Read More >>"> Nothing Like Us (INTRO) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Nothing Like Us
MENU
About Us  

“Kalau Lisa gede nanti, Lisa kepengen kayak bapak!”

Dulu sekali, ia pernah bermimpi. Di atas panggung yang dikelilingi ribuan penonton, ia berdiri sambil menggendong gitar kesayangan. Petikan gitar yang ia mainkan mampu membius para penggemar. Namanya dielu-elukan sebagai musisi hebat. Akan tetapi, sekarang ia menganggap semua itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Apalagi setelah orang itu pergi dan tak pernah kembali. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekaligus menghancurkan semua mimpi yang ia punya.

“Lisa! Aduh, kalau kerja jangan bengong, dong.”

Lisa tersentak ketika namanya dipanggil. Ia pun menyengir lebar sambil mengangguk sopan. “Maaf, Mas Andri. Sebenernya saya lagi bersihin tumpahan pudding di sini, kok” katanya sambil pura-pura merapikan tutup mangkuk pudding.

“Oh, ya udah. Kalau udah selesai, langsung turun ke bawah. Masih banyak gelas-gelas kosong yang harus diisi.”

“Sip.” Lisa mengacungkan jempol. Setelah melihat salah satu seniornya itu pergi, ia pun langsung menghembuskan napas lega. Maaf ya, Mas. Sebenarnya aku bohong. Tidak ada tuh yang namanya tumpahan pudding. Sejujurnya tadi dia memang betulan bengong sambil memperhatikan panggung.

Atensi Lisa kembali terfokus ke bawah, di mana sepasang ayah-anak tengah memainkan lagu Bruno Mars versi akustik. Sang ayah, dengan kepala setengah botak beruban tampak gagah memangku gitar akustik di atas pahanya. Sementara si anak adalah salah satu bintang pada pesta kali ini. Dengan gaun pengantin putihnya yang panjang, alih-alih kerepotan, ia malah terlihat sangat luwes menarikan jemarinya yang lentik di atas fingerboard.

Dada Lisa seketika mencelos. Aliran darah mengalir deras di tiap urat-urat nadinya ketika tempo permainan mereka makin cepat. Dunia di sekitarnya mendadak terasa gelap, seakan-akan ia tengah tersedot sebuah lubang hitam yang berasal dari luka menganga di hatinya.

“Kalau Lisa gede nanti, Lisa kepengen kayak bapak!”

Kata-kata yang dulu pernah ia ucapkan sewaktu kecil mendadak terngiang di kepalanya.

Tidak. Tidak. Itu semua cuma kenangan buruk yang harus dibuang jauh-jauh. Apa-apaan, kenapa dia jadi sentimentil begini? Seharusnya, sekarang ia kerja yang betul supaya tidak kena marah si bos. Ia pun segera menjauhi meja prasmanan. Sayangnya, langkahnya harus terhenti karena seorang bocah laki-laki berpipi gembul tiba-tiba saja menabrak dirinya.

Rasanya ingin sekali ia memarahi anak itu, tapi sekuat tenaga ia tahan. Bisa gawat kalau orang tuanya mendengar lalu mengadu pada si bos. Mungkin nanti gajinya bakal langsung dipotong, atau lebih parah dia langsung dipecat. Ya, meski ini cuma part time, tapi rasanya sayang jika ia harus kehilangan pekerjaan ini. Selain gajinya lumayan, kerjanya pun tidak begitu berat.

“Dek, jangan lari-lari, ya. Nanti kalau kepeleset dan jatuh dari tangga, gimana?” Lisa mencoba memberitahu bocah gempal itu dengan senyum lebar.

“MAMAAA!”

Lisa kelabakan ketika si bocah malah menangis keras. “Eee ... jangan nangis, dong. Kakak nggak punya balon,” bujuknya.

“Nggak mau balon!” si bocah malah balik berteriak.

Ugh, cubit sedikit boleh, tidak?

“Denis!”

Dahi Lisa berkerut dalam ketika seorang lelaki berbadan subur datang dari arah tangga dengan napas terengah-engah. Habis lari maraton, Pak?

“Si—” baru saja Lisa ingin bertanya, tapi lelaki itu buru-buru mengambil gelas kertas dari tangan si bocah lalu menggendongnya. Oh, sepertinya dia bapak dari anak ini.

