Read More >>"> Dear You (Terima Kasih) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dear You
MENU
About Us  

πŸ‚πŸ‚πŸ‚

Mulai hari ini, aku berikrar bahwa aku tidak akan mau lagi diantar oleh Paijo. Terutama saat pergi ke sekolah. Aku lebih memilih menunggu angkot atau bus yang lewat. Tak peduli jika aku harus terlambat dan mendapat hukuman.

Aku melangkah menuju kelasku, XII IPA 1, dengan langkah malas. Beberapa jam telah terlewati semenjak insiden adu mulut kemarin. Aku sama sekali belum berbicara dengan Paijo. Kami tak saling bertegur sapa. Bodoh amat. Aku tak peduli. Mama dan Papa hanya diam saja melihat kami yang seperti itu. Sudah biasa terjadi.

“Pagi, Luth.” Seorang cowok berkepribadian dingin menyapaku. Namanya Jeremy, siswa kelas XII IPA 2. Dia adalah teman SMP-ku. Mangkanya dia ramah padaku.

“Pagi juga,” balasku.

Jeremy pun berjalan mendahuluiku dengan terburu-buru. Mungkin dia lupa mengerjakan PR semalam. Suatu kebiasaan yang sudah sering terjadi di kalangan para pelajar.

Begitu aku sampai di kelas, objek pertama yang aku lihat adalah beberapa siswa yang sedang berkerumun di salah satu bangku yang letaknya di urutan paling belakang. Apa yang sedang mereka lakukan? Sepertinya mereka sedang menonton sesuatu di ponsel.

Aku kemudian berjalan menuju bangkuku yang terletak di urutan kedua dari depan. Menaruh tas di meja, lalu ikut berkerumun dengan para siswa tadi. “Apa yang kalian tonton, sih? Serius amat,” tanyaku, sedikit penasaran.

“Anak kecil nggak boleh lihat,” sahut seorang cowok bernama Moza sembari melambaikan tangannya, berniat mengusirku.

“Yeee … kayak lo udah dewasa aja,” balasku. Aku menyembulkan kepalaku, berusaha melihat apa gerangan yang sedang mereka tonton.

“Ini khusus lelaki. Perempuan nggak boleh lihat.”

“Halah … lebay lo.” Aku kemudian melangkah menjauh dari mereka. Jika sudah seperti itu, aku tahu apa yang sedang mereka tonton. Sebuah film … kalian tahulah apa yang aku maksud. Sebuah kebiasaan buruk yang tidak patut dicontoh. Mampu merusak moral para generasi penerus bangsa.

“Luthfi!”

Dari arah pintu, seorang cewek berambut ikal memanggil namaku. Namanya Maya, salah satu teman sekelasku.

“Apa?” sahutku.

“Ada yang nyariin lo tuh di depan,” ujar Maya sembari melangkah memasuki kelas, dan menaruh tasnya di bangku kebesarannya.

“Hah? Siapa?” tanyaku bingung.

Maya mengangkat bahunya, “Entah. Yang jelas, sih, cogan. Pakai banget. Kayak oppa-oppa gue di Korea sono.”

Keningku pun berkerut. “Cogan?”

“Iya. Pacar lo, ya? Ish, lo kok nggak pernah cerita ke gue, sih, Luth … kalau lo udah punya pacar? ‘Kan, gue bisa minta PJ, gitu.”

“Nggak usah banyak cincong deh, lo,” tukasku, lalu beranjak keluar dari kelas. Menuju gerbang sekolah, di mana seseorang yang disebut ‘cogan’ oleh Maya berada.

“Mau ke mana, Luth?” Zian, siswa kelas XII IPA 3 bertanya kepadaku saat aku melewati kelasnya.

“Bisnis,” jawabku asal, tanpa sedikit pun menoleh padanya. Aku kemudian mempercepat laju langkah kakiku. Sebenarnya, ada rasa penasaran yang kini menyelimutiku. Kepalaku mulai digerayangi oleh pertanyaan yang terulang-ulang, yaitu “siapakah cogan yang mencariku itu?”.

Begitu sampai di pintu gerbang, aku langsung mengedarkan pandanganku. Yang kulihat hanyalah beberapa siswa yang baru datang, dan juga … cowok yang kulihat di halte kemarin lusa. Apa yang dia lakukan di sini?

Cowok itu melihat ke arahku, dan langsung menyunggingkan senyum. “Oh, hai Luthfi,” sapanya sembari berjalan menghampiriku.

Ah, dia tidak melupakan namaku ternyata. “H-hai juga,” balasku sedikit canggung.

Cowok itu kemudian berhenti tepat di depanku. Di tangannya terdapat sebuah kantong plastik yang tidak kuketahui apa isinya. “Aku mau ngembaliin swetermu yang kamu pinjamkan padaku kemarin lusa.” Dia menyerahkan kantong plastik itu padaku.

“Ah, iya.” Aku menerimanya.

“Terima kasih banyak.”

Aku mengangguk. “Sama-sama,” balasku.

“Cie … Luthfi.”

“Uhuy!”

“Gebetan baru, ya? Kenalin, dong.”

Aku langsung mendengus kesal saat mendengar ujaran yang keluar dari mulut-mulut tukang gosip itu. Kebiasaan. Mereka terlalu cepat mengambil keputusan tanpa mencari tahu terlebih dahulu fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan. “Ng … sori, ya. Teman-temanku emang kayak gitu. Suka gosip,” ucapku tak enak hati kepada cowok itu.

