Read More >>"> Love Rain ([22]) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Rain
MENU
About Us  

Malam itu, Ibu kembali mengirimiku pesan singkat. Isi pesannya pun sudah kuketahui sebelum aku membukanya: Sudahkah kau mendapati pekerjaan yang lebih bagus, Yuna-ya?

Benar. Begitulah isinya setelah kubuka pesan tersebut, persis seperti dugaanku. Perasaanku kembali terasa berat, sehingga tak tahu bagaimana caranya membalas pesan dari Ibu. Aku masih ingat dengan ucapan Ahn Tae Young malam kemarin, tentang aku yang hanya kurang terbuka dengan ibuku. Ada sepercik niat untuk mempraktikkan ucapan dari pemuda itu, tetapi, sesuatu semacam takut akan menyinggung perasaan ibuku terus bergelayut di benakku.

Jadi, yang kulakukan sekarang hanyalah menatap lama pesan dari Ibu yang terpampang di layar ponsel, hingga panggilan telepon dari Ibu pun muncul di sana, menutupi pesan tersebut.

Aku terkaget, lalu merasa bimbang. Ingin sekali kugeser ikon berwarna merah, tapi aku tak sanggup melakukannya. Begitu pula dengan menggeser ikon hijau. Panggilan tersebut pun sempat berhenti. Saat dipanggilan kedua, dengan spontan aku malah menggeser ikon hijau.

‘Yuna-ya?’ panggil seseorang di seberang sana. Aku pun segera menempelkan layar ponsel ke telinga kiri.

“Ya, Ibu?”

‘Mengapa tak membalas pesan Ibu? Kau sudah tidur?’

Aku menggeleng, yang pastinya tak mungkin dilihat Ibu. “Tidak. Aku sedang menonton acara di televisi.”

‘Oh, ya?’

“Hmm…” Mataku terarah ke depan. Televisi bervolume amat kecil sudah sedari tadi kunyalakan, menampilkan sebuah drama. Karena Ibu tak kunjung lagi berbicara, aku pun bertanya, “Ada yang ingin Ibu bicarakan?”

Ada keheningan yang cukup panjang di seberang sana. Barangkali Ibu sedang memikirkan kata-kata apa yang tepat untuk diucapkan.

‘Yuna-ya… kau sepertinya tak suka bila Ibu memintamu mencari pekerjaan yang lebih baik. Maafkan Ibu, Ibu tak bermaksud ingin mengatur hidupmu.’

Suara Ibu yang terdengar lebih lesu ketimbang biasanya membuatku merasa bersalah. Entah bagaimana ia bisa tahu isi kepalaku saat ini, tapi selama yang kutahu, Ibu memang gampang sekali menebak isi kepala anak-anaknya.

‘Tapi, Yuna-ya, permintaan Ibu ini tak semena-mena hanya keinginan Ibu. Ini juga ada sisi baiknya untukmu.’ Ibu melanjutkan. ‘Bila kau mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih tinggi daripada sebelumnya; kau akan memiliki hidup yang jauh lebih baik, orang-orang pun tak memandangmu dengan sebelah mata, kau juga tak merasa berberat hati bila mendapati keadaan orangtuamu yang kesusahan dan meminta bantuanmu.’

Aku tak mengatakan apa-apa.

‘Sepertinya permintaan Ibu memang benar-benar berlebihan ya, Yuna-ya.’ Ujar Ibu tiba-tiba. ‘Seharusnya Ibu dan Ayah bekerja keras mencari uang sejak dulu, agar kau bisa pergi berkuliah sekarang ketimbang bekerja di toko CD. Lagi pula, mendapatkan pekerjaan yang baik harus memiliki syarat lulus sarjana, bukan? Lupakan saja permintaan Ibu itu.’

“Ibu,” pada akhirnya aku kembali membuka suara. “Aku tak masalah soal itu.”

‘Lalu, apa?’

“Hanya… aku tak bisa meninggalkan toko CD itu.” Ungkapku. “Dari semua tempat kerja yang kusinggahi, hanya tempat itu yang membuatku menikmati pekerjaan tanpa harus merasa terbebani meskipun gajinya tak seberapa. Aku senang bekerja di sana.”

Karena Ibu tak menyahut, aku kembali berucap.

“Untuk saat ini, agaknya, aku tak bisa menuruti keinginan Ibu. Maafkan aku, Ibu. Tapi, selama aku bisa membantu Ibu dan Ayah dalam kesusahan kalian, aku siap membantu dengan cara apa pun.”