“Udah papa bilangin jangan lari-lari. Kamu ini bandel banget, sih. Udah jangan nangis. Laki-laki nggak boleh cengeng,” ucap si lelaki sambil mencubit gemas hidung si bocah. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada Lisa. “Maaf, ya, Mbak. Tadi anak saya lagi main kejar-kejaran sama kakaknya.”

Lisa membalas ucapan laki-laki itu dengan senyum sopan. “Ya, nggak apa-apa kok, Pak. Tapi lain kali hati-hati, ya. Takutnya dia kepeleset di tangga kan bahaya, Pak.”

Lelaki itu pun mengangguk. “Ya, sudah. Saya permisi dulu, ya.”

“Silakan, Pak.”

“Tuh, kan. Lagian tadi lari-lari, sih. Bajunya jadi ketumpahan sirop, kan,” katanya sambil mencubiti gemas badan berisi milik si bocah.

Lisa menatap kepergian ayah-anak itu dengan hati tak karuan. Melihat si lelaki mencoba menenangkan anaknya yang tengah sesenggukan, membuat Lisa teringat lagi dengan seseorang yang setengah mati ia coba untuk lupakan.

Ugh. Megingat orang itu asam lambungnya jadi naik. Keringat dingin perlahan mengalir di pelipis dan telapak tangan. Ah, andai saja ia tidak ditunggu Mas Andri di bawah, dia bisa sejenak istirahat dulu di sini. Tapi sialnya, Mas Andri itu suka mengadu hal yang tidak-tidak. Meski dia lelaki, mulut nyinyirnya itu sebelas-dua belas dengan ibu-ibu tukang gosip. Huh, mentang-mentang dia adalah tangan kanan si bos. Sekarang, apa boleh buat. Lisa harus segera turun ke bawah bagaimanapun caranya.

Pelan-pelan Lisa melangkah menuruni tangga. Sambil berpegangan, ia berusaha untuk berpikir jernih. Kata orang, penyebab asam lambung itu adalah sugesti, maka dari itu ia berusaha berpikir positif dan sekuat tenaga mengenyahkan sosok orang itu dari kepalanya.

“Lisa, tenang. Fokus. Besok kan gajian,” gumamnya menyemangati diri sendiri.

Ketika berada di tangga ketiga dari atas, sorak-sorai tepuk tangan tamu yang hadir membahana. Lisa refleks menolehkan kepalanya ke bawah. Di sana, dua orang yang sedari tadi menjadi sumber kegelisahannya ternyata telah menyelesaikan penampilan. Keduanya kini terlihat saling berpelukan sambil berbagi tangis kebahagiaan. Oh, sungguh suatu pemandangan yang membuat kewarasan Lisa nyaris hilang.

Naas baginya, ketika kaki kanannya menginjak anak tangga keempat, ia tak melihat adanya genangan air bekas tumpahan sirup di sana. Begitu ia ingin melangkah, sol sepatunya yang sudah aus tak mampu menopang berat tubuhnya. Ia pun tergelincir. Di tengah kepanikan, tangannya berusaha menggapai besi pegangan tangga. Sayangnya, telapak tangannya licin dan mengakibatkan dirinya langsung terjun bebas.

“HUWAAAAA!”

Teriakan Lisa dan bunyi debuman keras berhasil membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu terlonjak kaget.

Lisa meringis ketika kepalanya menghantam lantai. Samar-samar telinganya dapat mendengar jeritan panik dari orang-orang. Satu hal yang dapat dilihat Lisa sebelum semuanya berubah gelap. Yaitu, sosok ayahnya yang tengah mengulurkan tangan kepadanya.

“Bapak?”

***

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (29)
  • shooky215

    Suka suka suka sekali sama ceritanya dek<3

    Comment on chapter PROLOG
  • SusanSwansh

    Halo. Ceritanya bagus, cuma mau kasih saran sedikit biar lebih keren lagi. Untuk penulisan kata panggilan dalam sebuah dialog, itu pakai huruf kapital di awal. Nak, Mah, Yah. Dll. Satu lagi saran saya, perdalam lagi EBInya. Saya sendiri masih awam. Masih belajar juga. Cuma kata Pak Editor saya, penulis juga harus jadi ibu untuk naskahnya. Salam. Semangat terus ya.

