama empat orang pemain inti lainnya yang sudah siap dengan seragam tim basket berwarna putih-biru dongker, melakukan pemanasan ringan sebelum 15 menit lagi pertandingan dimulai. Dia mengumpulkan rekan satu timnya, dan memberikan semangat agar mereka mendapat hasil yang terbaik.

“Ingat, ya? Kita nggak boleh meremehkan lawan. Lihat mereka, integritas mereka kuat. Kita nggak boleh lengah. Oke?!” Tegas Aldi pada rekan timnya dalam sebuah lingkaran kecil. Dia mengulurkan tangan kanannya, diikuti dengan rekannya yang lain. “GO GO GO! WE ARE A WINNER!” Sorak mereka, memecahkan keramaian, melihat supporter dan penonton sudah mulai berdatangan.

Sesekali, pandangan Aldi mengarah pada tribun penonton di sisi kanan dan kiri lapangan, mencari-cari keberadaan Tiara di tengah keramaian. Namun, dia tidak menemukan gadis itu. Mungkin dia belum datang. Aldi menghibur diri.

Lima menit menuju mulainya pertandingan. Aldi bersama rekan satu timnya mulai mengatur posisi. Dua orang dalam posisi guard, satu orang menjadi centre, dan dua orang sisanya menjadi forward.

Wasit meniup peluit, pertanda bahwa pertandingan sudah dimulai. Bola diberikan pada tim Aldi, dan posisi centre mulai melakukan pertahanan. Putra yang ada di Point Guard mulai menggiring bola dan memberikan passing pada Yoga. Laki-laki itu menggunakan cross-over dengan memantulkan bola dari tangan kiri ke tangan kanannya, memantulkan bola di antara celah kaki. Tatapan sinis lawan membuat Yoga tersenyum simpul. Dia memberikan bolanya pada Aldi yang sudah siap untuk menerobos pertahanan lawan. Aldi melakukan gerakan memoros untuk menyelamatkan bola dari jangkauan lawan dengan salah satu kaki sebagai porosnya, sedangkan yang satunya berputar 360 derajat.

Pertandingan semakin seru. Teriakan penonton terdengar riuh. Dalam usahanya menghindari jangkauan lawan, pandangan Aldi sesekali melihat tribun penonton dan mencari keberadaan Tiara. Namun yang dilihatnya hanya Salma yang sedang berteriak menyemangati dirinya. Perempuan itu terlihat bertepuk tangan memberikan semangat.

“YA! SHOOT!”

Aldi menembakkan ring dengan melempar bola ke dalamnya. Kuartal pertama berakhir dengan tim Aldi yang menguasai poin. Pertandingan pun diistirahatkan, sebelum memasuki ke kuartal selanjutnya.

GOODJOB, Al!!” Yoga menepuk bahu Aldi dan memberikan sebotol minum untuknya. Sementara Aldi hanya tersenyum tipis dan meneguk botol minumnya. Dia memegang lutut kirinya, yang mulai terasa sedikit tidak nyaman. Masih ada beberapa kuartal untuk mengakhiri pertandingannya hari ini. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.

***

Sorak-sorai terdengar riuh begitu Tiara tiba di gedung pertandingan basket antar-kampus hari itu. Dia datang terlambat, karena harus menunggu Randi menyelesaikan dahulu beberapa urusannya di kafe. Sementara Rani sudah lebih dulu datang dengan Kemal, dan tidak tahu mereka mengambil tempat duduk di mana.

Tiara berjalan membungkukkan setengah tubuhnya, mencari tempat duduk yang masih kosong untuk dirinya dan Randi. Akhirnya di tribun penonton sebelah kiri lapangan, Tiara menemukan dua kursi yang masih kosong.

Pertandingan kembali di mulai. Tiara bisa melihat Aldi mulai mengatur posisinya untuk menggunakan strategi baru. Laki-laki itu terlihat sangat fokus saat berhadapan dengan lawannya, menggiring bola, melemparkannya pada Putra, melakukan lay-out, sampai teknik slam dunk yang pernah diajarkan Aldi padanya. Pada awalnya, Tiara sama sekali tidak tahu dengan semua istilah-istilah itu, sampai pada akhirnya Aldi sendiri yang mengajarkannya bermain basket dengan teknik-teknik dasar. Pada saat itu, Tiara menemani Aldi bermain basket mengisi waktu liburnya, dan sekarang Tiara sudah mulai mengerti dengan gerakan-gerakan yang Aldi mainkan saat pertandingannya.

