Read More >>"> LARA (Obrolan Tengah Malam) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LARA
MENU
About Us  

Semesta membangunkan ku saat tengah malam, saat konstelasi bintang terlihat sedang meramaikan malam dengan cahaya mereka, saat bulan sabit menjadi satu-satu nya wujud cahaya paling besar yang menerangi langit pada malam ini.

Aku terbangun dalam kesunyian, dalam kegelapan. Lampu kamar ku mati, suasana rumah begitu tenang. Selatan dan yang lainnya telah terlelap sejak aku pulang dari kafe, sebab itu aku tak lagi mendengar suara televisi yang menyala, ataupun suara obrolan yang biasanya terdengar dari luar kamar ku--yang berasal dari mereka.

Sepertinya aku ketiduran saat pulang dari kafe, sebab aku terbangun dalam keadaan belum berganti pakaian, bahkan aku belum melepas sepatu yang ku kenakan tadi. Aku kemudian mencari handphone milikku--yang sejujurnya aku tak tahu berada dimana--untuk melihat pukul berapa tepatnya sekarang. Dan rupanya handphone itu tergeletak diatas lantai dengan layar yang menyala dan ditutupi oleh selimut tipis yang tak sengaja ku jatuhkan sewaktu aku terbangun kaget barusan.

Aku kemudian mengambil handphone itu, lalu melihat jam berapa sekarang ini. Namun saat menengok ke layar handphone, pandangan ku langsung tersita oleh panggilan masuk yang berjumlah lebih dari sekali. Asal panggilan itu dari Eris, ia kira-kira menelpon ku sekitar dua setengah atau tiga jam yang lalu, sekitar pukul setengah dua belas. Dan sekarang ini, jam sudah menunjukan hampir pukul dua pagi.

Tanpa pikir panjang, aku langsung menelpon Eris kembali, meskipun aku tahu jika kecil kemungkinannya panggilan ku akan diangkat olehnya. Tapi itu tak apa, sebab tujuan ku bukan untuk mengobrol dengannya saat dini hari, aku hanya ingin memberi tanda jika aku melihat panggilannya, merespon telepon yang berasal darinya, agar ia merasa tak terabaikan atau terlupakan, meskipun aku dan dia hanya sebatas teman.

Tapi siapa sangka, saat dering telepon yang kesekian, Eris justru mengangkat panggilan ku.

"Halo, kenapa Yan?" begitu ucapnya saat mengangkat telepon dariku. Aku yang mendengar ucapannya barusan langsung menjauhkan handphone ku dari telinga, lalu melihat nama yang tertera di layar ponsel ku, sebab pikir ku aku telah salah menelpon orang, namun rupanya tidak.

 

"Eris?" panggil ku, mencoba meyakinkan jika orang yang ada diseberang telepon itu memang gadis yang baru ku kenal beberapa hari ini.

 

"Kenapa Yan? tumben banget kamu nelfon."

 

"Yan?" kataku, kemudian kembali melanjutkan. "Ini aku, Tara."

 

"Hah?"

 

"Ini aku Utara, bukan Yan," kataku mencoba menjelaskan. Dan setelah itu panggilan langsung diputus sepihak olehnya. Apaan sih, batin ku sambil melihat layar handphone yang kini hanya menampilkan gambar kamar ku yang sedang disirami sinar senja sebagai latar belakang. Namun tak sampai semenit, handphone ku kembali berdering, ada telepon masuk, dan rupanya, panggilan itu berasal dari Eris.

 

"Tar!" Serunya dengan suara yang memekakkan telinga saat aku mengangkat teleponnya.

 

"Kenapa!?" balas ku dengan suara hampir berteriak karena kaget.

 

"Kok aku manggil kamu Ryan sih?" tanya nya kemudian disambung dengan suara terkekeh.

 

"Ya nggak tau," balasku dengan nada kesal, kemudian disambung dengan suara tertawa nya.

 

"Kamu kenapa nelfon malam-malam gini?" tanyanya kemudian.

 

"Nggak apa-apa, cuma sekedar ngebalas panggilan kamu yang nggak aku jawab."

