Read More >>"> Meja Makan dan Piring Kaca (Kartu Keluarga) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meja Makan dan Piring Kaca
MENU
About Us  

     "Pa, Ma, Shandy berangkat dulu."

     Shandy terburu-buru pergi ke sekolah karena dia baru saja menerima pesan di ponselnya. Buruan kau datang, Shan! Kami belum menyelesaikan tugas Matematika. Sesampainya di sekolah, Shandy keluar dari mobil sport hitam menggunakan jaket kulit coklat dan kaca mata hitam. Sekumpulan murid perempuan yang terpesona padanya, sudah menunggu di parkiran sekolah. Wajah Shandy seperti orang Asia kebanyakan, hanya saja kulitnya lebih putih dan terawat. Karena kartu keluarganya, jadilah dia anak paling keren dan tajir di sekolah. Shandy juga ketua tim basket, postur tubuhnya yang tinggi sangat sesuai untuk olah raga itu.

     "Woi, Shandy!" teriak dua orang murid laki-laki yang merupakan sahabat Shandy. Shandy hanya mengangkat sedikit dagunya ke arah kedua sahabatnya itu, kemudian menghampiri mereka namun dia tersandung batu di depannya. Dia hampir saja terjatuh.

     Shandy adalah orang yang tidak bisa berkonsentrasi pada suatu keadaan. Apalagi jika dia sedang terburu-buru atau merasa tertekan.

     Murid perempuan yang berada di sana ingin menolongnya, tapi dia sudah ditolong oleh kedua sahabatnya. Walaupun Shandy terlihat bodoh saat itu, tapi murid-murid perempuan yang berada di sana tetap tersihir oleh pesonanya. Seperti ungkapan, Tak perlu menjelaskan tentang dirimu, karena yang menyukaimu tak butuh itu.

     "Kau tidak apa-apa?" tanya Nando.

     "Aku baik-baik saja, hanya grogi tadi!" jawab Shandy seadanya.

     "Apa kau melihat pesan dariku? Kenapa kau lama sekali datang?" ujar Jerry.

     "Saat kami menunggumu karena ada keperluan, batang hidungmu lama sekali muncul. Tapi jika kami tidak memerlukanmu, kami pasti sudah melihatmu di kerumunan cewek-cewek itu,"  sambung Nando.

     "Santai ... santai! Aku baru saja membujuk papaku dan minta dibelikan ponsel baru. Kalian pasti tahu bagaimana papaku secara detail memeriksa, jika aku ingin mengajukan proposal permintaan dana," kata Shandy sambil mengeluarkan buku tugasnya dari dalam tas saat tiba di kelas.

     "Apa kau berhasil membujuknya?"

     "Tentu saja, dibantu dengan bujukan adikku yang bersyarat. Papa langsung menerima permintaanku," kata Shandy dengan bersemangat.

     "Keren. Ponsel terbaru seharga belasan juta. Kami hanya bisa menunggu beberapa tahun lagi saat harganya sudah turun," ujar Jerry dengan jujurnya, "ngomong-ngomong, apa syarat yang diberikan adikmu?" tanya Jerry kembali.

     "Seperti biasa, dia meminta ponsel lamaku. Anak itu selalu saja bersedia menerima barang bekas milikku. Seandainya dia meminta barang baru ke papa, pasti akan langsung diberikan," kata Shandy menunjukkan keheranannya.

     "Bentar. Anak Sekolah Dasar sudah memakai ponsel canggih seperti ini. Meski ini sudah bekas, jangankan adik kau! Aku pasti akan menerimanya dengan senang hati," kata Nando sambil menggaruk kepalanya.

     "Jangan bilang celana dalam bekas Shandy juga mau kau terima," canda Jerry.

     "Gila kalian berdua, buruan selesaikan tugas Matematika kalian. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi!"

 

***

 

     Stevi dan Sherly diantar oleh supir menggunakan alphard putih ke sekolah. "Bye, Pa! Bye, Ma! Bye, Maliq!" seru mereka berdua.

     Sesampainya di sekolah, mereka berdua berpencar menuju teman masing-masing. Mereka berdua belajar di satu sekolah yang sama, sehingga ruang gerak jadi terbatas. Bila di antara mereka berdua melakukan kesalahan, berita itu pasti akan sampai ke telinga papa atau mama mereka. Jika harus disembunyikan, si pelaku harus merogoh uang saku untuk membeli beberapa barang sebagai tutup mulut si saksi. Setelah itu akan terlaksana kerja sama yang baik antara kedua adik- kakak itu.

