Read More >>"> Kamu VS Kamu (3) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu VS Kamu
MENU
About Us  

Tanjung Benoa Water Sport Bali terletak di Nusa Dua wilayah Kuta Selatan. Sesuai namanya, di sini menawarkan berbagai permainan air dengan harga yang cukup merogoh kantong sangat dalam untuk ukuran siswa SMA. Namun, meski hanya lima belas menit di atas jet ski tadi, aku sampai menghabiskan suaraku karena bahagia setiap cipratan air yang tinggi mengenai wajahku. Aku rasa Aditya tidak hanya mahir dalam bulu tangkis. Cowok ini juga mampu meyakinkan beli tadi untuk menggantikannya sebagai pemandu dengan kemahirannya ini. Tapi hanya sampai di situ kekagumanku pada Aditya. Mengingat harga yang tidak murah tadi, Aditya tidak akan membiarkanku lari begitu saja. Tadi aku tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Sudah tentu ia yang membayarnya. Pasti dia akan menganggapnya sebagai utang, seperti yang ia lakukan pada minuman isotonikku semalam.

Vivian sudah kembali dari Pulau Penyu. Aku melihatnya sedang memainkan ponselnya di tempat dudukku semula sebelum aku diajak tanpa izin oleh Aditya untuk menaiki jet ski. Oh, ralat. Ia memainkan ponselku setelah aku melihatnya dalam jarak dekat. Membuka salah satu aplikasi pesan lintas dan asyik chatting dengan kontak bernama Rio.

Menyadari kehadiranku, ia menyerahkan ponselku dengan senyum yang sejak tadi pagi masih bertahan, “Selamat bersenang-senang.” Katanya membuatku bingung. Aku mengecek ponselku, penasaran dengan chatting Vivian tadi. Sejenak aku membaca nama kontak Rio di aplikasi pesan lintas itu, “Rio? Rio Pradipta?” Tanyaku memastikan yang dijawab dengan anggukan oleh Vivian, “Sejak kapan aku nyimpen kontak Rio?” Sepertinya aku masih tersihir oleh pesona Aditya tadi yang sangat dekat denganku, sehingga reaksiku memiliki kontak Rio tidak sebahagia tadi pagi.

“Berterima kasihlah pada Vivian. Tadi aku sama Rio satu kapal waktu ke Pulau Penyu. Baru tadi kepikiran, kenapa nggak ngasih kontak dia ke kamu.” Aku baru menyunggingkan senyum kepada Vivian setelah mengingat bahwa aku juga bersama Aditya saat Vivian bersama Rio. Tapi untuk apa yang Aditya lakukan bersamaku tadi, sebaiknya aku tidak memberi tahu Vivian. Lagi pula Vivian tidak menanyakan mengapa sebagian pakaianku basah dan bersama siapa aku bermain air. Aku sendiri merasa tidak wajar sedekat itu bersama Aditya jika tujuanku adalah mendekatkan cowok itu dengan sahabatku.

Kembali aku memusatkan perhatian pada ponsel. Membuka chatting Vivian dan Rio tadi. Mataku melebar membaca apa yang dikatakan sahabatku pada cowok yang aku suka itu, “Vi! Kamu ngajak Rio buat barengan di Pantai Pandawa nanti?”

Vivian menggeleng, “Kamu, Asmara bareng Rio di Pantai Pandawa nanti.” Katanya dengan yakin.

***

Sebelum menuju ke Pantai Pandawa, kami mengunjungi Puja Mandala untuk beribadah setelah tadi sempat makan siang di Tanjung Benoa. Di sini terdapat tempat ibadah lima agama di Indonesia dalam satu kompleks. Selanjutnya untuk menuju Pantai Pandawa dari Tanjung Benoa memerlukan waktu sekitar setengah jam menggunakan bus. Pakaianku yang sempat basah telah kering ketika kami sampai di sana. Aku memang tidak membawa baju ganti untuk perjalanan hari ini, karena aku tidak berencana untuk bermain air hingga basah kuyup.

