Read More >>"> Amherst Fellows (Prolog) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Amherst Fellows
MENU
About Us  

Matahari sudah cukup tinggi ketika Bara duduk sendiri di sudut favoritnya di Franklin Dining Common, kantin kampus University of Massachusetts (UMass), Amherst. Di sekitarnya, ada sekitar lima puluh mahasiswa yang datang dengan tujuan sama seperti dirinya. Menikmati hidangan kantin kampus terbaik se-Amerika[1]. Dari kursinya, Bara bisa melihat beberapa mahasiswi yang sedang antre di mediterranian bar di tengah ruangan. Seorang wanita tua berbaju putih dengan tanda UMass Dining meletakkan sepiring cup cake coklat yang masih hangat di sebuah meja panjang. Ada juga dua pemuda yang bergantian mengisi mangkuknya dengan sereal dan susu segar di meja yang sama.

Tak jauh dari situ, berjajar station makanan dengan menu yang bervariasi. Mulai dari spageti, pasta, omelet, ayam goreng, sosis, sayuran, sampai wafel ‘swalayan’—karena pengunjung harus membuatnya sendiri dengan menuang adonan putih ke alat pemanggang dan menunggu selama beberapa menit. Semua station itu diserbu puluhan mahasiswa yang sedang membawa piring dan memenuhinya dengan menu yang mereka pilih. Itu baru di satu sisi kantin. Di sisi lain, lebih beragam lagi jenis makanannya. Ada station khusus es krim, sandwich, beragam minuman, camilan kentang, sushi, serta makanan kosher—hidangan halal versi Yahudi—dan gluten free.

Di depan deretan station itu, seorang wanita tua berjaga tepat di ujung tangga yang menjadi akses masuk kantin dari lantai 1. Namanya Mary. Ia bertugas menerima meal card para pengunjung dan menggeseknya ke mesin kasir. Bara mengenalnya karena pada suatu hari wanita itu menyapanya.

“Apakah kau seorang fellow?” tanyanya setelah memeriksa meal card Bara. Ia lalu menggesek dan mengembalikan kartu itu kepada pemiliknya.

“Betul,” jawab Bara sambil menerima kartunya.

“Berarti kau mengenal Zachary?”

“Zack? Ya, aku mengenalnya.”

“Kalau kau bertemu dengannya, tolong bilang kalau bibinya sangat rindu padanya. Tanyakan juga, mengapa ia jarang menjengukku di sini?”

“Baik. Akan kusampaikan salam itu. Tapi...” Bara menghentikan kalimatnya.

“Ya?”

“Ah, tidak. Lupakan.”

Mary tersenyum. Setelah bertukar nama, Bara mengucapkan salam dan pergi. Ia bergabung bersama teman-temannya yang sudah menunggu di dalam. Sebenarnya Bara ingin bertanya, bagaimana Zach yang keturunan Arab punya bibi berwajah Tionghoa seperti dirinya? Ia mengurungkannya karena merasa pertanyaan itu kurang sopan. Lebih baik jika ia bertanya langsung pada Zack.

Setelah pertemuan itu, Bara selalu menyapa Mary setiap mereka bertemu di Franklin. Mary juga berterima kasih kepadanya, karena tak lama setelah itu, Zack mengunjunginya.

Kembali ke Bara yang duduk sendiri di sudut ruangan. Ia baru saja menghabiskan omelet isi jamur dan bayamnya dan lanjut meneguk segelas susu segar. Tangannya lalu beralih mencomot sekeping demi sekeping keripik kentang tipis asin yang telah membuatnya ketagihan. Bara melirik arlojinya. Jam segini biasanya ia dan teman-temannya berkumpul untuk sarapan bersama. Namun, mereka bertiga belum jua datang. Bara pun mengalihkan pandangan ke luar gedung lewat jendela kaca besar dan mendapati pohon dogwood yang sedang berbunga. Perhatiannya pada pohon itu tak putus sampai dua orang mahasiswa dengan wajah mirip satu sama lain melintas. Mereka mungkin kembar tapi tidak identik, atau hanya kakak adik biasa. Ia tak mau tahu. Yang jelas, kemiripan keduanya sudah cukup membuat Bara teringat pada Tirta, saudara kembarnya yang sedang terbaring koma di rumah sakit karena kecelakaan mobil yang mereka alami. Kecelakaan yang membuatnya bisa berangkat ke Negeri Paman Sam, dengan membawa segenap beban dan perasaan bersalah.