     Stevi berjalan di koridor sekolah bersama tiga sahabatnya. Mereka berempat adalah genk paling cantik dan galak di sekolah. Semua mata pasti tertuju pada mereka dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seluruh murid perempuan sangat iri, terutama pada Stevi. Stevi terlihat paling mencolok di antara keempatnya, bahkan dia sangat mencolok di satu sekolah. Kakak kelas yang berparas cantik, fashionable, dan tajir.

     Walaupun Sherly berada satu sekolah dengan Stevi, tapi dia masih saja anak cupu yang baru beranjak dewasa. Adik kelas yang belum mengerti tentang arti popularitas. Tapi Sherly masih memiliki keuntungan dari popularitas Stevi di sekolah, kakak kelas tidak akan menjahilinya ketika Masa Orientasi Siswa. Selain itu, banyak abang kelas yang memintanya untuk menyampaikan rasa cinta mereka pada Stevi. Berbagai bingkisan diterima Sherly dari para penggemar Stevi, tapi tidak satu pun dipilih Stevi. Akhirnya bingkisan itu menjadi milik Sherly dan terkadang dibagikan ke Shandy atau Maliq jika bingkisan itu berupa coklat atau makanan lainnya.

     Stevi bersama Citra, Grace, dan Kartika mencoba menggoda seorang murid laki-laki kutu buku di dalam kelas. "Hei, Tino tampan!" goda Stevi, "bisa lihat tugas rangkuman Sejarah, enggak?" sambung Stevi dengan mengibaskan ujung rambutnya ke wajah Tino.

     Tino langsung gemetar mendapat serangan kibasan rambut Stevi yang hitam dan harum. "Tentu, Stevi! Apa yang enggak boleh untukmu?!" kata Tino sambil memberikan buku tugas Sejarahnya ke Stevi.

     Stevi memberikan senyuman mautnya. "Terima kasih, Tino," katanya dengan suara merdu yang menggoda.

     Tino hanya mengangguk tak berdaya sambil mengeluarkan sedikit air liurnya.

     Suara tawa teman-teman Stevi menggelegar di kelas. "Parah kau, Stev! Kasihan si Tino," sahut Kartika.

     "Harusnya Tino jadi tambah semangat pagi ini," jawab Stevi asal dan tertawa.

     Keempatnya lanjut tertawa.

     

***

 

     Setelah Pak Fauzi berangkat ke kantor, Bu Asri bersiap-siap mengantar Maliq ke sekolah. Di luar komplek perumahan, Bu Asri dan Maliq melihat Bu Rahmah yang sedang duduk di depan warungnya. Bu Rahmah adalah sahabat Bu Asri semenjak tinggal di komplek perumahan elit itu. Bu Asri membuka jendela di sebelah Maliq lalu melambaikan tangan ke Bu Rahmah.

     Bu Rahmah dan suaminya Pak Joni, berasal dari salah satu kampung di Tapanuli Tengah. Mereka pindah ke kota dan membuka warung di dekat komplek perumahan elit tempat Pak Fauzi dan Bu Asri tinggal. Ketika mobil Bu Asri lewat, Bu Rahmah sudah memasang senyum untuknya. Jendela mobil itu terbuka, Bu Rahmah membalas lambaian tangan Bu Asri dan Maliq.

     Sesampainya di sekolah, Maliq memberi salam dan ciuman di pipi mamanya.

     "Semua sudah di bawa?" tanya Bu Asri.

     "Sudah!" jawab Maliq.

     "Kotak pensil?"

     "Sudah!" sambil mengangguk.

     "Botol minum?"

     "Sudah!" sambil menunjukkan botol minum bergambar Spiderman.

     "Tugas?"

     "Mama ... Semua sudah Maliq bawa. Ok!" sambil menunjukkan jempolnya.

     "Uang jajan?"

     "Beluuumm!" teriaknya dengan semangat.

     "Bohong!" kata Bu Asri sambil mencolek hidung Maliq, "tadi sebelum berangkat, Mama lihat papa ada kasih uang jajan ke kamu," sambung Bu Asri dengan sedikit meledek.

