Read More >>"> I'M (Prolog) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - I'M
MENU
About Us  

“Kalau nggak bisa itu bilang caranya, nggak usah sok percaya diri bawa semuanya. Biasa dimanja sih.”

                Dhisti yang tengah merapikan isi kardus yang berceceran pun menghentikan kegiatannya. Ia mendongak dengan kekesalan yang kentara. Egonya terluka ketika mendengar perkataan menyebalkan itu. “Dari mana lo tahu kalau gue sok percaya diri? Lo punya mata apa nggak sih, gue kesandung, bukan nggak bisa.” Ia kembali memasukan barang-barang yang berceceran. Tubuhnya sedikit bergerak, meraih lakban yang cukup jauh dari tempatnya duduk. “Dan lagi, masih mending gue manja tapi mau bantu-bantu, daripada lo,” Dhisti mendongak lalu tersenyum remeh, “yang katanya mandiri tapi diem aja di tempat.” Ia mengangkat kardus dengan pelan dan berbalik, berjalan begitu penuh percaya diri.

                Perlahan tapi pasti wajahnya kian mengeras, telinganya sudah jengah dengan ucapan seperti itu.

                “Beh, songong banget.”

                “Ya, maklumlah, kan anak Mama. Nanti juga kalau dia nangis tinggal lapor.”

                Dhisti mempercepat langkahnya, bukan karena dia takut, namun dia tidak mau membuat gara-gara karena ucapan menyebalkan itu. Memangnya dia apa yang mau menjadi anak semata wayang? Nggak. Ingin sekali Dhisti membalas perkataan mereka semua dengan kalimat iya iyalah gue anak Mama, gue  lahirnya dari perut Mama gue. Emangnya lo?!  

                “Nih, Ri.” Kerdus yang sejak tadi dipegang penuh kehati-hatian, ditaruh cukup keras hingga menimbulkan suara yang menarik perhatian orang-orang di kelas itu.

                Adhisti sudah tidak tahan lagi, dia ingin mengeluarkan uneg-uneg yang ada dalam kepalanya saat ini. “Enak bener ya, bilang orang manja. Minta digaplak emang.”

                “Kenapa lagi sih?” Asri melirik Dhisti sebentar sebelum fokus mengeluarkan barang-barang di kardus.

                “Biasa. Lo kapan kelar? Gue mau beli es kelapa. Hati gue panas.”

                “Ini juga udah kelar kok.”

                Dhisti mengangguk-anggukan kepalanya. Kalau bukan karena Asri, dia sudah pulang dari kampus.  Helaan napas keluar dari bibir Dhisti. Gadis itu merasa kesal, dan putus asa ketika mengingat ucapan yang terlontar untuknya. Bukan kali ini saja dia mendengar perkataan itu, melainkan sudah berkali-kali mungkin puluhan atau ratusan kali. Dan tahu? Rasanya sangat menjengahkan. Memangnya dia apa yang mau menjadi anak semata wayang?

                “Ayok pulang. Mau beli es kelapa di mana?”

                “Mana-mana deh, gue haus banget.”

                “Emang kenapa? Lo kayaknya kesel banget. Cerita.”

                “Gue dibilang anak manja, lagi.” Dhisti menoleh dengan malas ke Asri. “Gue bosan dengernya, dari dulu sampai sekarang, kata-kata itu kayaknya melekat di gue. Emangnya gue apa yang mau jadi anak semata wayang? Emang gue apa yang mau  dimanja. Heran gue.” Ia menyugar rambutnya, bibirnya masih mengeluarkan keluh kesah yang tadi mengganjal.

                Asri menepuk pundak Dhisti berulang kali, menabahkan sahabatnya itu. “Ya, mau gimana lagi. Emang kata ‘manja’ udah melekat pada anak semata wayang, ‘kan?”

                Dhisti menjetikan jemarinya di depan Asri.  “Nah itu. Gue mau ubah. Kesel gue, muak. Pingin gue cakar tuh orang-orang yang bilang manja. Kayak ngeremehin banget.”

                “Mau buktiin gimana?”

                “Au.” Dhisti mengeluarkan kunci mobil dan langsung membuka pintu mobil dengan kasar. “Lo ikut gue minum ‘kan?”

****

                “Udah deh, Dhisti. Lo nggak capek marah-marah mulu.”

                Setengah  jam mereka berada di kedai ice cream, Dhisti masih saja mengomel. Meski sekarang tingkat suaranya sudah  menurun.

                “Masih kesel gue.” Punggungnya ia sentakan cukup keras pada sandaran sofa.  “Coba deh lo jadi gue, kalau setiap kali lo ngelakuin sesuatu terus pas lo lagi jatuh, tiba-tiba dibilang manja? Kesel nggak?”