    Comment on chapter Awal
  • dhinioctv

    [ Dhin's note: halo semua~ terimakasih karena kalian sudah menyempatkan membaca, memberikan like serta review pada ceritaku ini>_< jujur aku senang sekalii, alhamdulillah para pembaca menyukai ceritaku~ terimakasih banyak. tolong berikan dukungan dan doa dari kalian yaaa. Jika ada kritikan dan saran, silahkan comment atau bisaa kirim pesan ke inbox-ku, yaaa~ aku masih awam, jadi butuh kritik saran serta dukungan dari adik-adik, teman-teman, dan kakak-kakak sekalian. biggg loveee guyss~ ]

    Comment on chapter PROLOG
  • JenniesMine

    Rajin2 next ya thor, sumpah cerita ny keren kebangetan saya suka

    Comment on chapter Little Secret.
  • dreamhigh23

    Cemungut Thor kalok aku suka bngt sm nii cerita

    Comment on chapter Little Secret.
  • KesayanganJimin

    Setiap chapter ada aj yg bkin hati q baper,,, from now i like your story very much,,, Semangat kk keren bgt ini

    Comment on chapter Little Secret.
  • Kimtae11

    Buruan up jga, gasabar lanjutanya????

    Comment on chapter Pertemuan
  • Kimtae11

    Semangat thorr

    Comment on chapter Pertemuan
  • flower_flo

    Gila guru killer aja masih banyak yang ngefans wkwk

    Comment on chapter Bad Day!
  • Ninda

    Lanjut Thor????.... ceritanya makin menarik unchhh....Saranghae unnie????????

    Comment on chapter Dia.
Similar Tags
Babak-Babak Drama
3      3     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Special
56      38     0     
Romance
Setiap orang pasti punya orang-orang yang dispesialkan. Mungkin itu sahabat, keluarga, atau bahkan kekasih. Namun, bagaimana jika orang yang dispesialkan tidak mampu kita miliki? Bertahan atau menyerah adalah pilihan. Tentang hati yang masih saja bertahan pada cinta pertama walaupun kenyataan pahit selalu menerpa. Hingga lupa bahwa ada yang lebih pantas dispesialkan.
The watchers other world
38      22     0     
Fantasy
6 orang pelajar SMA terseret sebuah lingkarang sihir pemanggil ke dunia lain, 5 dari 6 orang pelajar itu memiliki tittle Hero dalam status mereka, namun 1 orang pelajar yang tersisa mendapatkan gelar lain yaitu observer (pengamat). 1 pelajar yang tersisih itu bernama rendi orang yang suka menyendiri dan senang belajar banyak hal. dia memutuskan untuk meninggalkan 5 orang teman sekelasnya yang ber...
Sepasang Dandelion
88      36     0     
Romance
Sepasang Dandelion yang sangat rapuh,sangat kuat dan indah. Begitulah aku dan dia. Banyak yang mengatakan aku dan dia memiliki cinta yang sederhana dan kuat tetapi rapuh. Rapuh karena harus merelakan orang yang terkasihi harus pergi. Pergi dibawa oleh angin. Aku takkan pernah membenci angin . Angin yang selalu membuat ku terbang dan harus mengalah akan keegoisannya. Keindahan dandelion tak akan ...
The Second Lady?
5      5     0     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
Bullying
7      7     0     
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...
fall
107      67     0     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
IZIN
49      19     0     
Romance
Takdir, adalah sesuatu yang tidak dapat ditentukan atau disalahkan oleh manusia. Saat semua telah saling menemukan dan mencoba bertahan justru runtuh oleh kenyataan. Apakah sebuah perizinan dapat menguatkan mereka? atau justru hanya sebagai alasan untuk dapat saling merelakan?
Dieb der Demokratie
0      0     0     
Action
"Keadilan dan kebebasan, merupakan panji-panji dari para rakyat dalam menuntut keadilan. Kaum Monarki elit yang semakin berkuasa kian menginjak-injak rakyat, membuat rakyat melawan kaum monarki dengan berbagai cara, mulai dari pergerakkan massa, hingga pembangunan partai oposisi. Kisah ini, dimulai dari suara tuntutan hati rakyat, yang dibalas dengan tangan dingin dari monarki. Aku tak tahu...
DEVANO
12      5     0     
Romance
Deva tidak pernah menyangka jika pertemuannya dengan Mega bisa begitu berpengaruh untuk hidupnya. Dan untuk pertama kalinya setelah hari itu, Dio-mantan sahabatnya, ikut campur dalam urusannya. Padahal, biasanya cowok itu akan bersikap masa bodo. Tidak peduli pada semua yang Deva lakukan. Ternyata, pertemuan itu bukan hanya milik Deva. Tapi juga Dio di hari yang sama. Bedanya Deva lebih berun...