Petang itu, Bara dan Tirta sedang dalam perjalanan pulang dari sebuah kafe di daerah Dukuh Pakis, Surabaya, untuk mengikuti acara reuni SMA. Mereka sempat terjebak macet di Jalan H.R. Muhammad. Lalu lintas mulai lancar begitu mereka berbelok ke Jalan Patmosusastro dan melewati GOR Pancasila. Peristiwa nahas itu terjadi di perempatan Jalan Dr. Soetomo yang memang terkenal sebagai daerah rawan. Begitu lampu hijau menyala, Tirta yang memegang kemudi langsung menginjak gas. Saat mobil mereka melaju perlahan, tiba-tiba ada sedan berkecepatan tinggi datang dari arah kanan. Sedan itu tak berhenti meskipun lampu di sisinya sudah berubah merah. Tabrakan pun tak bisa dihindari.

BRAK!!!

Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Bara siuman setelah pingsan beberapa saat. Ia terbangun saat masih berada di dalam mobil. Lukanya tak begitu serius. Hanya tangan kirinya yang sedikit nyeri karena membentur pintu samping. Namun, Tirta yang posisinya tepat berada pada titik tumbukan terluka parah. Seluruh tubuhnya berlumuran darah. Tangan kanan dan beberapa tulangnya sepertinya patah.

Orang-orang mengerumuni mobil mereka. Seseorang mencoba membuka pintu mobil untuk mengeluarkan mereka berdua. Bara yang sudah sadar dengan mudah mereka keluarkan. Namun, Tirta yang pingsan membutuhkan penanganan khusus. Untung polisi dan ambulans cepat datang. Area di sekitar dua mobil yang bertabrakan segera disterilkan. Beberapa orang polisi mengatur lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan. Para tenaga medis memastikan Tirta dikeluarkan dengan benar agar tidak terjadi sesuatu yang lebih fatal.

“Mas, siapa namanya?” seorang perawat bertanya kepada Bara yang berbaring di pinggir jalan.

Entah apa yang dipikirkannya, Bara tak menjawab jujur dan malah berkata, “Tirta. Tirta Mahesa Wibawa.”

Sejak saat itu, Bara menjadi ‘Tirta’ sang juara. Sementara orang-orang mengenal korban kecelakaan yang belum sadar sampai saat ini sebagai ‘Bara’ kembaran Tirta. Tidak ada yang tahu pertukaran itu, selain dirinya dan Tuhan. Bahkan, kedua orang tuanya juga tidak menyadari kalau anak yang paling mereka banggakan sedang terbaring koma di rumah sakit. Sementara anak yang tak memiliki prestasi apa-apa seperti dirinya malah melenggang bebas sampai ke Amerika.

Kembali ke Amherst. Semangkuk keripik kentang Bara sudah habis. Gelas susunya pun sudah kosong. Namun, ia masih duduk sendiri di sana. Belum ada tanda-tanda kawan terdekatnya bakal muncul. Bara kembali melirik arlojinya, diikuti mengecek pesan WhatsApp. Tidak ada yang membalas ajakan sarapan bersamanya. Mereka sepertinya memang tidak datang. Sudah tiga hari berturut-turut ia sarapan sendiri. Ia mencoba memaklumi situasi itu. Namun, semakin dipikirkan, dadanya semakin sempit. Ada suatu beban yang tak hanya memusingkan kepalanya, tapi juga mengaduk emosinya. Ia belum pernah merasa setertekan ini.

Bara menarik nafas dalam, kemudian mengembuskannya perlahan. Ia memandang sekeliling untuk menyegarkan pikiran dan melapangkan dada. Franklin semakin penuh.