     "Tapi Mama belum ada kasih uang jajan ke Maliq. Beda dong!" jawab Maliq manja.

     "Hmm. Masih kecil sudah bisa korupsi," ejek Bu Asri sambil merogoh lima ribu rupiah dari dalam dompetnya. "Jangan beli gorengan, somboy, dan jajanan yang asam, ya, Sayang!" perintah Bu Asri

     "Ok, Ibu Ratu," jawab Maliq. Dia langsung menyambar selembar uang di tangan mamanya.

     Di sekolah, Maliq termasuk anak yang cuek dan tidak terlalu peduli dengan lingkungan sekolah. Hanya ada beberapa teman yang diajak bermain. Dia tidak peduli dengan jajanan temannya, karena apa yang diinginkannya bisa dibeli dengan uang jajan yang dia miliki.

     Kevin adalah sahabatnya di sekolah. Mereka sudah saling mengenal sejak Taman Kanak-kanak. "Hei, Maliq! Aku baru saja dibelikan ponsel oleh papaku," kata Kevin sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya.

     "Kevin, bukannya kita tidak boleh membawa ponsel ke sekolah?" tanya Maliq heran.

     "Boleh, boleh aja, sih. Asalkan tidak ketahuan," jawab Kevin santai.

     "Kalau ketahuan bisa disita ponselmu, Vin." Maliq mengerutkan keningnya. "Oh, iya! Aku baru ingat. Aku juga akan diberikan ponsel lama Bang Shandy," ucap Maliq dengan nada bahagia.

     Kevin tertawa dan mengejek, "Maliq. Kau itu lucu banget, ya. Senang mendapat barang bekas pakai."

     "Sepele kamu, Vin. Walaupun barang bekas, tapi lebih bagus dari punyamu. Ponsel itu juga bekas Bang Shandy, pasti sudah diatur secanggih mungkin. Kau kira kaleng-kaleng," balas Maliq mengejek.

     Wajah Kevin berubah warna menjadi hijau, dia lupa bahwa temannya ini akan marah jika keluarganya diejek. "Iya, iya! Aku lupa kalau Bang Shandy itu jago masalah gadget," kata Kevin mencoba menghibur.

     Maliq langsung tersenyum mendengarnya. "Aku sudah tidak sabar untuk menerima ponsel itu."

     "Setelah kau menerimanya, bisakah kau membawanya ke sekolah? Kita bisa adu game dari ponsel masing-masing," tantang Kevin.

     "Enggak ah, nanti kalau disita guru, baru tahu rasa," jawab Maliq menolak permintaan Kevin.

     "Sekali aja, enggak apa. Cemen banget, sih. Huuuhh!" ejek Kevin. "Oh, iya! Jangan bilang-bilang ke guru kalau aku bawa ponsel, ya!" perintah Kevin sambil sedikit mengancam.

    "Huuu!" sorak Maliq sambil memukul bahu Kevin.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (29)
  • yurriansan

    keren, cerita dan diksinya

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @ReonA Terima kasih ????????

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kak, aku suka diksinya xD

    Comment on chapter Prolog
  • Nurull

    Nice. Happy ending.

    Comment on chapter Hadiah Terbaik
  • muhammadd

    Ceritanya renyah. Enak dibaca. Sarannya apa yah? Mungkin akan seru kalau dimasukin unsur daerah. Logat2nya gitu. Hehe

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    iya nih, percakapan emang dibuat ala kids zaman now @Zzakyah nanti akan coba saya pertimbangkan sarannya. Terima kasih atas supportnya.

    Comment on chapter Prolog
  • Zzakyah

    Sebuah kisah yang inspiratif. Saya suka ide dan judul ceritanya. Menarik. Terus jaga konsistensi tokohnya. Karakternya sudah bagus. Alurnya lumayan. Meski ada beberapa adegan yang terlalu populer digunakan. Gaya bahasanya renyah. Cuma agak sedikit lebay di beberapa dialog tagnya. Sarannya, lebih baik gunakan bahasa indonesia yang baik. Bukan ala kids zaman now. Biar masuk sama pemilihan diksinya.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Baik emak @PancaHerna akan saya perbaiki bagian yang klise.

