Read More >>"> Mengapa Harus Mencinta ?? (Kembali Ke Masa Lalu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mengapa Harus Mencinta ??
MENU
About Us  

Itu sudah menjadi masa lalu,

Tidak perlu diungkit ungkit kembali

Jadikan saja kenangan dan pelajaran.

Kemudian Prioritaskan dirimu untuk ke masa depan

*****

Kalau dikatakan, Gladys sudah dibuat kepalang sendiri oleh seorang Rafto. Merasa menjadi orang yang spesial mengingat Rafto tidak pernah memberi perilaku yang sama dengan perempuan lainnya. Itulah maksud dari Rafto yang memiliki cara tersendiri untuk membahagiakan orang yang dia sayangi.

Gladys berada dibarisan depan, dintara beberapa pelajar yang dipilih perwakilan dari setiap antar kelas untuk ikut meriahkan dalam acara ulang tahun sekolah. Gladys menatap malas, karena sampai saat ini rapat belum juga terlaksanakan dan dirinya tidak memiliki seorang teman pun untuk diajak berbicara. Rafto juga disibukan dengan anggota Osis lainnya mengenai acara yang akan diadakan.

“Gua duduk disini yah“ Gladys hanya tersenyum simpul sambil mengangguk kearah cowok yang mengambil duduk disampingnya. Menjauhkan hal buruk yang akan terjadi, Gladys menggeser duduknya hingga ketembok agar tidak berdekatan dengan cowok tersebut.

“Anak baru ya?“ Gladys kembali menganggukinya dengan canggung. Mengalihkan dengan memainkan handphone nya, namun sialnya seakan tidak paham  bahwa dijauhi, ia mendekat melirik kearah handphonenya Gladys.

“Ekhem“ deheman membuat cowok tersebut menoleh, Rafto menggerakkan tangannya seakan mengusir tetapi tidak sedikitpun ia bergeming dari tempatnya. “Mau pergi sendiri atau dengan paksaan“ ucap Rafto menatap tajam dan akhirnya membuat cowok tersebut menyerah.

“Apa perlu aku tulis ‘milik Rafto‘?“ tanya Rafto menaikkan sebelah alisnya membuat Gladys terkekeh sambil memukul lengan Rafto dengan buku novel yang berada diatas meja nya.

“BOS!“ Rafto menoleh mengangguk, menaiki bimbar dan membuka rapat pertama tentang pembahasan acara sekolah. “Assalamu’alaikum selama siang untuk semuanya. Jadi, kami sudah membagi beberapa bagian untuk acara sekolah tahun ini“ Rafto menoleh ke slide yang memperlihatkan beberapa bagian panitia dan bagian utama dalam acara sekolah.

“Kami sudah mengambil anggota osis sebagai panitia. Dan dalam pemeriahan, perwakilan kelas sebagai perwakilan meriahkan acara. Untuk sesi penampilan akan dibacakan oleh sekretaris“ Rafto menyerahkan dan mengambil duduk disebelah Gladys sambil memerhatikan yang diterangkan.

“Baiklah khusus untuk perwakilan, kami memilih hanya dalam acara puncaknya yaitu Peragaan busana yang sudah menjadi program kerja Osis tahun ini. Untuk yang penampilan lainnya, tolong diampaikan kepada teman sekelasnya bahwa setiap kelas harus mengirimkan 1 grup untuk memberikan penampilan“

“Demikian laporan saya sampaikan, selanjutkan akan kita bahas ke pertemuan berikutnya. Saya perwakilan dari ketua osis mengucapkan terima kasih. Selamat Pagi“ Fanda sebagai sekretaris menatap kesal kearah Rafto yang tanpa rasa bersalah masih duduk ditempatnya. Setelah meminta Fanda menggantikan, Rafto mengatakan sekaligus untuk mengakhiri rapat tersebut.

“Ini pak bos. Sesuai kesepakatan nama dan pasangan untuk peragaan“ Rafto mengambil lembaran kertas tersebut, membolak balikkan dan membaca hingga membuatnya berhenti sejenak, menatap ke orang yang menyerahkan laporan tersebut.