“Sorry, can I take these chairs?” tanya seorang pemuda.

“Sure,” jawabnya.

Beberapa kursi di dekatnya langsung ditarik ke meja sebelah yang juga sudah terisi semua. Ia benar-benar sendiri sekarang. Bahkan, kursi pun kini pergi menjauh darinya.

Karena sudah tak memiliki kepentingan di Franklin, Bara langsung membereskan piring, gelas, dan mangkuknya dan membawanya ke bagian dish return—tempat khusus pengembalian alat-alat makan. Setelah itu, ia mengambil beberapa apel dari rak buah dan memasukkannya ke tas serut merah maroon di punggungnya. Begitu keluar dari Franklin, Bara berjalan menuju halte Haigis Mall dan langsung naik bus PVTA yang kebetulan sedang berhenti di sana. Bara ingin pergi. Menjauh dari Amherst yang tak lagi ramah beberapa hari ini. []

 

[1] Menurut The Princeton Review tahun 2017

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tepian Rasa
34      29     0     
Fan Fiction
Mencintai seseorang yang salah itu sakit!! Namun, bisa apa aku yang sudah tenggelam oleh dunia dan perhatiannya? Jika engkau menyukai dia, mengapa engkau memberikan perhatian lebih padaku? Bisakah aku berhenti merasakan sakit yang begitu dalam? Jika mencintaimu sesakit ini. Ingin aku memutar waktu agar aku tak pernah memulainya bahkan mengenalmu pun tak perlu..
Langit Jingga
0      0     0     
Romance
Mana yang lebih baik kau lakukan terhadap mantanmu? Melupakannya tapi tak bisa. Atau mengharapkannya kembali tapi seperti tak mungkin? Bagaimana kalau ada orang lain yang bahkan tak sengaja mengacaukan hubungan permantanan kalian?
Black Lady the Violinist
456      245     0     
Fantasy
Violinist, profesi yang semua orang tahu tidak mungkin bisa digulati seorang bocah kampung umur 13 tahun asal Sleman yang bernama Kenan Grace. Jangankan berpikir bisa bermain di atas panggung sebagai profesional, menyenggol violin saja mustarab bisa terjadi. Impian kecil Kenan baru kesampaian ketika suatu sore seorang violinist blasteran Inggris yang memainkan alunan biola dari dalam toko musi...
Slap Me!
53      39     0     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
Roger
72      56     0     
Romance
Tentang Primadona Sial yang selalu berurusan sama Prince Charming Menyebalkan. Gue udah cantik dari lahir. Hal paling sial yang pernah gue alami adalah bertemu seorang Navin. Namun siapa sangka bertemu Navin ternyata sebuah keberuntungan. "Kita sedang dalam perjalanan" Akan ada rumor-rumor aneh yang beredar di seluruh penjuru sekolah. Kesetiaan mereka diuji. . . . 'Gu...
NI-NA-NO
33      27     0     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
Bulan dan Bintang
93      64     0     
Romance
Orang bilang, setiap usaha yang sudah kita lakukan itu tidak akan pernah mengecewakan hasil. Orang bilang, menaklukan laki-laki bersikap dingin itu sangat sulit. Dan, orang bilang lagi, berpura-pura bahagia itu lebih baik. Jadi... apa yang dibilang kebanyakan orang itu sudah pasti benar? Kali ini Bulan harus menolaknya. Karena belum tentu semua yang orang bilang itu benar, dan Bulan akan m...
SILENT
169      99     0     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Kamu, Histeria, & Logika
1508      542     0     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Bukan kepribadian ganda
197      128     0     
Romance
Saat seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mengasingkan bukan cara yang tepat untuk bertindak. Maka, duduklah disampingnya, tepuklah pelan bahunya, usaplah dengan lembut pugunggungnya saat dalam pelukan, meski hanya sekejap saja. Kau akan terkenang dalam hidupnya. (70 % TRUE STORY, 30 % FIKSI)