Read More >>"> Twisted (Sogae) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Twisted
MENU
About Us  

       "One, once, for eternity. Quote by Emily Primadona." Gadis berusia seperempat abad itu meletakkan jari telunjuk dan jempol tangan kanannya yang membentuk huruf V tepat di bawah dagunya.

       "Nggak bosen emangnya, Em?" seorang teman dekatnya yang pernah berada di SMP yang sama dengannya memberikan komentar heran setelah mendengar cerita Emily mengenai salah satu prinsip hidupnya.

       "Bosen gimana, Gin?" tanya Emily. Dahinya berkerut, dan sebelah alisnya naik. 

       "Ya, nge-jomblo keles. Kok bisa sih tahan nggak pacaran selama ini?" Gina berdecak tak percaya. "Aku sampe penasaran tahu nggak sih nanti kamu punya pacar kaya gimana."

       Emily tertawa. "Aku kasi tahu ya. Itu namanya komitmen. It's worth the wait kok. Makanya aku mendingan nunggu, daripada nanti salah orang. Suami orang aku jagain? Enggak ah. Sori. Hmm.. Bosen sih iya. Kadang juga ngerasa kepingin pacaran. Tapi yah, aku suka gini. Aku yakin Tuhan juga suka kok." Panjang lebar ia mengemukakan pendapatnya bak ceramah dalam suatu ibadah.

       Gina mengamati wajah Emily dengan seksama. 

       "Ngapain?" Emily mencondongkan tubuhnya sedikit menjauh dari Gina.

       "Kamu tuh nggak jelek loh."

       "Ih? Apaan sih ngomongnya gitu?"

       "Yah, masa iya nggak ada yang deketin kamu? Nembak kamu gitu lah." Gina menopang kepalanya dengan tangan kirinya yang bertumpu di atas meja.

       Emily tersenyum seolah menunjukkan kebanggaan, mengakibatkan kedua matanya menyipit. "Ada, kali. Banyak."

       "Lah trus? Napa tuh mereka nggak ada yang jadi sama kamu?"

       "Aku doa gini, Gin, sama Tuhan. Tuhan, plis ya jangan sampe ada cowok siapapun dapat kesempatan untuk deket sama aku lebih dari sekedar temen kalo dia bukan jodohku. Dan voila! Kamu bisa liat sekarang."

       Gina menatap temannya itu sambil melongo. "Kalo jadi kamu aku bakal bahagia, Em. Aku bakalan bisa milih cowok yang aku suka. Tapi itulah manusia. Yang dapat anugrah disia-siain, yang nggak dapet udah kerja keras tapi sia-sia gitu." Ia terdengar kesal.

       Emily membelai punggung Gina. "Tenanglah, nak. Semua ada waktunya." Ia terkikik.

       "Sampe kapan? Badan gueh begini mana ada yang suka?" Gina menunjuk pada perutnya yang membuncit. "Nggak bisa ngurusin lagi."

       Emily menaikkan kedua alisnya. "Apa yang salah sama badan kamu? Seksi kali. Dan orang yang bisa ngelihat kamu dengan kacamata itu, bisa dipertimbangkan," ucapnya. 

       "Kok cuman dipertimbangkan?"

       "Iyalah. Kalo dia lihat kelebihanmu ketika orang lain lihat kekurangan kamu, terus dia dateng ke orang tua kamu dan bergaul baik dengan mereka demi menunjukkan keseriusannya ke kamu, terus dalam segala hal dia berusaha untuk nggak menyakiti kamu, baru kamu bisa terima dia sebagai calon suamimu kelak." Emily mengutarakan maksudnya, yang sekaligus merupakan patokan baginya.

       Gina memberikan tepuk tangan di depan wajah Emily. "Siap, bu Emily Teguh!"

       "Woy, ganti ganti nama. Emangnya aku anaknya pak Teguh? Sini syukuran dulu karena kamu ganti nama aku," canda Emily lalu tertawa bersama dengan Gina.