“Harusnya, kamu pegang bolanya kayak gini, Ra.” Aldi mencontohkan cara memegang bola yang benar pada Tiara. “Habis itu, baru kamu dribble. Ini aku contohkan.” Ujarnya, sambil membawa bolanya dengan memantulkan ke lantai.

Tiara manggut-manggut. Dia mengambil bola dari genggaman Aldi dan mulai melakukannya lagi. Rasa penasarannya dengan olahraga yang begitu disukai Aldi membuat Tiara ingin juga ikut mencoba. Memangnya, seberapa mengasyikkannya permainan ini?

“Tuh, bisa!” Aldi tertawa melihat Tiara yang sudah jago menggiring bolanya. “Nih, sekarang aku ajarin teknik lay-out ya?”

 

“Ra?” Panggil Randi, menyentuh lengan Tiara. “Kamu kok senyum-senyum sendiri?”

Tiara terkejut dari lamunannya. “Eh, enggak.. itu, aku lihat Rani di sana.” Jawabnya, menunjuk ke arah tribun yang berada jauh dari tempat duduknya. Tentu saja bukan itu alasannya. Dia tidak mungkin mengatakan kalau dirinya tersenyum mengingat Aldi yang pernah begitu susah payah mengajarkan dirinya bermain basket.

Tiba-tiba terdengar tiupan peluit oleh wasit. Tiara kembali terkejut, melihat Aldi dituntun oleh Yoga ke pinggir lapangan. Buru-buru Tiara beranjak dari duduknya, dan berniat untuk turun. Namun langkahnya terhenti, saat melihat seorang perempuan yang tak dikenalnya lebih dulu turun ke pinggir lapangan membawakan botol minum, dan bersama tim medis memberikan spray pereda nyeri yang disemprotkan di lutut kiri Aldi.

Siapa dia?

Tiara bertanya-tanya dalam hati. Tidak sadar, Randi menyusulnya dari belakang, menarik lengannya untuk kembali duduk di kursi. Jantung Tiara terasa berdebar melihat Aldi merintih kesakitan memegang lutut kirinya. Namun, laki-laki itu tetap memaksakan diri untuk kembali bermain beberapa menit setelah tim medis menyemprotkan pereda nyeri.

Pertandingan berlangsung sengit. Melihat Aldi sebagai kapten timnya mengalami cidera, membuat tim lawan terlihat besar kepala. Mereka tersenyum mengejek. Putra yang sempat tidak terima melihat tim lawan memandang rendah seperti itu, hampir terpancing. Beruntung, Yoga menahannya. Skor pertandingan masih sama. Dan kuartal akhir, menentukan pemenang untuk pertandingan basket antar-kampus ini.

Wasit kembali mengistirahatkan pemain sebelum memasuki kuartal akhir. Aldi duduk meluruskan kedua kakinya, dan meneguk kembali botol minumnya. Napasnya sedikit tersengal. Dia butuh menenangkan dirinya sebentar. Tangannya masih memegang lutut kiri yang baru saja disemprotkan pereda nyeri oleh tim medis.

Pandangannya menyapu tribun penonton. Dia masih berusaha mencari keberadaan Tiara. Perempuan itu yang selalu bisa membuat semangatnya kembali ada. Di tribun sebelah kiri lapangan, mata Aldi tertuju pada seorang perempuan yang duduk menatapnya dengan raut wajah khawatir. Benar saja. Itu Tiara. Dengan seorang laki-laki yang duduk di sampingnya, Randi.

Aldi menghela napasnya. Dia tersenyum. Perempuan itu pasti sangat khawatir melihat insiden menegangkan barusan. Walaupun harus melihat Tiara datang bersama Randi, itu tidak mengapa. Kedatangan Tiara untuk menonton pertandingannya saja sudah terasa cukup bagi Aldi.

Istirahat tidak berlangsung lama. Aldi bersama rekan satu timnya kembali berdiri untuk melanjutkan pertandingan. Kuartal terakhir, sesi penentu untuk mencetak poin sebanyak-banyaknya. Dia harus bisa meredam nyeri pada cideranya.

“Lo yakin mau lanjut, Al?” Yoga merasa khawatir dengan kondisi lutut kiri Aldi yang sempat cidera.

Aldi mengangguk tegas. Dia harus bisa menyelesaikan pertandingannya itu walaupun harus mengorbankan cideranya sekalipun. Wasit kembali meniup peluitnya. Bola diberikan pada tim lawan, namun tidak lama berhasil direbut oleh Putra yang melakukan passing pada Aldi. Beberapa kali Aldi melakukan shooting, namun selalu gagal. Tim lawan semakin berada di atas awan, membuat Yoga dan Putra memasang wajah yang putus asa.