    Comment on chapter Prolog
  • PancaHerna

    Sebernya si Uji lbih tau soal teknis. Jadi soal teknis nnti ty lngsung saja ke orangnya. Mnurut saya sebagai emak2 awam, ceritanya cukup inspiratif. Gaya bahasanya, tematiknya ringan. Cocok untuk semua pmbca. Tetapi ada beberapa sekenrio yang menurut emak, perlu di perbaiki. Dan ... hati2 dengan jebakan klise. Alih2 kamu ingin detail, kamu mnjelaskan tokohmu dari a sampai z. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Untuk ekspresi gerak, cukup seperlunya saja. Itu saja sih saran dari emak.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @Zeee hahaha setelah baca chapter berikutnya akan kelihatan kekurangannya. Itu 'kan kelihatan dari fisik aja. :D

    Comment on chapter Kartu Keluarga
Similar Tags
DUA PULUH MENIT TERAKHIR
4      4     0     
Short Story
Setiap waktu sangat berarti. Selagi ada, jangan terlambat untuk mengatakan yang sesungguhnya. Karena kita tak tahu kapan waktu akan merenggutnya.
Secuil Senyum Gadis Kampung Belakang
3      3     0     
Short Story
Senyumnya begitu indah dan tak terganti. Begitu indahnya hingga tak bisa hilang dalam memoriku. Sayang aku belum bernai menemuinya dan bertanya siapa namanya.
Army of Angels: The Dark Side
526      215     0     
Fantasy
Genre : Adventure, Romance, Fantasy, War, kingdom, action, magic. ~Sinopsis ~ Takdir. Sebuah kata yang menyiratkan sesuatu yang sudah ditentukan. Namun, apa yang sebenarnya kata ''Takdir'' itu inginkan denganku? Karir militer yang telah susah payah ku rajut sepotong demi sepotong hancur karena sebuah takdir bernama "kematian" Dikehidupan keduaku pun takdir kembali mempermai...
Senja di Sela Wisteria
5      5     0     
Short Story
Saya menulis cerita ini untukmu, yang napasnya abadi di semesta fana. Saya menceritakan tentangmu, tentang cinta saya yang abadi yang tak pernah terdengar oleh semesta. Saya menggambarkan cintamu begitu sangat dan hangat, begitu luar biasa dan berbeda, yang tak pernah memberi jeda seperti Tuhan yang membuat hati kita reda. “Tunggu aku sayang, sebentar lagi aku akan bersamamu dalam napas abadi...
Abay Dirgantara
176      84     0     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
Tower Arcana
6      6     0     
Short Story
Aku melihat arum meninggalkan Rehan. Rupanya pasiennya bertambah satu dari kelas sebelah. Pikiranku tergelitik melihat adegan itu. Entahlah, heran saja pada semua yang percaya pada ramalan-ramalan Rehan. Katanya sih emang terbukti benar, tapi bisa saja itu hanya kebetulan, kan?! Apalagi saat mereka mulai menjulukinya ‘paul’. Rasanya ingin tertawa membayangkan Rehan dengan delapan tentakel yan...
Aku Lupa
5      5     0     
Short Story
Suatu malam yang tak ingin aku ulangi lagi.
Kesan 17 : 3R + H
8      8     0     
Short Story
Bermula dari 3 surat berantai yang akhirnya menjadikan seseorang sebagai salah satu personil dari 3 sejoli yang sudah lama menjalin persahabatan. Menariknya, 3 sejoli tersebut memiliki nama awalan yang sama. Siapakah orang beruntung tersebut ?
CHANGE
7      7     0     
Short Story
Di suatu zaman di mana kuda dan panah masih menguasai dunia. Dimana peri-peri masih tak malu untuk bergaul dengan manusia. Masa kejayaan para dewa serta masa dimana kesaktian para penyihir masih terlihat sangat nyata dan diakui orang-orang. Di waktu itulah legenda tentang naga dan ksatria mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu terdapat suatu kerajaan makmur yang dipimpin oleh raja dan rat...
TEA ADDICT
4      4     0     
Romance
"Kamu akan menarik selimut lagi? Tidak jadi bangun?" "Ya." "Kenapa? Kan sudah siang." "Dingin." "Dasar pemalas!" - Ellisa Rumi Swarandina "Hmm. Anggap saja saya nggak dengar." -Bumi Altarez Wiratmaja Ketika dua manusia keras kepala disatukan dengan sengaja oleh Semesta dalam birai rumah tangga. Ketika takdir berusaha mempermaink...