Busku datang lebih lama dibanding bus nomor lima yang penumpangnya merupakan rombongan kelas Rio. Sejujurnya aku lebih percaya Rio akan masuk lebih dulu bersama teman-temannya atau bersama gadis yang lebih cantik dan pintar dibanding menungguku. Jadi, dengan posesif aku menggamit lengan Vivian agar tidak seenaknya meninggalkanku sebelum aku benar-benar melihat cowok itu. Namun apa yang aku lihat membuatku melongo bahkan melepaskan kacamata hitamku dan memasangnya di atas kepala seperti bando. Di sana aku melihat Rio sendirian duduk di tempat berteduh dengan menatap layar kamera DSLR yang dikalunginya. Aku katakan sekali lagi. Ia sendirian! Benarkah ia memilih untuk menungguku dibanding bersenang-senang dengan teman-temannya? Tanpa sadar aku menangkup kedua pipiku untuk menahannya memancarkan semburat merah hingga Vivian menepuk –cenderung menampar pipiku yang untung saja terlindungi oleh tanganku– untuk membuatku sadar, “Sana samperin. Bilang aja Vivian lagi nyebelin jadi nggak bisa diajak asyik.” Aku menangkup kedua pipi Vivian dan menggoyang-goyangkan kepalanya dengan perasaan bahagia, “Matur nuwun, cah ayuu. Untuk Aditya, ntar dulu ya? Tau sendiri aku lemot.” Melepaskan pipinya, aku memberikan senyuman lebar dan segera menghampiri Rio dengan jantung yang berdebar-debar.

Rio selalu berpenampilan rapi di mana ia berada, meski liburan sekali pun seperti saat ini. Ia memakai kemeja abu-abu lengan pendek dan celana bahan yang pas di kakinya namun tidak terlalu ketat. Bak artis korea yang memamerkan airport fashion mereka, Rio menambahkan kacamata hitam yang membuatnya terlihat semakin modis. Ditambah tubuh jangkungnya yang membuat kaum hawa berandai-andai untuk berada di dalam dekapannya. Aku menjitak kepalaku sendiri dengan apa yang aku bayangkan, takut lamunanku akan membuat wajahku semakin terlihat bodoh di hadapan Rio, “Rio.” Sapaku tak lupa mengusahakan senyum terbaik yang aku bisa. Cowok itu mengangkat kepala dari layar kamera, menatapku dan membalas senyum. Oh, inilah the real genius face. Untung saja ia bukan anggota OSIS atau ketua OSIS, terlalu sempurna jika ia menyandang jabatan itu dan semakin kecil pula aku untuk disangdingkan dengannya, “Sorry lama. Harusnya kamu nggak perlu nungguin aku.”

“Nggak sama Vivian?” Tanyanya dengan suara itu! Suara yang membuatku mampu meleleh seketika. Terik matahari saja kalah untuk mampu melelehkanku.

“Oh-eh, Vivian kayanya lagi sensitif. You know lah, cewek.” Ia mengangguk-angguk mendengar jawabanku.

“Ya udah, yuk. Keburu rombonganku balik lagi.” Katanya dengan mempersilakanku terlebih dahulu sementara ia mengikuti di sampingku.

Belum sempat aku mengobrol lama dengan Rio, seseorang dengan tubuh lebih besar dariku menyenggolku dan membuat tubuhku oleng ke kanan. Seharusnya jantungku berdebar lebih cepat atau malah napasku berhenti ketika tubuhku tidak benar-benar terjatuh ke aspal yang mungkin terasa panas, atau setidaknya jantung dan napasku akan seperti itu jika aku bersentuhan dengan Rio. Namun tidak. Aku justru mendengar suara mengaduh kesakitan dari Rio dan ketika aku menyadarinya, kakiku yang memakai flat shoes menginjak jari-jari kaki Rio yang hanya memakai sandal jepit pantai.

