Read More >>"> The Dumb Love (01: How I Met Him) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Dumb Love
MENU
About Us  

            Waktu memang selalu berjalan dengan kecepatan yang nyaris tidak pernah bisa diprediksi oleh insan manapun. Rasanya seperti sedang dijatuhi mantra sihir, dan simsalabim; aku sudah resmi menjadi mahasiswa sekarang.

            Kalau biasanya sihir merubah sesuatu menjadi lebih baik dan sesuai keinginan, tapi kali ini tidak denganku. Kalau memang ini benar-benar sihir, mengapa tidak sekalian saja jadikan aku mahasiswi di kampus impianku?

            Sebelumnya begini, biar kujelaskan secara garis besar; gerbang yang sekarang terpampang nyata di mataku ini, adalah milik sebuah kampus negeri yang kujadikan pilihan ketiga dan yang terakhir saat SMA dulu. Jadi jangan heran jika hari ini aku tidak seceria seperti yang lainnya. Aku pasti akan mengumpat dan marah habis-habisan jika aku diizinkan mengikuti emosi jahatku. Aku memang sedih, tapi masih ada yang lebih sedih hingga menangis jika aku memutuskan angkat kaki dari sini. Sebab aku masih punya hati; aku kasihan pada orang tuaku.

            Kakiku melangkah melintasi jalanan beraspal di area kampus sembari memandangi gedung-gedung dan pemandangan lainnya. Tidak adanya bangunan berdinding kaca ala hotel—seperti yang tertera di laman kampus—menjadi penyebabku kecewa untuk yang kedua kalinya, setelah karena pakaian seragam hitam putih yang membuatku sepintas tampak seperti kasir anyaran di minimarket.

            Pintu kelas pertamaku terbuka. Aku mengamati seisi penjuru kelas. Ternyata tak jauh beda denganku; hitam putih warnanya.

            Aku memilih bangku terdepan sebagai tempat dudukku hari ini, tepat di samping gadis berlipstik merah darah yang sedang berkutat dengan handphone-nya. Hanya dengan melihat sepintas apa yang ia saksikan, aku sudah bisa menyimpulkan bahwa ia adalah satu dari jutaan penggemar boyband Korea Selatan.

            Fey. Begitulah yang tertulis di nametag ungunya. Fey, si gadis bertampang judes dan berambut coklat; orang pertama yang aku tahu hari ini. Semoga dia bukan anak berandalan.

            Petugas akademik jurusan masuk kelas tanpa permisi—maksudku secara tiba-tiba, bukannya tidak memberi salam—lalu menjelaskan sistematika kegiatan kuliah. Dari apa yang ia utarakan, yang bisa aku tangkap adalah setiap mata kuliah akan dikelola oleh dua mahasiswa PJ—penanggung jawab. Soal tugas, katanya sederhana. Mengambil jurnal dan presensi, mengabari jadwal mengajar dosen, menjemput dosen di ruangan atau parkiran, bahkan menyediakan konsumsi bagi mereka. Sederhana dari mana?

            Lelaki berkacamata bernama Eksa melangkah ke depan kelas sesaat setelah bapak-bapak tadi keluar.

            “Kalo gitu, langsung aja kita pilih PJ buat matakuliah pertama,” katanya. “Aku tunjuk aja biar nggak kelamaan.”

            Matanya menelisik setiap wajah penghuni kelas. Sesekali ia mengerutkan dahi, agaknya sedang menimang-nimang pilihan. Sampai akhirnya, tatapan matanya menatapku lurus. Aku menoleh ke belakang, barangkali ia akan menunjuk seseorang di belakang sana.

            “Ya, kamu, yang noleh ke belakang,” sahutnya, “namamu siapa?”

            Mendengarnya membuat seisi kelas turut menoleh ke arahku secara serentak.

            “E-eh?! Kamu-nunjuk aku?” tanyaku kebingungan seperti orang bodoh.

            “Iya lah, kamu kira siapa?” tanyanya balik.

            “Ya sorry,” balasku pasrah. ”Btw aku Kirana.”

            “Oke, Kirana nanti sama Jihan, ya.”

            Aku celingukan, menoleh kesana kemari, mencari pemilik nama ‘Jihan’ itu. Kata Fey, dia ada di belakang, tapi tetap saja aku tidak bisa mengetahuinya. Selain karena jaraknya terlalu jauh, muka-muka orang baru selalu terlihat mirip satu sama lain.

            Aku bangkit dari dudukku saat jarum jam tanganku membuat sudut seratus duapuluh derajat; dan ini artinya sudah lewat tigapuluh menit dari jadwal jam pertama yang seharusnya. Suara langkah kakiku mewarnai lorong pendek gedung yang kulalui, disusul langkah kaki bertempo cepat dari arah belakang. Rupanya suara langkah itu milih seorang cowok setinggi bahuku yang tengah mengejarku. Jadi ini yang namanya Jihan.

            Oke, mungkin hanya aku di sini yang terlihat sama sekali tidak siap. Lihat saja saku hem putihnya; sebuah pulpen hitam bersarang di sana, sangat berbeda denganku yang hanya membawa jiwa dan raga. Sepertinya aku harus bersyukur karena memiliki seorang partner seperti dia, sebab katanya, orang yang meletakkan pulpen di saku bajunya adalah orang yang teladan. Bukan sepertiku.

            Sesuatu yang melintas di otakku membuatku berhenti spontan.

            “Kenapa?” tanyanya.

