Read More >>"> Everest (S A T U) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Everest
MENU
About Us  

Perempuan itu membuka kelopak matanya sebab terkejut. Napasnya tersenggal-senggal, keringat bercucuran di sekujur tubuhnya.

Dadanya sesak, mengingat dia mati dalam mimpinya sendiri. Tangannya yang gemetar perlahan mengeka keringat di dahinya. Ia ingin menangis, namun tidak bisa. Ia takut, bayang-bayang mimpinya masih saja teringat.

Dara mengambil napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Berharap, dengan begitu, keadaannya akan lebih membaik. Setidaknya ia harus menengangkan dirinya sendiri.

Setelah merasa cukup tenang, perempuan itu menelurusi setiap sudut ruangan tersebut dengan mata rusanya. Ini bukan kamarnya. Dara ingat betul bahwa kamarnya penuh dengan warna ungu, bukan putih seperti ruangan tempatnya berbaring ini.

Belum selesai dengan rasa bingungnya, pintu ruangan terbuka, menampilkam sosok Mama yang terlihat mengkhawatirkan Dara.

"Kenapa? Mama langsung lari ke sini pas dengar kamu teriak," kata Gina--Mama Dara setelah wanita itu mendaratkan tubuhnya di samping ranjang.

Dara hanya menggelang, lantas menyinggungkan senyum tipis. Perempuan itu kembali mengedarkan pandangannya.

"Ini bukan kamar Dara," kata Dara.

Gina tertawa pelan, "Pikun, ya? Siapa yang semalam rela berdiri berjam-jam di depan kamar ini cuma untuk membujuk kakakmu supaya mau tukar kamar?"

Dara mengacak-acak kembali ingatan tentang semalam. Ya, benar. Dia berdiri sampai kakinya terasa kebas, semalam. Lalu Bang Haris, kakak sulungnya mengalah, dan akhirnya mereka bertukar kamar.

Dara tak tahu, ia mendapat keberanian darimana untuk merengek pada kakak sulungnya yang dinginnya sebelas-duabelas dengan Es-nya.

Dara menyengir saat ia sudah sepenuhnya mengingat apa yang ia lakukan.

"Kenapa sih, ngebet banget mau tukar kamar warna putih?" tanya Gina yang masih heran dengan kelakukan putrinya akhir-akhir ini. "Biasanya selalu bilang, Dara adalah ungu, dan ungu adalah Dara.

Dara menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, lalu menyegir lebar, "Dara lagi pengen memahami putih, Ma. Bagaimana dia yang bisa tetap menawan meskipun terlihat membosankan. Bagaimana dia yang selalu memberi kebahagiaan, sekalipun dia sendiripun tak memiliki warna yang beragam. Putih selalu punya cara untuk menyembunyikan kekurangan lewat tatapannya yang polos dan menggemaskan."

"Kamu ngomong apa sih, Ra?" Gina menggeleng pelan. Ia sama sekali tidak paham dengan apa yang Dara katakan. Ini anak keracunan rumus di sekolah, apa gimana sih?

"Ya intinya begitu, Ma. Dara jatuh cinta dengan putih."

Tak mau ambil pusing, Gina memutuskan untuk kembalu ke dapur, melanjutkan aktivitas memasak untuk sahur yang tadi sempat tertunda.

Iya. Ini bulan puasa. Kenapa? Masalah?

Dara menghela napasnya panjang, setelah Mamanya hilang di balik pintu kamar. Perempuan itu memegangi dadanya yang masih terasa sedikit sesak.

Perempuan berambut sebahu itupun meraih handphone di nakas samping tempat tidurnya.

Jarinya mengetikkan sesuatu untuk dikirim di groupchat 'Pecinta Melon Manis' yang dengan sekonyong-konyongnya diganti menjadi 'Jaran Goyang' oleh Kayla. Groupchat yang terdiri dari empat anggota yang semuanya sengklek-sengklek itu tak pernah sepi barang semalam. Maklum lah, ya Dara, Reina, Yuna, dan Kayla itu BB atau kepanjangannya, Banyak Bacot. Selalu saja ada topik yang menarik untuk dibahas, pun dengan gosip-gosip panas yang membuat mereka gatal untuk ghibah. Oke, itu tidak baik. Jangan ditiru.

JARAN GOYANG

Dara: Girls, gue mati di mimpi gue sendiri.

.o0o.

Laki-laki itu tengah memandangi sebuah pigura di tangannya. Dadanya sesak, kala mengingat bahwa ia tak bisa lagi memeluk dua perempuan dalam pigura itu. Bukan karena dua perempuan itu sudah berada di dunia yang berbeda, namun karena dirinya sama sekali tak mengetahui di mana keberadaan mereka saat ini.

Hatinya merasa seperti diremas saat ia mengingat hal menyakitkan pertama dalam dunianya, yaitu kenyataan bahwa sosok laki-laki yang merangkulnya dalam pigura itu adalah penyebab ia kehilangan dua perempuan itu.