“Lo pada dendam sama gua? Ini apaan jadi pasangan? Lo tahu sendiri cewek gua ikut peragaan“ bantah Rafto membanting kertas tersebut, membuat Gladys melirik kearah isi kertas penyebab kemarahan Rafto.

“Lo harus berprofesional juga, ini udah sesuai kesepakatan. Dan rancangan peragaan juga kan memang sepasang dari awal“ Rafto menatap kesal kearah pengurus inti osis yang masih tersisa. Gladys yang tidak tahan dengan suasana yang terjadi, sontak berdiri sehingga Rafto melihat kearahnya seakan menanyakan mau kemana.   “Jujur aku gak suka dengan cara kayak gini“ jawab Gladys, kemudian menoleh kearah yang lainnya. “Lanjutkan aja sesuai kesepakatan. Maaf  buat semuanya merepotkan“ sambung Gladys berjalan keluar aula dengan tidak memperdulikan Rafto sejak tadi.

Rafto menghela nafasnya, melangkahkan kakinya untuk meninggalkan ruangan dan mengangkat tangannya ketika didepan pintu, memberikan informasi untuk melanjutkan  keputusan yang ada sementara dirinya akan melakukan cara memperbaiki keadaan.

Rafto mendapati Gladys sedang duduk dibawah pohon dekat parkiran, memang sesuai janjinya Rafto akan mengantarkan pulang. Dan Gladys bukan seperti anak kecil yang  lebih memilih pulang sendiri ketika masalah sedang menimpa. “Mau langsung pulang?“ tanya Rafto seraya menyerahkan segelas mineral yang langsung diterima dan diteguk.

“Aku gak suka“ Rafto menganggukinya, dia sangat paham sih, Gladys tipikal orang yang langsung mengeluarkan pendapatnya. Kadang sih, tergantung keadaan juga. “Dan kita kan sudah sepakat kalau kita gak ada hubungan apa apa“ sambung Gladys.

“Bukan enggak, tapi belum aja sih“ jawab Rafto menyandarkan punggungnya, seraya merentangkan tangannya diantara punggung bangku yang diduduki. “Mau sampai kapan disini? Gak jadi perginya?“ sambung nya yang membuat Gladys berdiri karena baru saja diingatkan. Menatap kesal kearah Rafto yang masih bersantai ditempatnya.

“Giliran aja berhubungan sama dia semangat. Tau gak sih, kalau disini itu sakit“ Gladys menatap malas sinis dan menyentil dahi Rafto yang menimbulkan pekikkan. Tidak memperdulikan, melainkan melanjutkan jalan nya hingga ke mobil.

                                                                *****         

“Momi“ teriak Gladys menghamburkan pelukan ke perempuan paruh baya berumur 35 tahun yang menyambut dengan gembira. Rafto yang mendengar panggilan tersebut menggelengkan kepalanya, karena merasa aneh dengan panggilan yang diucapkan oleh Gladys.

“DADDY“

“KAKAK IPAR“

“ABANG JEKI“

“EH, PONAKAN“

Gladys berkali kali menyapa tanpa lupa memberikan pelukan kerinduan terhadap keluarga ini, menyambut kedatangan Gladys dengan kebahagiaan penuh bahkan mereka sudah berada diruang tamu. Tidak dengan satu orang yang membuat Glady menyusuri keseluruh ruangan.

            “Abang Jelek mana ? kok gak nyambut Gladys sih“ tanya Gladys menyucutkan bibirnya, hingga suara sepatu yang bergesekan dengan lantai membuat Gladys menoleh kesumber suara. Menyengir sambil melambaikan tangan dengan gembira.

            “Ciee.. bilang aja abang jelek mau jadi yang terakhir kan" goda Gladys, sementara yang di goda menatap malas. Kemudian menghambur kepelukan Gladys yang sudah dianggap sebagai adeknya tersebut. “Bang kangen" ucap Gladys masih dengan pelukannya, hingga suara deheman menghentikannya.  Menoleh kearah Rafto asal suara, yang masih berdiri didepan pintu karena merasa tidak disambut dengan baik.

             “Loh Rafto? Sejak kapan lo disana?“ Rafto yang ditanya tidak menjawab melainkan mendengus kesal. Gladys yang paham dengan keadaan berlari menghampiri Rafto. “Jangan baperan mulu ahh, ayoo.. dicuekkin aja baper“ sambung Gladys seraya menyeret Rafto hingga menghadap keseluruh anggota keluarga.