“Iya. Nggak apa-apa, kok. Udah biasa terjadi.”

Aku lalu menatap cowok yang belum kuketahui namanya itu dari ujung rambut hingga ke ujung rambut. “Kamu … masih SMA juga?” tanyaku kemudian. Dia mengenakan celana abu-abu khas siswa SMA. Kemeja putihnya dia tutupi dengan jaket kulit berwarna cokelat tua. Aku tidak bisa melihat lambang sekolahnya.

Cowok itu mengangguk. “Iya. Aku sudah kelas dua belas. Di SMA Mekar Jaya,” jawabnya.

“Ah … kita setingkat ternyata.”

SMA Mekar Jaya. Ya, aku tahu sekolah itu. Musuh bebuyutan SMA Merdeka. Pantas saja cowok di depanku ini mengenakan jaket. Aku harap, dia bukan bagian dari geng penyebab SMA Mekar Jaya menjadi musuh bebuyutan SMA Merdeka.

“Iya. Ngomong-ngomong, kita belum berkenalan secara resmi.”

“Ya?” Aku sedikit terkejut.

Cowok itu mengulurkan tangan kanannya ke hadapanku.”Namaku Rayyan,” tuturnya.

Aku pun membalas uluran tangannya. “Kamu sudah tahu namaku. Jadi, aku nggak perlu menyebutkannya lagi, ‘kan?” Aku mengangkat sebelah alisku.

“Hahaha,” cowok yang ternyata bernama Rayyan itu tertawa. “Iya, Luthfi.” Dia lalu menyunggingkan bibirnya ke atas.

“Salam kenal.”

 

~dear you~

 

“Cie … Luthfi. Yang habis ketemuan. Cie ….”

Aku berdecak kesal saat kalimat menggoda itu keluar dari mulut si Maya. “Kenapa? Masalah buat lo?” sahutku, lalu mendudukkan diri ke atas kursi.

“Ganteng banget, ‘kan, Luth? Lo kenal dia dari mana?” tanya Maya ingin tahu.

“Nggak sengaja ketemu di halte kemarin lusa,” jawabku.

“Oh … baru kenal toh. Kirain udah kenal lama.”

“Enggak.”

“Dia siswa dari sekolah sebelah, ‘kan? Ngapain dia nyariin elo?”

“Cuman mau ngembaliin sweter yang gue pinjamkan ke dia kemarin lusa.”

“Gimana ceritanya lo bisa minjemin dia sweter?”

“Lo kepo banget, sih, May!”

“Hehehe, kayak lo nggak tahu gue aja, Luth.”

.

.

.

TBC

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • ellyzabeth_marshanda

    Asique 😍
    Gak bisa naik motor tapi minta motor wkwkw Luthfi memang dan best lah

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • yurriansan

    Baru baca chap 1. Unik juga. Biasanya kn cwok yg ksh jaket. :)

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • rara_el_hasan

    Asyik ... bacanya mengalir kaya sungai brantas.. gk kesendat-sendat kok hehehe .. EBInya juga bagus .. hehe

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • IndyNurliza

    Bagaimana rasanya kehilangan :(

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • kyumesix

    Ceritanya baguss

    Comment on chapter Awal Pertemuan
Similar Tags
HOME
12      12     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Selfless Love
110      77     0     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
Menuntut Rasa
278      229     3     
Short Story
Ini ceritaku bersama teman hidupku, Nadia. Kukira aku paham semuanya. Kukira aku tahu segalanya. Tapi ternyata aku jauh dari itu.
A & B without C
9      9     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
Frasa Berasa
1594      504     0     
Romance
Apakah mencintai harus menjadi pesakit? Apakah mencintai harus menjadi gila? Jika iya, maka akan kulakukan semua demi Hartowardojo. Aku seorang gadis yang lahir dan dibesarkan di Batavia. Kekasih hatiku Hartowardojo pergi ke Borneo tahun 1942 karena idealismenya yang bahkan aku tidak mengerti. Apakah aku harus menyusulnya ke Borneo selepas berbulan-bulan kau di sana? Hartowardojo, kau bah...
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
216      99     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Arion
29      21     0     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
Bulan Dan Bintang
121      84     0     
Romance
Cinta itu butuh sebuah ungkapan, dan cinta terkadang tidak bisa menjadi arti. Cinta tidak bisa di deskripsikan namun cinta adalah sebuah rasa yang terletak di dalam dua hati seseorang. Terkadang di balik cinta ada kebencian, benci yang tidak bisa di pahami. yang mungkin perlahan-lahan akan menjadi sebuah kata dan rasa, dan itulah yang dirasakan oleh dua hati seseorang. Bulan Dan Bintang. M...
Beach love story telling
16      11     0     
Romance
"Kau harus tau hatiku sama seperti batu karang. Tak peduli seberapa keras ombak menerjang batu karang, ia tetap berdiri kokoh. Aku tidak akan pernah mencintaimu. Aku akan tetap pada prinsipku." -............ "Jika kau batu karang maka aku akan menjadi ombak. Tak peduli seberapa keras batu karang, ombak akan terus menerjang sampai batu karang terkikis. Aku yakin bisa melulu...
Error of Love
45      34     0     
Romance
Kita akan baik-baik saja ketika digoda laki-laki, asalkan mau melawan. Namun, kehancuran akan kita hadapi jika menyerah pada segalanya demi cinta. Karena segala sesuatu jika terlalu dibawa perasaan akan binasa. Sama seperti Sassy, semua impiannya harus hancur karena cinta.