 

"Ooh, kamu lagi nggak bisa tidur ya?" tebaknya, namun sama sekali salah.

 

"Hem... nggak, tadi udah tidur, tapi tiba-tiba kebangun, soalnya aku lupa cuci muka sama sikat gigi," kataku. "Terus kamu sendiri kenapa belum tidur?"

 

"Aku nggak bisa," jawabnya dengan nada yang terdengar seperti putus asa.

 

"Kenapa? kok nggak bisa?"

 

"Ada sesuatu yang bikin aku nggak bisa tidur."

 

"Apa?"

 

"Ehm..."

 

"Ryan ya?" tebak ku asal. "Kamu lagi mikirin Ryan?"

 

"Heh, nggak lah," jawabnya.

 

"Terus?" tanyaku lagi.

 

"Aku... lagi... mikirin... kamu," katanya lagi sambil tertawa.

 

"Ketawa nih?" balasku dengan tawa yang dibuat-buat, kemudian jadi benar-benar tertawa karena merasa lucu

 

"Heh, yaudah deh aku tidur ya?"

 

"Loh, bukannya tadi nggak bisa tidur?"

 

"Itukan tadi, sekarang mah udah bisa."

 

"Oh yaudah, yang tutup teleponnya siapa nih?"

 

"Aku aja."

 

"Yaudah tutup."

 

"Eh nggak deh, kamu saja yang tutup."

 

"Yah labil," balasku. Aku baru saja mau melanjutkan percakapan ku, namun sedetik kemudian Eris langsung memutus panggilan secara tiba-tiba. Sialan, batinku kesal.

 

Aku kemudian menyimpan handphone milik ku diatas nakas yang berada tak jauh dari jendela, lalu kemudian memilih untuk mengintip keluar jendela untuk mengamati semesta disaat malam hari, disaat manusia sedang tak beraktivitas, dan rupanya, semesta terlihat sangat indah.

 

Konstelasi bintang dan bulan masih tetap bersinar, meskipun hanya ada sedikit manusia yang melihatnya disaat malam hari. Udara yang sejuk, serta bebas polusi juga memenuhi pekarangan rumah ini, mungkin sebab dari banyaknya pohon-pohon yang tumbuh liar disekeliling rumah milik Selatan.

 

Andai hubungan ku dengan mereka yang ada di Jakarta (re: Amara, Satya, Tyo) masih baik, aku akan segera menghubungi mereka, dan mengajak mereka untuk lekas pindah tempat ke tempat ini, tempat ku, agar mereka bisa merasakan indahnya semesta, sama seperti apa yang ku rasakan sekarang. Tapi sayangnya, aku dan mereka kini tak lebih dari sekedar orang lain. Meskipun aku sudah memaafkan mereka, menerima Amara, Satya, dan Tyo untuk kembali masuk kedalam hidup ku nampaknya mustahil, untuk sekarang.

 

Ah, sudah lah. Keindahan semesta akan terasa hambar jika aku memikirkannya disertai dengan mengenang kenangan ku dengan Amara. Ada baiknya, jika aku mengingat mereka yang ada disini, di Bandung. Mereka yang menjadi pengganti orang tua ku, Selatan dan Rachel. Mereka yang ada di sekolah, Eris dan yang lainnya. Memikirkan seseorang yang menemani ku menghabiskan malam ini, Eris.

 

Meskipun baru beberapa hari, aku merasa ada perasaan bahagia dan nyaman saat mengobrol dengan Eris. Dan aku tahu, jika dibiarkan, perasaan ini akan tumbuh menjadi sesuatu yang berbeda. Tapi tenang saja, aku dapat mengontrol rasa ku, sebab aku masih enggan untuk memberi rasa nyaman dan percayaku pada seseorang, cukup rasa bahagia saja yang kubiarkan tumbuh subur saat aku bersam dengan Eris.

 

Malam semakin larut, sebaiknya aku segera menutup jendela, karena rasa-rasanya, angin yang berembus masuk makin lama makin terasa dingin, bahkan sampai menembus kulit. Lagipula, besok aku harus sekolah, harus bertemu dengan yang lain, senab aku harus tertawa, setidaknya sekali saja dalam satu hari.

