Disisi lain, Riana mengamati amplop surat yang dititipkan Randu kepada Fahmi dengan terdiam lama, apa isi suratnya? Riana enggan membaca, tingkah lakunya menampakkan jika gadis itu belum siap sama sekali untuk membacanya.
“Randu membuatnya sebelum mendengarkan pesan suaramu. Bisa jadi isinya adalah sedikit mengenai kesalah pahamannya,” Riana menghelakan nafasnya frustasi. Kalau Randu salah paham dan memakinya, apa yang bisa dia lakukan? Mengabaikannya begitu saja?
Sudah pasti, mau bagaimana lagi? Tidak mungkin kan, dirinya membuat pesan suara kedua. Toh juga, pasti Randu sudah mendengar pesan suaranya. Ia sengaja mengirim pesan suaranya melalui ponsel Fahmi karena Riana sudah memblokir semua akun media sosial Randu dari ponselnya. Ia memutuskan untuk tidak akan pernah menghubungi Randu lagi. Jadi rasanya aneh jika ia mengirim pensan suara kedua pada Fahmi.
Bagaimana jika ternyata semua perlakuannya telah menyakiti Randu terlalu jauh, apa dirinya sanggup menerima kenyataan itu?
“Ga tau deh pusing,” gerutu Riana sambil menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur, memejamkan matanya sesaat. Kondisi tubuhnya sedikit mulai stabil. Namun, hari ini ia harus tetap konsultasi ke dokter. Pokoknya, ia harus sering-sering mengunjungi dokter agar minimal ia dapat tetap hidup sampai ia menyelesaikan kuliahnya.
Akhirnya setelah berjam-jam uring-uringan sendiri, Riana mengambil keputusan bulat dengan menyobek amplop surat dari Randu, kemudian membacanya.
***
Halo Ri, Apa kabar?
Aku dengar dari Fahmi, bahwa alasan kamu membentak dan mengusirku malam itu, karena sakit jantungmu. Kamu tidak mau aku mengetahui sakitmu. Kamu berusaha menyembunyikannya dariku, karena kamu takut aku khawatir.
Jujur, sebenarnya aku mencintaimu. Maaf jika beberapa waktu terakhir sikapku menjadi mudah emosi, sebab sampai akhirpun, aku tidak mengerti mengapa kamu tetap memilih Fahmi. Masalahnya, Fahmi itu memang tampan, memang jago tonjok, bahkan kemarin ia pulang dengan tubuh lebam-lebam, tetapi kamu baru mengenalnya. Dia tidak baik untukmu. Bagaimana jika Fahmi bertindak kasar padamu dan aku tidak ada? Tolong untuk dipertimbangkan lagi kelanjutan hubungan kalian berdua. Aku percaya, akan ada puluhan laki-laki yang mengantri demi dirimu.
Oh ya, aku menulis surat ini bukan untuk membahas Fahmi saja, tetapi mengenai keputusanku untuk kuliah di luar negeri. Aku sudah mendaftarkan diri, jika revisi akhir skripsiku diterima, aku akan pergi ke Amerika, mengurus segala keperluanku disana. Kamu tahu, jurusan lanjut yang aku ambil? Aku akan mengambil spesialis bedah jantung.
Jadi, bertahanlah lima tahun lagi. Aku akan berjuang semampuku, dan saat aku kembali, aku berjanji akan menyembuhkanmu. Aku berjanji. Karenanya, tunggu aku pulang ya, Ri?
Aku mencintaimu.
Randu
Riana tercenung lama, bulir air mata tidak bisa dicegahnya untuk mengalir. Gadis itu memeluk kakinya, meringkuk sambil terisak. Lima tahun bukanlah waktu yang mudah. Apa ia sanggup bertahan? Detak jantungnya saja sudah sedikit mulai melambat sekarang. Tanpa menegak obat-obatan secara teratur, Riana akan segera dijemput ajalnya. Apalagi lima tahun?
Riana menghentikan isak tangisnya sesaat, ia menatap langit biru dari jendela kamarnya dengan nanar. Lima tahun ya? Lima tahun tanpa Randu disisinya, pasti akan berat dan membosankan. Riana tersenyum hambar. Demi perjuangan Randu untuknya, Riana akan mencoba tubuhnya. Meski jatungnya akan merintih dan mengeluh terus-menerus. Riana pasti mampu. Riana akan memperjuangkan hidupnya, selama lima tahun, lima tahun yang dijanjikan Randu.