Drama hanya drama. Ini tidak seperti adegan romantis dalam drama yang kutonton. Dengan cepat aku mengangkat kakiku dan menatap Rio yang masih mengernyit kesakitan. Aku menangkupkan kedua tangan di depan mulut dan mencoba meminta maaf kepada Rio dengan ekspresi andalanku.

“Sakit, lho.” Katanya jujur dengan menahan sakit. Namun kemudian ia terkekeh sementara tangannya terulur untuk mengacak-acak rambutku, “Ekspresimu unik juga.” Seolah-olah melupakan sakit di kaki Rio, aku melongo mendengar apa katanya barusan, bahkan ketika Rio sudah mengangkat kameranya dan menangkap ekspresiku.

“Hee, ngapain ngambil gambarku. Coba liat! Pasti jelek banget!” Aku mencoba meraih kamera yang dibawa Rio. Namun cowok itu justru semakin terkekeh dan mengajakku untuk main kejar-kejaran.

Pantai Pandawa terletak di wilayah paling selatan di Pulau Bali. Sering disebut juga dengan Pantai Rahasia karena letaknya yang berada di balik bukit. Hal ini dapat aku lihat ketika menoleh ke belakang dan menemukan dua tebing yang terpisahkan oleh jalan masuk menuju pantai ini. Terdapat tulisan PANTAI PANDAWA yang dibuat menempel di salah satu tebing bak tulisan HOLLYWOOD di Amerika Serikat. Pantai ini masih terbilang baru dan langsung membuatku jatuh hati ketika pertama kali ke sini. Meski sinar matahari sangat terik, airnya jernih dipadu dengan pasir putihnya. Bahkan saat terpotret kamera beresolusi rendah, airnya tetap terlihat segar. Pasir di pantai ini bertekstur kasar, membuat kakiku tidak mampu bertahan lama untuk berada di dalam air. Kakiku makin lama semakin tenggelam ke dalam pasir ketika ombak menarik diri kembali ke lautan. Membuat sensasi menggelitik di telapak kakiku.

"Ra." Aku menoleh mendengar panggilan itu. Rio yang masih berkutat dengan kameranya sekali lagi mengambil gambarku.

"Curang, aku modelnya tapi nggak boleh liat."

Rio kembali terkekeh seperti tadi. Angin meniup rambutnya, membuatku tersihir sesaat seakan-akan terdapat cahaya yang memancar dari tubuh Rio, "Nih, kalau mau liat." Ia berjalan mendekatiku. Mengalungkan strap kameranya namun ia tidak melepaskan strap itu dari lehernya. Membuatku sangat dekat dengan cowok itu karena jangkauan strap itu sangat pendek untuk dikalungkan pada leher dua orang. Namun kebodohanku justru menguasai, apakah kepalaku terlalu kecil sampai muat masuk ke dalam strap kamera yang masih terkalung di leher Rio?

Aku menoleh hendak protes, bagaimana jika aku dan Rio terjebak di strap ini? Namun yang kudapati adalah hidungnya yang berjarak dua senti dari wajahku. Membuat mataku melebar dan buru-buru membebaskan diri dari strap kamera yang menyatukan kami berdua. Bertingkah sewajarnya meski aku sadari jantungku berdetak tidak wajar. Sampai-sampai aku takut jika tiba-tiba saja aku terkena serangan jantung. Rio yang menyadari kekeliruannya, mengerti dan memilih untuk mencondongkan layar kameranya ke arahku -orang pintar memang lebih peka. Dalam jarak sedekat ini, aku bisa menghirup minyak esensi dengan wangi kayu manis yang dikenakannya. Membuat dadaku sesak dan akan membuatku pingsan selain karena serangan jantung.