            “Eh-anu,” balasku gelagapan sambil menggaruk kepala,”itu, aku nggak tahu ruangan dosen itu dimana.”

            Dia tertawa kecil sebagai respon. Mendengarnya membuatku merasa semakin bodoh saja. Atau mungkin, aku yang memang terlalu cuek. Kok bisa aku nggak tahu gedung jurusanku sendiri tapi dia tahu?

           “Ikut gue,” katanya kemudian.

            Setelah itu, kami berdua terdiam sepanjang perjalanan hingga sampai ke ruangan dosen. Kami hanya berbicara beberapa kali, itupun jika dosen mengajak kami bicara ataupun saat membahas hal penting seputar tugas seorang PJ.

            “Bisa lihat silabusnya?” tanya ibu dosen itu padaku. Aku menyerahkan map silabus berwarna kuning itu pada beliau.

            “Oh, benar, materinya tentang anatomi dan fisiologi sistem pernafasan, ya? Sebentar, saya cek materinya dulu di flashdisk.”

            Tunggu, apa katanya? Anatomi dan fisiologi? Jadi, aku ini PJ matakuliah anatomi dan fisiologi? Aku nggak begitu mampu materi sejenis Biologi, dan sekarang aku jadi PJ-nya? Bagus sekali.

            “Ayo, ke kelas. Saya sudah siap,” kata beliau lagi. Kami mengangguk serentak dan beranjak mengiringi dosen dari belakang.

                                                                                                                                                            *****

            Dua jam telah berlalu. Aku menarik napas panjang sebab lega karena materi anatomi dan fisiologi tidak sesulit yang aku kira. Sepertinya aku bisa menyelesaikan tanggung jawabku selama satu semester ini dengan lancar; dan memang harus bisa.

           Sementara itu, suasana kelas sesaat menjadi hiruk pikuk. Kudengar suara kursi ditarik dan didorong kesana kemari. Para mahasiswa mengobrol satu sama lain; saling berkenalan maupun ribut soal perut mereka yang bergemuruh sejak tadi pagi. Oh, jangan lupakan golongan yang meluncur ke tempat parkir. Jelas mereka ingin pulang sebab matakuliah selanjutnya masih tiga jam lagi. Aku sendiri memutuskan untuk mengikuti mereka yang sama-sama ingin mengisi perut sembari saling berkenalan.

           Tidak, aku bukan seperti orang lain yang begitu masuk langsung mencari kenalan gebetan; aku hanya mencari teman baru. Tenang, aku masih normal, kawan. Bukannya aku tidak berniat mencari pacar, hanya saja aku adalah satu dari sekian gadis pecicilan yang hampir tidak pernah memikirkan soal pacar.

           Pacar bukan sesuatu yang harus kau letakkan dalam urutan prioritas nomor satu. Sebab tujuan hidup yang utama tidak melulu soal pacar.

           Memangnya kau bisa menjamin jika pacarmu bisa memenuhi semua tujuan hidupmu—atau setidaknya membantumu mendapatkannya?

How do you feel about this chapter?

3 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • ayundaauras

    Terima kasih apresiasinya :) @dede_pratiwi @YouRa_muriz

    Comment on chapter 07: One Night To Remember
  • dede_pratiwi

    i love the cover, so cute

    Comment on chapter 01: How I Met Him
  • you

    Like this. Bahasanya enak dibaca. alurnya juga bagus.

    kalau berkenan mampir diceritaku ya...

    Comment on chapter 01: How I Met Him
Similar Tags
Hug Me Once
193      132     0     
Inspirational
Jika kalian mencari cerita berteman kisah cinta ala negeri dongeng, maaf, aku tidak bisa memberikannya. Tapi, jika kalian mencari cerita bertema keluarga, kalian bisa membaca cerita ini. Ini adalah kisah dimana kakak beradik yang tadinya saling menyayangi dapat berubah menjadi saling membenci hanya karena kesalahpahaman
Pemeran Utama Dzul
5      5     0     
Short Story
Siapa pemeran utama dalam kisahmu? Bagiku dia adalah "Dzul" -Dayu-
TAK SELALU SESUAI INGINKU
290      184     0     
Romance
TAK SELALU SESUAI INGINKU
RAIN
11      11     0     
Short Story
Hati memilih caranya sendiri untuk memaknai hujan dan aku memilih untuk mencintai hujan. -Adriana Larasati-
Toget(her)
44      31     0     
Romance
Cinta memang "segalanya" dan segalanya adalah tentang cinta. Khanza yang ceria menjadi murung karena cinta. Namun terus berusaha memperbaiki diri dengan cinta untuk menemukan cinta baru yang benar-benar cinta dan memeluknya dengan penuh cinta. Karena cinta pula, kisah-kisah cinta Khanza terus mengalir dengan cinta-cinta. Selamat menyelami CINTA
Serpihan Hati
244      130     0     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
Sherwin
11      10     1     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
The Journey is Love
36      28     0     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
Awesome Me
88      60     0     
Romance
Lit Academy berisi kumpulan orang-orang mengagumkan, sebuah wadah untuk menampung mereka yang dianggap memiliki potensi untuk memimpin atau memegang jabatan penting di masa depan. Mereka menjadi bukti bahwasanya mengagumkan bukan berarti mereka tanpa luka, bukti bahwa terluka bukan berarti kau harus berhenti bersinar, mereka adalah bukti bahwa luka bisa sangat mempesona. Semakin mengagumkan seseo...
School, Love, and Friends
611      315     0     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?