‘Yuna-ya…’ suara Ibu pun kembali terdengar, namun kali ini agak bergetar. ‘Kau memang anak yang paling baik. Ibu mengerti. Kau tak perlu memaksakan dirimu bila kau masih ingin bekerja di sana. Bila kau memang tak bisa membantu kami, kau juga tak perlu memaksakan diri. Tenang saja, Ibu dan Ayah akan berusaha keras mencari pekerjaan, setelah itu kami akan mengganti uang-uangmu yang telah kami pinjam.’

“Ibu tak perlu menggantinya.” Tolakku. “Soal uang-uang itu, aku tak masalah. Sungguh.”

‘Mengapa? Bukankah kau membutuhkannya?’

“Tidak. Aku tidak sedang ingin melakukan apa-apa dengan uang itu.”

Lagi-lagi Ibu mendadak terdiam. Tak lama, suaranya kembali terdengar, kali ini agak berwarna. ‘Ya sudah, kalau begitu, sebagai ganti uang itu, kau harus segera pulang ke rumah saat kau mendapati hari libur. Aku akan memasakkan makanan yang sangat enak untukmu.”

Aku tersenyum. “Iya, aku akan segera pulang.”

Sambungan telepon pun berakhir. Aku menurunkan ponsel dari telinga kiri. Sembari menatap layar ponsel, aku bisa merasakan sudut-sudut bibirku yang tertarik dengan ringan. Perasaan berat yang sedari kemarin mengganggu benakku ajaibnya telah lenyap.

Benar kata Ahn Tae Young waktu itu, seharusnya aku lebih terbuka dengan ibuku.

Karena telah terlanjur mengingatnya, aku pun mencari nomor teleponnya di kontak. Aku ingin memberitahunya lewat pesan singkat bahwa aku ingin menemuinya besok.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Backstreet
40      26     0     
Fan Fiction
A fanfiction story © All chara belongs their parents, management, and fans. Blurb: "Aku ingin kita seperti yang lain. Ke bioskop, jalan bebas di mal, atau mancing di pinggiran sungai Han." "Maaf. But, i really can't." Sepenggal kisah singkat tentang bagaimana keduanya menyembunyikan hubungan mereka. "Because my boyfie is an idol." ©October, 2020
Pupus
13      13     0     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.
Koma
411      226     0     
Romance
Sello berpikir bisa menaklukkan Vanda. Nyatanya, hal itu sama halnya menaklukkan gunung tinggi dengan medan yang berbahaya. Tidak hanya sulit,Vanda terang-terangan menolaknya. Di sisi lain, Lara, gadis objek perundungan Sello, diam-diam memendam perasaan padanya. Namun mengungkapkan perasaan pada Sello sama saja dengan bunuh diri. Lantas ia pun memanfaatkan rencana Sello yang tak masuk akal untuk...
Rasa Itu
10      10     0     
Short Story
ADITYA DAN RA
503      273     0     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
Sang Musisi
9      9     0     
Short Story
Ini Sekilas Tentang kisah Sang Musisi yang nyaris membuat kehidupan ku berubah :')
BlueBerry Froze
0      0     0     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.
Past Infinity
14      8     0     
Romance
Ara membutuhkan uang, lebih tepatnya tiket ke Irak untuk menemui ibunya yang menjadi relawan di sana, maka ketika Om Muh berkata akan memenuhi semua logistik Ara untuk pergi ke Irak dengan syarat harus menjaga putra semata wayangnya Ara langsung menyetujui hal tersebut. Tanpa Ara ketahui putra om Muh, Dewa Syailendra, adalah lelaki dingin, pemarah, dan sinis yang sangat membenci keberadaan Ara. ...
Young Marriage Survivor
56      38     0     
Romance
Di umurnya yang ke sembilan belas tahun, Galih memantapkan diri untuk menikahi kekasihnya. Setelah memikirkan berbagai pertimbangan, Galih merasa ia tidak bisa menjalani masa pacaran lebih lama lagi. Pilihannya hanya ada dua, halalkan atau lepaskan. Kia, kekasih Galih, lebih memilih untuk menikah dengan Galih daripada putus hubungan dari cowok itu. Meskipun itu berarti Kia akan menikah tepat s...
Do You Want To Kill Me?
137      89     0     
Romance
Semesta tidak henti-hentinya berubah, berkembang, dan tumbuh. Dia terus melebarkan tubuh. Tidak peduli dengan cercaan dan terus bersikukuh. Hingga akhirnya dia akan menjadi rapuh. Apakah semesta itu Abadi? Sebuah pertanyaan kecil yang sering terlintas di benak mahluk berumur pendek seperti kita. Pertanyaan yang bagaikan teka-teki tak terpecahkan terus menghantui setiap generasi. Kita...