                Asri menggaruk kepalanya. “Ya  kesel sih.”

                “Kesel ‘kan? Mereka nggak tahu aja, kalau jadi anak semata wayang itu penuh aturan. Harus lapor segala macam, nggak boleh keluar malam, nggak boleh pergi terlalu jauh, nggak boleh bla bla.” Dhisti menghela napas. “Maaf ya, lo jadi sasaran kemarahan gue.”

                “Santai. Lo habisin ice lo deh, biar agak tenangan.”

                “Heeh.”

                Sayup-sayup terdengar keributan, membuat keduanya menoleh untuk melihat. Dua orang laki-laki masuk ke dalam kedai dengan hebohnya. Percakapan mereka bahkan terdengar, yang langsung membuat emosi Dhisti naik kembali.

                “Ya, mau gimana lagi. Dia kan anak Mama. Mana mau diajak keluar, gitu. Paling nih, orang tuanya udah beliin dia sesuatu biar dia nggak keluar rumah. Enak ya jadi anak sendiri.”

                “Ah, pantes dia nggak bisa ngelakuin apa-apa sendiri. Gue curiga kalau dia juga nggak bisa mandi sendiri.”

                Dhisti bangkit, ia menyambar tasnya dan langsung berjalan ke arah kedua orang laki-laki itu.”

                “Heh, Mas. Nggak semuanya ya anak semata wayang itu manja!” hardiknya membuat kedua orang itu kaget.

                “Maaf, Mbak. Mbak siapa ya?”

                Mengabaikan ucapan itu, Dhisti kembali berkata.

                “Denger ya. Lo boleh mikir apa pun, tapi nggak semua orang dan selamanya  anak semata wayang itu manja, paham lo!” Dhisti menabrak keduanya dan langsung pergi dari kedai itu.

                “Lo kenal, Sev?”

                “Nggak.”

                “Aneh banget, emang kata-kata kita ada yang salah ya?”

                Sebagai jawaban laki-laki yang ditanya menaikkan bahunya. Ia terus menatap wanita yang masih terlihat marah.

                “Permisi-permisi.” Keduanya menyingkir.

“Dhisti, lo mau kemana?!”

“Gue mau buktiin kalau anak semata wayang itu nggak selamanya manja!”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • SusanSwansh

    Saya anak semata wayang. Tapi saya jauh dari kata manja.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Bandung
671      349     0     
Fan Fiction
Aku benci perubahan, perubahan yang mereka lakukan. Perubahan yang membuat seolah-olah kami tak pernah saling mengenal sebelumnya - Kemala Rizkya Utami
A & B without C
9      9     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
AVATAR
196      134     0     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
My sweetheart senior
550      308     0     
Romance
Berawal dari kata Benci. Senior? Kata itu sungguh membuat seorang gadis sangat sebal apalagi posisinya kini berada di antara senior dan junior. Gadis itu bernama Titania dia sangat membenci seniornya di tambah lagi juniornya yang tingkahnya membuat ia gereget bukan main itu selalu mendapat pembelaan dari sang senior hal itu membuat tania benci. Dan pada suatu kejadian rencana untuk me...
Popo Radio
202      108     0     
Romance
POPO RADIO jadi salah satu program siaran BHINEKA FM yang wajib didengar. Setidaknya oleh warga SMA Bhineka yang berbeda-beda tetap satu jua. Penyiarnya Poni. Bukan kuda poni atau poni kuda, tapi Poni siswi SMA Bhineka yang pertama kali ngusulin ide eskul siaran radio di sekolahnya.
Aku menunggumu
0      0     0     
Romance
Cinta pertamaku... dia datang dengan tidak terduga entahlah.Sepertinya takdirlah yang telah mempertemukan kami berdua di dunia ini cinta pertamaku Izma..begitu banyak rintangan dan bencana yang menghalang akan tetapi..Aku Raihan akan terus berjuang mendapatkan dirinya..di hatiku hanya ada dia seorang..kisah cintaku tidak akan terkalahkan,kami menerobos pintu cinta yang terbuka leb...
Sweet Sound of Love
0      0     0     
Romance
"Itu suaramu?" Budi terbelalak tak percaya. Wia membekap mulutnya tak kalah terkejut. "Kamu mendengarnya? Itu isi hatiku!" "Ya sudah, gak usah lebay." "Hei, siapa yang gak khawatir kalau ada orang yang bisa membaca isi hati?" Wia memanyunkan bibirnya. "Bilang saja kalau kamu juga senang." "Eh kok?" "Barusan aku mendengarnya, ap...
A & O
35      22     0     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Love You, Om Ganteng
215      121     0     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
Secret’s
86      64     0     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...