 

Aku kemudian menanggalkan pakaian yang ku kenakan sewaktu ke kafe tadi, lalu kemudian menggantinya dengan pakaian rumah, dan setelah itu melangkah masuk kedalam kamar mandi untuk membasuh wajah dan sikat gigi, jika semua nya telah selesai ku kerjakan, aku akan segera pergi keatas tempat tidur untuk segera menyeberang ke alam mimpi ku.

 

Selamat malam, semesta.

 

Walau aku membenci mu, selamat malam juga, Amara.

 

Dan, selamat malam, juga terimakasih, untuk mu, Eris.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kamu&Dia
13      13     0     
Short Story
Ku kira judul kisahnya adalah aku dan kamu, tapi nyatanya adalah kamu dan dia.
School, Love, and Friends
611      315     0     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?
Lentera
37      33     0     
Romance
Renata mengenal Dimas karena ketidaksengajaan. Kesepian yang dirasakan Renata akibat perceraian kedua orang tuanya membuat ia merasa nyaman dengan kehadiran lelaki itu. Dimas memberikan sebuah perasaan hangat dan mengisi tempat kosong dihatinya yang telah hilang akibat permasalahan kedua orang tuanya. Kedekatan yang terjalin diantara mereka lambat laun tanpa disadari telah membawa perasaan me...
Rela dan Rindu
219      134     0     
Romance
Saat kau berada di persimpangan dan dipaksa memilih antara merelakan atau tetap merindukan.
Jendral takut kucing
11      11     0     
Humor
Teman atau gebetan? Kamu pilih yang mana?. Itu hal yang harus aku pilih. Ditambah temenmu suka sama gebetanmu dan curhat ke kamu. Itu berat, lebih berat dari satu ton beras. Tapi itulah jendral, cowok yang selalu memimpin para prajurit untuk mendahulukan cinta mereka.
Daniel Whicker
172      122     0     
Mystery
Sang patriot ikhlas demi tuhan dan negaranya yang di khianati oleh negara dan dunia.. Dan Ayahnya pun menjadi korban kesadisan mereka...
Do You Want To Kill Me?
142      90     0     
Romance
Semesta tidak henti-hentinya berubah, berkembang, dan tumbuh. Dia terus melebarkan tubuh. Tidak peduli dengan cercaan dan terus bersikukuh. Hingga akhirnya dia akan menjadi rapuh. Apakah semesta itu Abadi? Sebuah pertanyaan kecil yang sering terlintas di benak mahluk berumur pendek seperti kita. Pertanyaan yang bagaikan teka-teki tak terpecahkan terus menghantui setiap generasi. Kita...
My Soulmate Is My Idol
78      52     0     
Romance
Adeeva Afshen Myesha gadis cantik yang tak pernah mengenal cinta sampai dia menyukai salah satu penyanyi bernama Gafa Aileen, sebenarnya sebelum Gafa menjadi penyanyi terkenal Adeeva sudah menyukainya. "Gafa itu punya suara yang lembut, dia pembawa warna baru di hidup gue. Meskipun sekarang gue tau Gafa ga suka Gue tapi Gue yakin bakal bisa bikin Gafa jatuh cinta sama gue" ~Adeeva Af...
OUR PATH | MinYoon
8      8     0     
Fan Fiction
"Inilah jalan yang aku ambil. Tak peduli akan banyaknya penolakan masyarakat, aku akan tetap memilih untuk bersamamu. Min Yoongi, apapun yang terjadi aku akan selalu disimu." BxB Jimin x Yoongi Yang HOMOPHOBIC bisa tinggalkan book ini ^^
Dialogue
242      169     0     
Romance
Dear Zahra, Taukah kamu rasanya cinta pada pandangan pertama? Persis senikmat menyesapi secangkir kopi saat hujan, bagiku! Ah, tak usah terlalu dipikirkan. Bahkan sampai bertanya-tanya seperti itu wajahnya. Karena sesungguhnya jatuh cinta, mengabaikan segala logika. With love, Abu (Cikarang, April 2007) Kadang, memang cinta datang di saat yang kurang tepat, atau bahkan pada orang yang...