Part 12 : Salah Momen
Buat Ikut Campur Masalah Orang
Kalo Hanya Untuk Basa-Basi
Tanpa Berniat Peduli
Mending Nggak Usah!
Diragukan. Sikap yang membuat harga diri Anjani terluka. Sejujurnya sudah berulang kali dia diragukan oleh sang Papa. Tapi tetap saja, setiap kali itu terjadi, dia masih saja merasakan sakit hati.
Dan ini adalah yang terparah dari semua keraguan yang ditunjukkan sang Papa.
Setelah bersusah payah membuat lukisan untuk di ikut sertakan dalam kompetisi UOB painting, Papa dengan teganya mengambil paksa lukisannya dan memarahinya dengan tegas.
"Berhenti gambar-gambar nggak penting kaya gini Anjani. Nggak berguna! Nggak akan memuluskan jalan kamu menjadi dokter! Lebih baik kamu fokus belajar dan mengalahkan Keiza!"
Untuk mengobati kesedihannya, Anjani memilih pergi dari rumah. Mengajak Keiza makan di café Ekologi. Menikmati milkshake dan pisang keju yang menjadi favoritnya.
Ah tidak. Sebenarnya hanya Anjani saja menikmati waktunya untuk bersantai, karena Keiza hanya menemaninya sambil mengerjakan soal-soal di buku latihan.
Sumpah, Anjani tidak paham dengan orang-orang seperti Keiza. Segitu pentingkah belajar baginya? Hingga semua waktunya habis untuk menekuni tulisan-tulisan di buku pelajaran? Apa mereka tida jenuh?
Anjani menghembuskan nafas kasar. Sangat lelah. Rasanya seperti semua masalah sedang bersekutu menyerang dirinya.
Sadar kegusaran sahabat karibnya, membuat Keiza menutup bukunya dan menghentikan kegiatan belajarnya.
Keiza emang segila itu ketika belajar, tapi baginya keluarga dan teman teteplah nomer satu.
“Udah kali Jen, nggak usah frustasi gitu.” Keiza
mencomot pisang milik Anjani. “Anggap aja kamu kalah di kompetisi ini.”
Keiza paham apa yang menjadi beban pikiran Anjani. Tuntutan orang tua dan kompetisi melukis. Tapi Keiza tidak paham, tidak semudah itu bagi Anjani menerima kenyataan bahwa dia kalah kompetisi. Bahkan sebelum berlomba.
Apaan itu? Hanya pengecut yang melakukan hal seperti itu.
“Nih, mending kita belajar aja. Lumayan lho buat nyicil buat ulangan umum.”
Keiza tetap lah Keiza.
Apa tadi katanya? Nyicil belajar untuk ulangan umum? Bahkan mereka baru saja selesai mid semester. Luar biasa sekali gadis ini.
Bosen mendengar petuah Keiza tentang belajar, mata Anjani mulai bergerak memperhatikan interior café.
Dengan mengambil tema alam bebas, café ini dipenuhi tanaman hijau yang menyejukkan mata. Dindingnya yang terbuat dari kaca yang membuat kita bebas melihat
halaman luar yang juga berwarna hijau.
Tanpa sengaja, mata Anjani menubruk seorang gadis berkuncir satu. Walaupun hanya melihat dari samping, Anjani sangat yakin mengenal gadis itu.
Dia adalah Erika. Orang yang menyebut-nyebut
dirinya sebagai mantan Tristan.
Gadis itu tengah mengaduk-aduk minuman asal, dengan muka tertunduk lesu dan pandangan sendu. Anjani rasa gadis itu tengah bersedih.
Sebagai manusia kepo yang hobi sok care pada orang lain, Anjani penasaran mengapa muka Erika begitu kusut.
Rasa penasarannya bertambah semakin besar ketika seorang berjalan menghampiri meja Erika dengan yakin. Sepertinya mereka memang janjian bertemu.
Anjani sangat mengenal orang itu. Itu jelas. Karena orang itu adalah teman kelasnya.
Dari tempatnya, Anjani tidak bisa mendengar apa yang mereka ucapkan. Tapi dari bahasa tubuh mereka, Anjani tau Erika sedang curhat pada orang itu.
Sedangkan lawan bicaranya hanya mendengarkan dengan seksama sambil sesekali mengelus tangan Erika. Mungkin bertujuan untuk menenangkan gadis itu.
“Kei, itu Erika kan?” Anjani memutarkan kepala Keiza menghadap Erika. “Samperin yok, mereka ngapain ya? Kepo." Ajak Anjani penuh semangat.
"Nggak usah. Ngapain sih?” Tolak Keiza mentah-mentah. “Kebiasaan banget ikut campur urusan orang.”
Tidak terima dikatakan demikian Anjani membela diri habis-habisan dan balik mengungkit segala sikap buruk Keiza.
Sayangnya Keiza dengan segala kekerasa-kepalaannya membuatnya tidak mudah begitu saja dijatuhkan ole Anjani. Dan ini selalu membuat Anjani merasa kesal sendiri.
"Kenapa sih kamu selalu benar?”
"Kan aku pinter dan rajin baca buku.”
“Dih mulai, mendewakan baca buku.” Cibir Anjani. “Buat apa baca buku kalo cuma mau keliatan benar dimata orang? Nggak baik tau!”
"Sama kaya kamu. Buat apa mau tau keadaan orang, kalo cuma buat memenuhi rasa kepo-mu dan biar orang mikir kamu peduli. Padahal nyatanya nggak kan?”
Anjani ingin kembali memantah Keiza, tapi tidak tahu harus mengatakan apa. Karena kenyataannya apa yang dibilang Keiza tidak salah sepenuhnya.
Ah, selalu begini jika jalan dengan Keiza. Niat Anjani menenangkan diri menjadi tinggal kenangan. Salah memang jika Anjani mengajak Keiza untuk menemaninya melepas penat.
Keiza tidak mau hanya meng-iya-kan saja curhatan Anjani. Selalu saja dia membantah ketika apa yang dipikir Anjani salah.
Terkadang, sahabat memang semenyebalkan itu. Tapi hebatnya selalu mampu memberikan cara sendiri untuk menenangkan sahabatnya ketika dalam kesusahan.
fresh banget ceritanya hehe. ditunggu kelanjutannya ya :)
Comment on chapter Chapter 1