Read More >>"> Our Tears (Sebuah Janji) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Our Tears
MENU
About Us  

 

Sepulang dari pemakaman Dhita langsung menuju kekamarnya dan mengunci pintunya, meninggalkan Manda dan Irza di ruang tamu.

“mau kemana?”

“ke dapur!”

Dengan lelah dan kantuk Manda mengitu Irza menuju dapur. Setelah satu persatu pelayat meninggalkan rumah duka, suasana rumah terlihat sepi. Bahkan tidak lagi terlihat sisa-sisa kesibukan di rumah itu, bersih dan rapi menjadi kesannya saat ini. Seolah tidak terjadi apapun.

Untuk tahlilan sendiri diadakan di rumah keluarga Dhita adik dari papanya yang hanya berada disebelah komplek rumahnya. Alasannya sudah jelas, mereka tidak ingin membebani Dhita yang telah kehilangan pondasi hidupnya selama ini. Terlebih ini sungguh-sungguh mendadak.

Setibannya di dapur, Irza dan Manda langsung membuat teh masing-masing. Suasana diatarannya benar-benar canggung. Tidak ada sedikitpun kata yang terucapkan antar keduannya. Yang terdengar hanya deru nafas dan beberapa kali suara desah kelelahan yang beradu.

“kenapa lo diam aja dari kemarin Za?” Tanya Manda membuka percakapan setelah keduanya sama-sama duduk berhadapan di meja makan.

Respon pertama yang Irza tunjukan adalah tatapan yang terlihat lelah namun kosong, lalu laki-laki itu hanya menghela nafasnya dengan kasar dan menyeruput teh dengan sendok dan sesekali ia tiup.

Melihat tanggapan tidak biasa dari sahabatnya itu Manda pun hanya fokus dengan teh, dan mengaduk-ngaduknya tanpa meminumnya.

Semenit. Dua menit. Tiga menit. Dan hingga sepuluh menit Irza baru membuka percakapan yang langsung menohok Manda hingga sahabatnya itu kembali sadar dari lamunan kosongnya.

“lo suka Dhita?!!”

“ha?!” kaget Manda hingga menjatuhkan sendok tehnya diatas meja dan menyisakan beberapa tumpahan teh disana. Sadar dengan kesalahannya ia pun langsung berdiri berniat mencari tisu untuk mengelap airnya, “gu-gue mau cari tisu dulu” katanya gugup.

Melihat gelagat tidak biasa dari sahabatnya Irza lalu menghentikannya, “sejak kapan?” tembaknya tepat sasaran.

“lo ngomong apaan sih Za?”

“hu!” ia pun menghela nafas sebentar “sejak kapan lo udah suka sama Dhita!” kini pandangan Irza tepat kearah manik mata Manda.

“lo ngigau ya Za? Ngomong apaan……” canda Manda mencoba mencairkan suasana.

Seketika itu juga terdengar suara meja yang dipukul, dan berdirilah Irza disana dengan wajah marah begitupun dengan nafas yang tidak beraturan. “selama ini lo suka kan sama Dhita. Dan selama ini juga lo ngehianati kita semua!” bentak Irza tidak karuan melupakan sekarang mereka dimana.

Melihat reaksi berlebihan yang ditunjukan Irza, Manda hanya tertawa meremehkan. Menganggap pembicaraan mereka bukan lagi masalah sepela yang bisa ia acuhkan.

“dan lo sendiri?” Tanya Manda sarkastis.

“bukan urusan lo!” tegas Irza, lalu ia memalingkan wajahnya tidak ingin Manda melihat reaksinya.

“kalau gitu, itu juga bukan urusan lo” final Manda yang membuat Irza kembali melihatnya.

Kini wajah Irza mengeras menahan marah, menganggap percakapan ini tidak ada akhirnya. Ia pun langsung mengambil cangkir teh yang mulai dingin dan mebawanya ke sink  dan mencucinya bersih lalu meletakkan kembali ketempatnya.

Setelah itu Irza meninggalkan Manda dan pergi dari rumah Dhita. Hatinya terasa berat ketika memikirkan kemungkinan-kemungkinan sohib nya itu menyukai sahabat kecilnya, Dhita. Dipacunya motornya membelah jalan kota raja yang memang selalu senggang.

 

*****

Genap tiga hari sudah Dhita tidak masuk sekolah, dan selama itu pula baik Manda maupun Irza tidak pernah tegur sapa. Bahkan keduannya saling menghindar, baik itu diparkiran dan kantin sekolah maupun ketika ingin menemui Dhita. Tetapi ketika keduannya tidak sengaja bertemu saat menjenguk Dhita, mereka bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun diantaranya.

Mereka tertawa bersama, bercanda bersama, ngobrol bersama, menyanyi bersama. Hanya itu caranya menutupi kemarahan mereka agar tidak ketahuan dan membuat beban baru bagi Dhita. Didepan Dhita mereka bersama-sama sepakat, meskipun hanya dari kesadaran diri masing-masing. Mereka tidak ingin bersikap mencurigakan di depan sahabatnya itu. Mereka tahu saat ini kondisi Dhita masih benar-benar terpuruk mengingat pusaran makam orang tuannya belum terlalu kering.