Ya, Papanya. Pria paruh baya itu dengan tega membuat Mama dan Adiknya pergi meninggalkan Arda ketika ia diasingkan di Pondok Pesantren dulu.

Entah apa tujuan Papa mengirimnya ke Pondok Pesantren saat Arda kelas dua belas dulu, yang pasti, Arda tak bisa lagi menemukan Mama dan Della---adiknya---di rumah saat Arda kembali.

Arda masih ingat betul. Hari itu adalah hari di mana ia mulai membenci Papanya. Hari yang sama pula saat ia mengetahui kenyataan menyakitkan kedua bahwa gadisnya juga dibuang oleh ayahnya sendiri. Sampai sekarang, Arda tak bisa menemukan mereka, orang-orang yang ia cintai.

Beberapa saat, keheningan menyelimuti dunianya, hingga sebuah ketukan sontak menghentikan pergulatan di pikiran Arda. Ia ingin pura-pura tidur, namun gagal saat seseorang yang tadi mengetuk pintu kamarnya itu sudah melenggang masuk ke kamarnya.

"Sudah ingin menyerah untuk mencari?"

Arda hanya menatap orang itu datar. Sama sekali tidak berminat untuk menjawab pertanyaan yang terdengar seperti sebuah ejekan di telinga Arda.

"Papa harap kamu segera menyerah dengan apa yang kamu cari selama ini." Itu adalah kata terakhir yang Arda dengar sebelum pintu kamarnya kembali ditutup dan melenyapkan sosok Papanya yang sudah tidak bisa Arda kenali lagi semenjak satu tahun yang lalu.

Satu tahun tidaklah cukup bagi Arda untuk melupakan segala lara yang diberikan Papanya. Satu tahun penuh luka itu tak pernah bisa Arda lupakan meski ia terlelap sekalipun. Itulah alasan mengapa Arda memilih untuk mengambil kuliah malam di Universitas Management Informatika dan Komputer di kota Pekalongan. Karena hingga saat ini malamnya terasa menyakitkan.

Laki-laki itu tidak pernah tertidur dengan tenang. Mimpi-mimpi buruk selalu hadir tanpa bosan. Entah sampai kapan, Arda akan hidup dalam keterpurukan. Rasanya ia lelah, hingga terkadang ia berharap, jika Tuhan berkehendak, ia ingin tertidur tanpa siapapun bisa membangunkan. Selamanya.

Pintu kembali dibuka, Arda ingin memberikan tatapan tajam pada orang tersebut namun ia urungkan ketika ia tahu, bukan Papanya yang datang lagi, melainkan wanita berusia sekitar tiga puluh lima tahunan yang kini tersenyum lembut padanya.

Wanita itu mengusap bahu Arda, "Sudah waktunya sahur, Den."

Arda tersenyum tipis, lantas mengangguk. Laki-laki itu mengikuti ajakan Bu Lik Nur untuk makan sahur. Bersama Papanya. Dan Arda benci itu.

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Laci Meja
15      15     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
Life
12      12     0     
Short Story
Kutemukan arti kehidupan melalui kalam-kalam cinta-Mu
Infatuated
35      29     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"
True happiness
11      11     0     
Short Story
the story is about a boy who tries to find his true happiness
Forbidden Love
246      155     0     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Selfless Love
108      77     0     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
The Eternal Love
424      204     0     
Romance
Hazel Star, perempuan pilihan yang pergi ke masa depan lewat perantara novel fiksi "The Eternal Love". Dia terkejut setelah tiba-tiba bangun disebuat tempat asing dan juga mendapatkan suprise anniversary dari tokoh novel yang dibacanya didunia nyata, Zaidan Abriana. Hazel juga terkejut setelah tahu bahwa saat itu dia tengah berada ditahun 2022. Tak hanya itu, disana juga Hazel memili...
Katamu
52      39     0     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
(not) the last sunset
13      13     0     
Short Story
Deburan ombak memecah keheningan.diatas batu karang aku duduk bersila menikmati indahnya pemandangan sore ini,matahari yang mulai kembali keperaduannya dan sebentar lagi akan digantikan oleh sinar rembulan.aku menggulung rambutku dan memejamkan mata perlahan,merasakan setiap sentuhan lembut angin pantai. “excusme.. may I sit down?” seseorang bertanya padaku,aku membuka mataku dan untuk bebera...
Night Wanderers
347      198     0     
Mystery
Julie Stone merasa bahwa insomnia yang dideritanya tidak akan pernah bisa sembuh, dan mungkin ia akan segera menyusul kepergian kakaknya, Owen. Terkenal akan sikapnya yang masa bodoh dan memberontak, tidak ada satupun yang mau berteman dengannya, kecuali Billy, satu roh cowok yang hangat dan bersahabat, dan kakaknya yang masih berduka akan kepergiannya, Ben. Ketika Billy meminta bantuan Julie...