       "Betewe, Em, udah jam segini. Nggak berasa kita ngobrol udah dua jam ya disini. Pulang yuk." Gina memeriksa ponselnya. "Aku anterin kamu sekalian deh."

       "Katanya ada acara habis ini?"

       "Gimana yah? Aku kan temen yang super baik gituh, nggak tega lah liatin kamu pulang panas-panas naik gojek."

       Emily tertawa mendengar karakter temannya yang memang menyenangkan baginya. "Makasih loh, yah. Upahmu besar di sorga."

       "Yoi, cicik. Udah. Capcus yuk."

       Keduanya keluar dari kafe dan membayar pesanan mereka, lalu masuk ke dalam mobil.

 

~t~

 

       Emily meletakkan tas slempangnya di atas ranjang. Dilihatnya buku diari lamanya tersusun rapi di antara buku-buku lain di atas meja belajarnya. Ia mengambil buku itu, kemudian duduk di atas ranjang. Ditariknya pita pembatas buku itu yang langsung mengarahkannya ke halaman dimana ia menulis harapan tentang jodohnya yang ia tujukan pada Tuhan.

       Ia tersenyum saat membacanya. Ia teringat bahwa tulisan itu dibuatnya saat ia masih di bangku SMP. Disitulah semua karakteristik dan cara ia bertemu dengan jodohnya ia tuliskan sebagai permintaan kepada Tuhan.

       "Yang ini kekanak-kanakan banget deh," Emily tertawa saat membaca kalimat 'Aku mau ketemu sama jodohku dengan cara gini. Dia dateng ke aku pas aku lagi baca buku di bawah pohon rindang, terus dia tiba-tiba say I love you.' "Mungkin aku perlu ganti yang ini."

       Emily mengambil pulpen di dalam tasnya, lalu mulai berpikir apa yang harus ia tulis untuk menggantinya.

       Pikirannya teringat kepada beberapa kejadian dimana ada beberapa laki-laki yang seumuran dengannya atau sedikit lebih tua darinya yang mundur dari pengejarannya ketika mengenal kedua orang tuanya. Padahal orang tuanya bukanlah mereka yang kejam dan begitu protektif pada anak sehingga para lelaki itu harus lari. Setidaknya itulah pendapatnya.

       Maka, Emily menuliskan di bawah tulisan yang sebelumnya:

_____

REVISI
Dia datang ke aku dan kejar aku, bukan aku yang kejar dia. Dia nggak takut sama orang tuaku, bahkan memenangkan hati mereka dan jadi deket satu sama lain.
_____

       "Oh, kayanya bagian karakter dan ciri-ciri mendingan aku ganti juga deh. Kata ci Bianca aku juga kalo bisa gambar wajah jodohku. Karena dia sebelum sama suaminya kan juga gitu, dan malah kejadian." Emily berkata pada dirinya sendiri seperti kebiasaannya di depan kaca yang ia letakkan di atas meja belajarnya.

_____

1. Takut akan Tuhan. Apapun yang dia lakukan selalu berpusat ke Tuhan.

2. Mapan. Punya pekerjaan tetap. Udah banggain orang tuanya, punya aset miliknya sendiri.

3. Family-centered. Dia sayang sama keluarganya. Itu berarti orang tuanya, saudara"nya, dan juga aku saat jadi istrinya. Setia juga pasti.

4. Bukan pemarah, bukan egois / arogan, tapi rendah hati, bijaksana dalam segala sesuatu.

5. Tidak cacat fisik/mental. Pasti. 

6. Smart, intelligent, tapi easy-going, nggak kaku. Kinda humorous. 

7. Dia melayani Tuhan di gereja. Pemusik, penyanyi. Jadi sejalan sama aku juga.

8. White caucasian alias orang bule. Entah Amerika, Australia, atau Eropa. Tapi tingginya sepadan sama aku. Nggak tinggi banget, tapi nggak lebih pendek dari aku. Setidaknya 10-15 cm lebih tinggi. 