"Eeh, siapa itu di belakangku yang masang derp face." Meski memakai efek bokeh, tetap terlihat orang-orang di belakangku. Apalagi yang dengan sengaja memasang wajahnya menghadap kamera dengan tampang aneh mengotori latar belakang foto yang diambil Rio. Tidak hanya di satu foto. Setiap fotoku yang diambil oleh Rio terdapat foto orang itu dengan ekspresi yang sama. Bahkan di fotoku yang menampakkan wajah bloon setelah menginjak kaki Rio.

Orang itu jelas pria, memakai kacamata hitam dan pakaian dengan warna senada. Sejenak aku mengangkat kepala dan memindai pengunjung yang berada di sekitarku. Tak banyak yang memakai baju berwarna hitam. Karena panas matahari akan mudah terserap oleh kain hitam dan membuat udara semakin terasa gerah. Salah satunya adalah Aditya, yang kini melipat tangan di depan dada dengan tatapan menantang ke arahku. Sepertinya ia hendak menagih utang jet ski tadi.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 1 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • anandesk

    Cepat lanjut, Aditya kenapa sih?????

    Comment on chapter 4
  • ShellaJody

    Lanjut dong lanjut, kayaknya si Aditya sengaja deh itu

    Comment on chapter 3
Similar Tags
pendiam dan periang
5      5     0     
Romance
Dimana hari penyendiriku menghilang, saat dia ingin sekali mengajakku menjadi sahabatnya
Koma
244      94     0     
Romance
Sello berpikir bisa menaklukkan Vanda. Nyatanya, hal itu sama halnya menaklukkan gunung tinggi dengan medan yang berbahaya. Tidak hanya sulit,Vanda terang-terangan menolaknya. Di sisi lain, Lara, gadis objek perundungan Sello, diam-diam memendam perasaan padanya. Namun mengungkapkan perasaan pada Sello sama saja dengan bunuh diri. Lantas ia pun memanfaatkan rencana Sello yang tak masuk akal untuk...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
4      4     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
Sejauh Matahari
9      9     0     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Young Marriage Survivor
35      22     0     
Romance
Di umurnya yang ke sembilan belas tahun, Galih memantapkan diri untuk menikahi kekasihnya. Setelah memikirkan berbagai pertimbangan, Galih merasa ia tidak bisa menjalani masa pacaran lebih lama lagi. Pilihannya hanya ada dua, halalkan atau lepaskan. Kia, kekasih Galih, lebih memilih untuk menikah dengan Galih daripada putus hubungan dari cowok itu. Meskipun itu berarti Kia akan menikah tepat s...
Untuk Navi
12      8     0     
Romance
Ada sesuatu yang tidak pernah Navi dapatkan selain dari Raga. Dan ada banyak hal yang Raga dapatkan dari Navi. Navi tidak kenal siapa Raga. Tapi, Raga tahu siapa Navi. Raga selalu bilang bahwa, "Navi menyenangkan dan menenangkan." *** Sebuah rasa yang tercipta dari raga. Kisah di mana seorang remaja menempatkan cintanya dengan tepat. Raga tidak pernah menyesal jatuh cinta den...
Story of Love
8      7     0     
Romance
Setiap orang memiliki kisah cintanya masing-masing. Ada perjalanan cinta yang sepahit kopi tanpa gula, pun ada perjalanan cinta yang semanis gula aren. Intinya sama, mereka punya kisah cintanya sendiri. Kalian pun akan mendapatkan kisah cinta kalian sendiri. Seperti Diran yang sudah beberapa kali jatuh tempo untuk memiliki kisah cintanya
Anything For You
32      21     0     
Humor
Pacar boleh cantik! Tapi kalau nyebelin, suka bikin susah, terus seenaknya! Mana betah coba? Tapi, semua ini Gue lakukan demi dia. Demi gadis yang sangat manis. Gue tahu bersamanya sulit dan mengesalkan, tapi akan lebih menderita lagi jika tidak bersamanya. "Edgar!!! Beliin susu." "Susu apa?' "Susu beruang!" "Tapi, kan kamu alergi susu sayang." &...
That Snow Angel
108      32     0     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
Finding Home
5      5     0     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost