Read More >>"> Verletzt (2.) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Verletzt
MENU
About Us  

Aradita yang menjadi lawan bicara Rifani di sosial media masih menunggu kelanjutan kisah Rifani. Karena belum ada tanda Rifani mengetik, maka dia memutuskan untuk mengirim pesan.

Aradita: Saya tau seharusnya saya tak menyuruhmu agar cepat menceritakan tentang kehidupan kamu, karena saya adalah sahabatmu juga seorang psikiater maka saya ingin membantu kamu.

Rifanify: Tapi saya bingung apakah saya akan bisa mengingat luka lama yang saya sudah kubur lama-lama?

Aradita yang bekerja sebagai dokter juga psikolog juga sahabat Rifani seperti tengah gemas dengan salah satu kawannya ini.

Aradita: Baiklah kamu ada dimana sekarang?

Rifanify: Kafe Chocoking, kafe di jalan Ratu Wijaya depan SMA Harapan Nusantara. Kafe 24 jam.

Aradita segera menyiapkan buku juga perlengkapannya, ia akan menyusul Rifani agar lebih bisa melihat ekspresi Rifani.

30 menit dari kantornnya Aradita sampai di depan kafe, ia segera melihat gadis yang memainkan ponsel dan sesekali menatap laptopnya.

“Permisi.” Aradita seorang wanita berumur kisaran 30 tahun menatap gadis yang berumur 26 tahun.

“Oh Mba Aradita ya?” Rifani balik bertanya yang dijawab dengan putaran bola mata.

“Segitu lupanya sama saya?”

“Ya maaf kan saya udah lama gak liat Mba.”

Aradita segera memanggil waitress dan memesan ruangan khusus untuk meeting, mereka segera diarahkan ke salah satu ruangan.

“Kalo gitu saya pesen es pisang coklat sama juice avocado chocolate masing-masing 1 ya.”

Waitress itu mengangguk dan meninggalkan mereka berdua.

**

Entah berapa lama Rifani tertidur karena mereka telah sampai di kota Bandung. Sejuk namun banyak polusi, Rifani membenci itu. Apalagi banyak motor yang selalu menerobos lampu lalu lintas.

Rifani melihat rumah yang bernomor 18, ia suka angka itu. Rumah ini sedikit lebih besar dari rumah di Bogor. Ada halaman juga taman belakang, dan yang jelas ada balkon di salah satu kamar. Kamar itu harus miliknya karena langsung menghadap seberang rumah.

Tanpa menunggu aba-aba Rifani segera keluar dari mobil dan berlari ke arah gerbang yang sudah dibuka, beruntung pintunya tak dikunci karena orang tuanyasudah ada di dalam, Rifani hanya mengucapkan salam lalu melangkah menaiki tangga.

Tak peduli jika Rifani harus lelah menaiki tangga yang terpenting tiap malam dia bisa nongkrong kalau beruntung dia bisa melihat tetangga cogan. Lupakan tentang cogan mari kita lihat kamar yang memiliki balkon.

Rifani memilih kamar yang pintunya berwarna putih dan dugaanku tepat itu adalah kamar berbalkon. Anak asisten rumah tangga atau yang memiliki nama Yuash membawa koper milik Rifani, dia hanya terseyum lalu berniat akan melangkah meninggalkan Rifani.

“Yuash di bawah ada siapa aja?” Rifani bertanya karena aku mendengar keributan dari lantai bawah.

“Ada Bapak, Ibu, Ambu3, Bang Afka, Bang Agam, sama temen-temennya.” Yuash menjawab disertai senyuman, ia sudah seperti kembaranku karena kita lebih sering bersama.

Rifani mengangguk mengerti lalu mengambil koper yang ada di tangan Yuash. Ia pamit dan Rifani lagi-lagi mengangguk, setelah sudah tak terlihat lagi Yuash, Rifani masuk ke kamarnya. Ia melihat kamarnya, dan ini memang kamar miliknya. Syukurlah Rifani tak perlu berdebat dengan kembaran idiot namun beda satu tahun, terimakasih Bubu karena telah menata kamar milik Rifani sesuai kamar yang ada di Bogor.

Rifani menghempaskan tubuh namun tenggorokannya terasa kering. Saat berada di luar kamar, lantai dua menurutnya terlalu sepi apalagi suasana lantai bawah juga sepertinya sama, bukankah tadi terdengar kebisingan?

Rifani menuruni anak tangga dan melihat Rafkar sedang menonton televisi bersama kedua temannya, sedangkan perempuan yang tak lain adalah teman-teman Rifani sedang alay membuat vlog juga live di Instagram, namun Rafagam dan 2 temannya tak terlihat.

“Afka, Bang Agam mana?” tak peduli dengan jarak yang masih jauh Rifani berteriak kepada Rafkar agar dia bisa mendengar ucapan Rifani.

Tak ada kata yang dikeluarkan Rafkar namun dia hanya menunjuk pintu belakang yang sedikit terbuka.

Rifani hanya mengangguk dan mengikuti petunjuk yang diberikan, sayup-sayup terdengar perdebatan Rafagam juga orang tuanya.

Rifani tak begitu jelas mendengarnya namun Rafardhan, ayahnya Rifani, tiba-tiba masuk kembali ke dalam rumah disusul oleh Fanny, bubu Rifani, mereka mengacuhkan Rifani yang berdiri dekat pintu. Rafardhan sepertinya marah dan dia mengambil koper yang berada di dekat kursi ruang tamu disusul oleh Fanny, mereka hanya mengucapkan salam dan pergi tanpa penjelasan.

**

Cerita Rifani terhenti ketika pelayan mengetuk pintu ruangan dan menyerahkan pesanan kepada Aradita dan kembali keluar dari ruangan. Meninggalkan Rifani yang sekarang meneguk susu coklatnya juga memakan sepotong lava cake chocolate.

“Apa yang terjadi pada Ayah dan Ibumu?” Aradita bertanya setelah meminum jusnya.

Rifani masih mengunyah pelan cakenya, belum berniat menjawab. Maka Aradita segera mengganti pertanyaan.

“Apa ini ada kaitannya dengan kakak pertamamu?” Aradita semakin dibuat penasaran dan juga memancing Rifani menceritakan semua keluh kesahnya, agar Aradita bisa menilai keadaan Rifani.

Sedangkan Rifani menatap kosong ke arah yang sejajar dengan Aradita. Aradita paham bahwa tadi adalah kenangan yang cukup menyayat hati kecilnya.

Rifani menarik napas mengatur emosinya.

**

Rifani masih memikirkan mungkin Ayah dan Bubu ada tugas di luar kota atau negeri dan Rafagam tak menyetujuinya maka Ayahnya marah.

Rifani bisa tertawa bersama kawan kocaknya karena rencananya 3 hari mereka akan menginap dan acara itu sempat ditolak oleh kedua kakak Rifani, kata Rafagam rencana itu terlalu lama dan takut jika orang tua mereka akan khawatir, sedangkan Rafkar jawabannya adalah tidak ada tempat kosong untuk mereka tidur.

Namun Rifani menengahi pertengkaran Rafkar dan Aqaila.

“Kenapa kalian ga nginep dua hari aja?” Rifani bertanya.

Aqaila dan Rafkar masih berdebat tanpa menjawab pertanyaannya, akhirnya Racel yang menjawab.

“Sebenernya kita juga maunya gitu, tapi ternyata Ibunya Zahra pergi ke Jogja, abis itu Ayahnya Nava mau ngejenguk saudaranya, yang paling jelas Guna sama Zidan diusir sama Uminya gara-gara mereka ketauan suka nyolongin mangga punya pak RT dan you know nilai UN mereka berapa.”

Rifani membujuk Rafagam agar Racel dan yang lainnya bisa menginap disini. Karena dia tak ingin kesepian di rumah ini apalagi Rafagam dan Rafkar lebih sering di luar rumah.

Yuash memanggil Rifani dan teman-teman yang lain untuk makan karena masakan Bik Asri sudah matang.

Rifani menyuruh Bik Asri dan Yuash untuk makan bersama karena mereka sudah dianggap oleh Rifani dan kedua kakaknya sebagai keluarga, mereka mengangguk dan makan bersama terkadang diselingi gelak tawa yang membahana dari Raxel dan guyonan garing dari Zidan.

Setelah makanan Bik Asri tandas ia berdehem dan mengeluarkan suara.

“Jadi gini néng, jang4 sesuai adat yang sering Bibik laksanain di kampung, kalo kita pindah atau punya rumah baru biasanya dilakuin tasyakuran biar bisa silaturahmi juga mengusir makhluk-makhluk halus di rumah ini.”

“Bik jangan percaya tahayul ah, tapi yang kalo mau ngadain tasyakuran sih aku ayo aja biar bisa kenal sama orang lain. Cuma yang jadi masalahnya kan Bubu sama Ayah baru aja pergi kerja.” Rifani menyetujui usulan Bik Asri.

“Nah urusan biaya sama dekorasi kan masih ada uang sisa dari nyewa pick up nah jadi pake uang itu aja terus kita adainnya malam senin aja, besok,” “nah bagian-bagiannya Bik Asri sama Yuash ke rumah pak RT sama tetangga yang cowok belanja sama bagian disuruh-suruh, dan yang cewek bagian masak tapi tetep dibantu sama Bik Asri ya.” Rafagam mengatur kepanitiaan dan ini merupakan kalimat terpanjang yang pernah diucapkan seorang Rafagam selain pidato OSIS.

Setelah selesai melaksanakan makan siang maka Nava, Sista, dan Racel mencuci piring. Rifani masuk ke kamar mengambil 5 buah novel, ponsel, juga laptop. Sedangkan Rafagam dan Raxel sedang menyiapkan proyektor untuk kita menonton film bersama. Aqaila dan Rafkar tak perlu ditanya lagi mereka sedang sibuk memilih film apa yang akan ditonton dan yang terakhir Zahra sedang menyiapkan camilan dibantu dengan Yuash.

Acara menonton dan lain sebagainya sudah dilaksanakan karena Rifani dan teman perempuan yang lain sudah lelah maka mereka memutuskan untuk tidur duluan di kamar Rifani dan Yuash. Rifani, Nava, Sista, dan Aqaila di kamar Rifani. Sedangkan Zahra di kamar Yuash.

Laki-laki sedang asik main play station dan sebagiannya menonton pertandingan bola namun ada juga yang asik bermain di ponselnya. Entah pukul berapa mereka tertidur di ruang keluarga dengan kulit kacang dan kaleng minuman bersoda yang berserakan.

--

Pagi hari Rifani sudah bangun karena gesekan benda berbulu ke mukanya siapa lagi kalo buka makhluk yang satu itu, Baba, Rifani tadi sudah melaksanakan ibadah bersama kawan yang lainnya namun karena dirinya masih mengantuk akhirnya kembali tidur.

Hari ini hari Minggu Rifani melihat Sista, Racel, dan Raxel sudah rapi mereka akan bersiap untuk pergi ke tempat ibadahnya. Karena gereja cukup jauh dari sini mereka membawa mobil dan melaju meninggalkan rumah ini dengan orang-orang yang masih terlelap.

Rifani melihat jam yang masih menunjukkan pukul 6.30 ia menarik tangan Nava dan Aqaila untuk lari pagi. Nava bilang sedang tak enak badan sedangkan Aqaila dia bilang nyeri perut akibat datang bulan. Rifani mengganti pakaiannya dengan kaus oblong dan celana training lalu mengambil jaket maroon dan ponsel.

Keluar dari kamarnya Rifani melihat Rafagam sedang menarik Rafkar, Rafkar menarik Zidan. Sedangkan Rifani melihat Yuash sudah keluar dari kamarnya bersama Zahra bersiap untuk lari pagi meskipun ini sudah terlalu siang.

Rifani membawa botol air minum agar menghemat uang sekaligus mengurangi sampah plastik, cie peduli lingkungan tapi peduliin cowok ko kagak?

Sudah 5 kali putaran Rifani mengelilingi taman komplek ini, akhirnya ia kelelahan dan duduk asal di trotoar bersama Yuash dan Zahra. Rafagam masih belum berhenti berlari, Rafkar dan Zidan malah asik bergoyang mengikuti musik senam.

“Tarik Bu,” “jangan sampe kendor.”

“Semangat Bu senamnya, siapa tau suami makin nempel.”

Mereka ini padahal baru tapi sudah menjahili ibu-ibu yang sedang senam.

Setelah hampir 15 menit mereka duduk dan memperhatikan sekitar Rafagam kini yang duduk. Sebagai adik yang baik, Rifani menyerahkan air minum yang tadi dia bawa. Rafagam meminumnya. Menyerahkan botol itu dan menyuruh Rifani memunggunginya.

“Makanya kalo mau olahraga itu rambutnya diiket dulu.” Rafagam mengikatkan rambut panjang Rifani. Dari dulu Rafagam yang mengikatkan rambut adiknya sebelum pergi sekolah.

“Hehe lupa Bang,” “makasih ya.”

Beberapa remaja melihat perlakuan Rafagam kepada Rifani, mereka berbisik-bisik. Entah apa itu bisa dimaksud berbisik karena Rifani bisa mendengarnya dengan jelas. Karena malu sekaligus risih dengan omongan mereka Rifani menarik Rafagam untuk pulang karena perutnya sudah lapar minta diisi.

Yuash dan Zahra mengikuti kedua kakak beradik.

“Eh kalian mau kemana?” Yash bertanya entah kepada siapa intinya ia bertanya kepada kakak beradik yang ada di depannya.

“Mau pulang, mau makan.” Rifani menjawab namun tak berhenti melangkah.

“Kan Ambu gak masak kalo hari Minggu pagi. Dia juga lagi ke pasar katanya mau persiapan buat tasyakuran, soalnya gak mau bikin anak-anak cowok kerepotan katanya.” ucapan Yuas membuat langkah Rifani terhenti dan berbalik begitupun Rafagam.

“Terus Bik Asri dianter siapa?” Rafagam terlihat sedikit panik karena Bik Asri baru kesini apalagi umur Bik Asri sudah tak muda lagi.

“Tadi dianter sama Bang Guna sama Kak Aqaila soalnya tadi Kak Aqaila ngirim chat ke aku sebelum pergi.”

Rifani mengangguk, mau tidak mau mereka kembali ke taman komplek yang dipenuhi remaja dengan niatan mencuci mata juga berfoto ria bukan untuk berolahraga. Rifani mencari penjual soto ayam dan akhirnya menemukannya Rafagam dan yang lainnya pun mengikuti ditambah Rafkar dan Zidan yang sudah bosan melihat goyangan ibu-ibu senam.

Tempat duduk disini cukup penuh namun tidak sesak dan masih ada kursi kosong.

Salah satu dari 2 penjual tersebut menghampiri kami. Umurnya lebih muda dari yang satu lagi.

“Mau pesen apa aja? Dan mau bikin berapa porsi?” Penjual tersebut bertanya dengan ramah.

“Pesen soto ayam sama nasi.” Yuash yang menjawab.

“Oh iya, mau pesan berapa porsi?” Penjual tersebut kembali bertanya.

Zahra segera menghitung orang-orang yang datang bersamaku. “6 porsi untuk makan disini dan 7 di bungkus tapi yang dibungkus gak pake nasi ya.” Penjual tersebut mengangguk setelah mendengar pesanan yang Zahra sampaikan dan kembali menyiapkan soto.

Setelah pesanan soto telah diantar mereka memakannya dan kembali ke rumah, urusan bayar membayar serahkan kepada Rafagam sebagai koordinator keuangan di rumah.

**

Rifani mulai merasa tenggorokannya kering dia mengambil botol minum di tasnya dan meminum air putih agar tenggorokannya tak lagi kering. Aradita masih memegang pulpen sesekali melihat tulisan tangannya yang menulis tokoh-tokoh yang ada di kehidupan Rifani beserta sifat mereka dan terkadang juga ia menulis hal penting yang dikisahkan Rifani untuk bisa menilai psikis pasiennya ini.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Nadine
55      15     0     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
Ingatan
79      14     0     
Romance
Kisah ini dimulai dari seorang gadis perempuan yang menemui takdirnya. Ia kecelakaan sebelum sempat bertemu seseorang. Hidupnya terombang-ambing diantara dua waktu. Jiwanya mencari sedang raganya terbujur kaku. Hingga suatu hari elektrokardiogram itu berbunyi sangat nyaring bentuknya sudah menjadi garis yang lurus. Beralih dari cerita tersebut, di masa depan seorang laki-laki berseragam SMA menj...
Sakura di Bulan Juni (Complete)
67      24     0     
Romance
Margareta Auristlela Lisham Aku mencintainya, tapi dia menutup mata dan hatinya untukku.Aku memilih untuk melepaskannya dan menemukan cinta yang baru pada seseorang yang tak pernah beranjak pergi dariku barang hanya sekalipun.Seseorang yang masih saja mau bertahan bersamaku meski kesakitan selalu ku berikan untuknya.Namun kemudian seseorang dimasa laluku datang kembali dan mencipta dilemma di h...
Tentang Penyihir dan Warna yang Terabaikan
70      19     0     
Fantasy
Once upon a time .... Seorang bayi terlahir bersama telur dan dekapan pelangi. Seorang wanita baik hati menjadi hancur akibat iri dan dengki. Sebuah cermin harus menyesal karena kejujurannya. Seekor naga membeci dirinya sebagai naga. Seorang nenek tua bergelambir mengajarkan sihir pada cucunya. Sepasang kakak beradik memakan penyihir buta di rumah kue. Dan ... seluruh warna sihir tidak men...
Sampai Nanti
4      4     0     
Short Story
Ada dua alasan insan dipertemukan, membersamai atau hanya memberikan materi
When You Reach Me
48      40     0     
Romance
"is it possible to be in love with someone you've never met?" alternatively; in which a boy and a girl connect through a series of letters. [] Dengan sifatnya yang kelewat pemarah dan emosional, Giana tidak pernah memiliki banyak teman seumur hidupnya--dengan segelintir anak laki-laki di sekolahnya sebagai pengecualian, Giana selalu dikucilkan dan ditakuti oleh teman-teman seba...
ALVINO
32      12     0     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
Intuisi
40      12     0     
Romance
Yang dirindukan itu ternyata dekat, dekat seperti nadi, namun rasanya timbul tenggelam. Seakan mati suri. Hendak merasa, namun tak kuasa untuk digapai. Terlalu jauh. Hendak memiliki, namun sekejap sirna. Bak ditelan ombak besar yang menelan pantai yang tenang. Bingung, resah, gelisah, rindu, bercampur menjadi satu. Adakah yang mampu mendeskripsikan rasaku ini?
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
80      5     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Tanda Tanya
2      2     0     
Humor
Keanehan pada diri Kak Azka menimbulkan tanda tanya pada benak Dira. Namun tanda tanya pada wajah Dira lah yang menimbulkan keanehan pada sikap Kak Azka. Sebuah kisah tentang kebingungan antara kakak beradik berwajah mirip.