Nggak. Gue harus bisa.

Aldi masih berupaya menyemangati dirinya. Pertandinganpun semakin memanas. Pandangannya tertuju pada Tiara yang memperlihatkan keresahannya. Perempuan itu tampak mengaitkan kedua tangannya, dan sesekali menggigit bibir.

Dengan sisa tenaga yang dia punya, di menit-menit terakhir, Aldi berusaha menerobos pertahanan lawan. Tiga angka yang harus didapatnya untuk bisa memenangkan kuartal akhir, karena tim lawan sudah menduduki poin unggul. Dia menggiring bola, berusaha memasukkannya dari daerah tiga angka.

 Dan.. SHOOT!

THREE POINT!

Terdengar sorak-sorai supporter yang begitu riuh di tribun sebelah kiri dan kanan. Yoga dan Aldi berpelukan, yang lainnya mengepalkan tangan kegirangan. Aldi berhasil. Dia berhasil mengejar ketertinggalan. Timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Aldi tersenyum lebar. Wajahnya sedikit pucat. Yoga dan Aldi memeluknya dengan erat. Sementara lutut kirinya semakin terasa sakit. Dari tribun penonton sebelah kiri lapangan, Aldi melihat Tiara berjalan menuju pintu keluar bersama Randi di depannya.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Youth
267      112     0     
Inspirational
Salah satu meja di kafe itu masih berisikan tiga orang laki-laki yang baru setahun lulus sarjana, mereka mengenang masa-masa di SMA. Dika, Daffa, dan Tama sudah banyak melewati momen-momen kehidupan yang beragam. Semuanya tak bisa mereka pilih. Mereka diizinkan berkumpul lagi setelah sempat berjanji untuk bertemu di tanggal yang mereka tentukan. Apa pun yang terjadi, mereka harus berkumpul pa...
Too Sassy For You
22      13     0     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
MONSTER
79      35     0     
Romance
Bagi seorang William Anantha yang selalu haus perhatian, perempuan buta seperti Gressy adalah tangga yang paling ampuh untuk membuat namanya melambung. Berbagai pujian datang menghiasi namanya begitu ia mengumumkan kabar hubungannya dengan Gressy. Tapi sayangnya William tak sadar si buta itu perlahan-lahan mengikatnya dalam kilat manik abu-abunya. Terlalu dalam, hingga William menghalalkan segala...
Story of Love
8      7     0     
Romance
Setiap orang memiliki kisah cintanya masing-masing. Ada perjalanan cinta yang sepahit kopi tanpa gula, pun ada perjalanan cinta yang semanis gula aren. Intinya sama, mereka punya kisah cintanya sendiri. Kalian pun akan mendapatkan kisah cinta kalian sendiri. Seperti Diran yang sudah beberapa kali jatuh tempo untuk memiliki kisah cintanya
My Noona
46      31     0     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Selfless Love
61      36     0     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
North Elf
18      11     0     
Fantasy
Elvain, dunia para elf yang dibagi menjadi 4 kerajaan besar sesuai arah mata angin, Utara, Selatan, Barat, dan Timur . Aquilla Heniel adalah Putri Kedua Kerajaan Utara yang diasingkan selama 177 tahun. Setelah ia keluar dari pengasingan, ia menjadi buronan oleh keluarganya, dan membuatnya pergi di dunia manusia. Di sana, ia mengetahui bahwa elf sedang diburu. Apa yang akan terjadi? @avrillyx...
RAHASIA TONI
344      70     0     
Romance
Kinanti jatuh cinta pada lelaki penuh pesona bernama Toni. Bukan hanya pesona, dia juga memiliki rahasia. Tentang hidupnya dan juga sosok yang selalu setia menemaninya. Ketika rahasia itu terbongkar, Kinanti justru harus merasakan perihnya mencintai hampir sepanjang hidupnya.
Bersyukurlah
6      6     0     
Short Story
"Bersyukurlah, karena Tuhan pasti akan mengirimkan orang-orang yang tulus mengasihimu."
Someday Maybe
156      71     0     
Romance
Ini kisah dengan lika-liku kehidupan di masa SMA. Kelabilan, galau, dan bimbang secara bergantian menguasai rasa Nessa. Disaat dia mulai mencinta ada belahan jiwa lain yang tak menyetujui. Kini dia harus bertarung dengan perasaannya sendiri, tetap bertahan atau malah memberontak. Mungkin suatu hari nanti dia dapat menentukan pilihannya sendiri.