“sudah baikan?” Tanya Manda ketika mereka bertiga baru sampai di parkiran sekolah.

“hem, lumayan.” Katanya setelah ia baru turun dari kursi belakang motor Irza.

“motor kamu mana?”

“oh, ini motorku sedang dibawa abangku. Jadi deh aku pakai mobil”, katanya melirik kearah Irza.

Melihat Manda meliriknya, Irza langsung membuang wajah tidak ingin berkondak mata dengan Manda.

Dan jika kalian sadar, sebenarnya. Baik Irza maupun Manda tidak pernah berbicara dengan Dhita dengan sebutan lo atau gue. Mereka cenderung formal jika didepan Dhita. Namun, bila dengan yang lainnya baik Irza maupun Manda, mereka lebih pasif menggunakan kata non formal.

“kam……”

“udah lah, mending kita masuk kelas. Aku udah mau catat semua yang ketinggalan.” Jelas Dhita memotong ucapan Manda.

“okay!” kata Manda, dan lalu Dhita merangkul kedua lengan sahabatnya itu.

Seperti biasa semua tatapan anak-anak perempuan yang melalui mereka selalui iri melihat Dhita. Begitupun yang anak-anak laki-lakinya, yang iri ketika melihat kedekatan Irza dan juga Manda karena memang wanita satu ini terkenal dengan kata tercantik, terbaik, dan terpintar.

Ditengah perjalanan menuju kelas Irza, seorang teman Manda mengintrupsi mereka.

“Da! Lo udah denger belum?”

“apa memangnya?”

“hari ini katanya ada anak baru di kelas kita!”

“oh…!!!”

Melihat tidak biasa dari teman sekelasnya itu ia lalu memukul bahu Manda, “sejak kapan lo nggak peduli gitu kalau ada cewek cantik. Mana nih the king playboy sekolah!” jelasnya.

Merasa ditatap Manda pun melihat kearah Irza yang benar saja laki-laki itu tengah melihatnya dengan tatapan tidak suka. Entah tentang kemarahannya kepada Manda maupun, tentang sikap Irza yang terkenal playboy sekolah, ataupun kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Malas menanggapi Manda langsung mengusir temannya itu, “udah sana pergi lo, gue mau kekelas” katanya sedikit mendorong agar menyingkir dan berlalu melepas kalungan tangan Dhita dilengannya setelahnya ia langsung pergi begitu saja.

“Da! Ko pergi sih!” teriak Dhita dan lalu melepaskan kaitan tangannya dari lengan Irza dan mengejar Manda yang mulai jauh.

Melihat Dhita yang mengejar Manda, Irza hanya diam, “bila pada akhirnya elo nyakitin Dhita, gue nggak bakal maafpin lo Manda!” janji Irza pada dirinya sendiri.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 2 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Attention Whore
10      10     0     
Romance
Kelas dua belas SMA, Arumi Kinanti duduk sebangku dengan Dirgan Askara. Arumi selalu menyulitkan Dirgan ketika sedang ada latihan, ulangan, PR, bahkan ujian. Wajar Arumi tidak mengerti pelajaran, nyatanya memperhatikan wajah tampan di sampingnya jauh lebih menyenangkan.
102
55      36     0     
Mystery
DI suatu siang yang mendung, nona Soviet duduk meringkuh di sudut ruangan pasien 102 dengan raga bergetar, dan pikiran berkecamuk hebat. Tangisannya rendah, meninggalkan kesan sedih berlarut di balik awan gelap.. Dia menutup rapat-rapat pandangannya dengan menenggelamkan kepalanya di sela kedua lututnya. Ia membenci melihat pemandangan mengerikan di depan kedua bola matanya. Sebuah belati deng...
Segaris Cerita
9      9     0     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
SIBLINGS
0      0     0     
Humor
Grisel dan Zeera adalah dua kakak beradik yang mempunyai kepribadian yang berbeda. Hingga saat Grisel menginjak SMA yang sama dengan Kakaknya. Mereka sepakat untuk berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Apa alasan dari keputusan mereka tersebut?
LINN
405      187     0     
Romance
“Mungkin benar adanya kita disatukan oleh emosi, senjata dan darah. Tapi karena itulah aku sadar jika aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak menyesakarena kita harus dipertemukan tapi aku menyesal kenapa kita pernah besama. Meski begitu, kenangan itu menjadi senjata ampuh untuk banggkit” Sara menyakinkan hatinya. Sara merasa terpuruk karena Adrin harus memilih Tahtanya. Padahal ia rela unt...
INDIE
9      9     0     
Short Story
Bercerita mengenai kebebasan
Me and a Piece of Memories
11      11     0     
Short Story
Tentang pertemanan yang terpisah jarak dan waktu. Tentang kehidupan yang terus terhubung.
Time Travel : Majapahit Empire
810      351     0     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Love Dribble
189      112     0     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
Kejutan
9      9     0     
Short Story
Cerita ini didedikasikan untuk lomba tinlit x loka media