9. Lebih tua dari aku 3-5 tahun. Udah mateng kepribadiannya. 

10. Ganteng. =)
_____

       Emily tersenyum-senyum melihat daftar nomor sepuluh. Rasanya seperti ABG tapi ia membiarkannya disana. Lalu matanya beralih kepada kalimat-kalimat terakhir.

_____

Tapi over and over again, kalo itu menyenangkan Engkau ya Tuhan, dan cuman anugrahMu aja kalo aku sampe dapet kesempatan itu. Memang aku berdoa, aku mau ketemu dia di umur 20 tahun, it means 3 months left, tapi semua kembali ke Engkau.
_____

       "Dan sekarang, aku udah dua lima loh Tuhan. Kapan nih dia dateng?" Emily menerawang. "Aku tunggu loh, Tuhan." Ditutupnya kembali buku diari-nya dan diletakkannya pada tempat semula.

How do you feel about this chapter?

0 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • EttaGurl

    Lucu bangeeeett! Tapi jangan lupa ya, Em, jodoh itu nggak cuma dicari tapi juga dibentuk. Ihiy~

    Comment on chapter Sogae
Similar Tags
Kaichuudokei
95      24     0     
Fantasy
“Suatu hari nanti aku akan mengubahnya. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk melakukannya. Bagaimanapun caranya. Jadi, saat waktu itu tiba, jangan menghalangiku!” (Nakano Aika) “Aku hanya ingin mengubahnya.. aku tidak ingin itu terjadi, aku mohon.. jika setelah itu kalian akan menghapus semua ingatanku, tidak masalah. Aku hanya tidak ingin menyesali sesuatu selama hidupku.. biarka...
Petrichor
89      24     0     
Romance
Candramawa takdir membuat Rebecca terbangun dari komanya selama dua tahun dan kini ia terlibat skandal dengan seorang artis yang tengah berada pada pupularitasnya. Sebenarnya apa alasan candramawa takdir untuk mempertemukan mereka? Benarkah mereka pernah terlibat dimasa lalu? Dan sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu?
An Hourglass from the Opus Kingdom
7      7     0     
Science Fiction
When a girl, rather accidentaly, met three dwarfs from the Opus Kingdom. What will happen next?
Annyeong Jimin
419      152     0     
Fan Fiction
Aku menyukaimu Jimin, bukan Jungkook... Bisakah kita bersama... Bisakah kau tinggal lebih lama... Bagaimana nanti jika kau pergi? Jimin...Pikirkan aku. cerita tentang rahasia cinta dan rahasia kehidupan seorang Jimin Annyeong Jimin and Good Bye Jimin
Chocolate Next Door
3      3     0     
Short Story
In which a bunch of chocolate is placed on the wrong doorstep
Mama Tersayang
7      7     0     
Short Story
Anya, gadis remaja yang ditinggalkan oleh ayah yang amat dicintainya, berjuang untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan. Kini, ia harus hidup berdua dengan ibu yang tak terlalu dekat dengannya. Senang atau tidak, Anya harus terus melanjutkan hidup tanpa ayah. Yang Anya tidak sadari, bukan hanya ia yang kehilangan ayahnya, ibunya pun kehilangan suami, dan teramat mencintai dia, Anya, putri satu-sa...
LARA
158      77     0     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
The Red Eyes
264      74     0     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
Sarah
251      198     2     
Short Story
Sarah, si gadis paling populer satu sekolahan. Sarah yang dijuluki sebagai Taylor Swift SMU Kusuma Wijaya, yang mantannya ada dimana-mana. Sarah yang tiba-tiba menghilang dan \'mengacaukan\' banyak orang. Sarah juga yang berhasil membuat Galih jatuh cinta sebelum akhirnya memerangkapnya...
Strange Boyfriend
4      4     0     
Romance
Pertemuanku dengan Yuki selalu jadi pertemuan pertama baginya. Bukan karena ia begitu mencintaiku. Ataupun karena ia punya perasaan yang membara setiap harinya. Tapi karena pacarku itu tidak bisa mengingat wajahku.