            “Lo berangkat sama Gladys?“ bukan Rafto yang menjawab melainkan Gladys yang menganggukkan kepalanya. “Udah ah, makan yuk. Nanti dingin tuh makanan“ Gladys sangat mengetahui dari ruangan yang sudah dipenuhi oleh aroma makanan. Semua berjalan kearah meja makan, dan Gladys pun berjalan sambil membawa Rafto yang terlihat sudah tidak berminat untuk bergabung.

“Oh iya, Gladys nginep disini yah“ ucap Gladys disela – sela menikmati makanan nya. karena minggu ini tidak ada kesibukkan, maka Gladys meluangkannya. Lagi pula dia juga sudah izin, dan tentunya kedua orang tua mengizinkan karena saling kenal. Bukan kali ini aja, sebelumnya pun Gladys sering melakukannya.

            “Udah izin sama mama papa?“ Gladys antusias mengangguknya, siapa juga yang bisa melarang. Lagi pula ia terlalu bosan untuk sendirian di rumah hari ini sebab semua pada memilih kesibukkan masing – masing.

            “Lo masih sibuk di organisasi Raf ?“ tanya Jeki a.s.k Jevni Kiftar. Panggilan Jeki yang hanya berasal dari Gladys dan sampai saat ini keluarga jadi sering memanggil nama tersebut. Rafto yang ditanya lagi lagi menganggukkan kepalanya.

            “Kalau ada Hans pasti dia ngomel. Lo kan sering gak ngumpul“ perkataan Filzan selanjutnya membuat suasana menjadi hening, terutama Gladys yang sudah tertunduk dan tanpa sadar menjatuhkan sendok, menimbulkan bunyi karena bersentuhan dengan piringnya.

            Semua langsung mengalihkan pandangan ke Gladys. Filzan pun merasa bersalah, mereka memang sudah mengikhlaskan meskipun terkadang masih menyisakan sedih, berbeda dengan Gladys.

            Rafto menoleh, menggenggam erat tangan kiri Gladys yang menggantung dibawah meja. Menjadi pelarian dari tangisan Gladys, menahan kesakitan atas genggaman Gladys yang terasa begitu erat. “Kamu mau dia tenangkan. Lawan dys, yakin kalau kamu bisa. Kalau dengar namanya aja kamu kayak gini terus, kayak mana bisa buat kamu ikhlas“ ucap Rafto menyemangati, memberikan saran dengan berbisik ketelinganya Gladys.

            Gladys mengatur nafasnya, dia membenarkan perkataan Rafto dan segera mengangkat kepala nya setelah menghapus air matanya. “Ayo dilanjutkan makan nya. kok pada diam sih?“ ucap Gladys sambil tersenyum, membuat yang lainnya menatap heran, kemudian membalas tersenyum.

            “Jadi, lo juga bakal nginap disini juga, Raf?“ Rafto menggelengkan kepalanya, sebagai jawaban. Gladys yang merasa kesal memukul lengan cowok tersebut, padahal sejak tadi dia ingin melakukannya karena baginya itu tidaklah pantas.

            “Kalau ditanya itu jawab pakai mulut. Kalau gak ngomong kayak mana orang bisa tahu, yang sopan!“ ketus Gladys menekan dua kata terakhir yang hanya dibahas deheman oleh Rafto. “APA?!“ tanya Gladys meninggikan suaranya membuat yang lain terkekeh kecuali Rafto yang menatap sebal.

            “Iya Iya“ jawab Rafto sambil melotot kearah Gladys.

            “Nah gitu kok, tadi aja ngoceh terus. Tiba aja gak ada orang kerjaan nya gombal terus“ Gladys, setelah mengatakan itu langsung mendapat tatapan dari yang lainnya dan jangan lupa tatapan tajam dari Rafto yang dibalas dengan cengiran serta tangan nya yang berbentuk peace.

            “Mom, nanti Gladys tidur dikamar Hans yah“ kata Gladys mengalihkan percakapan, yang bertambah membuat kebingungan di meja makan. “Gak apa kok. Penyakit kan harus dilawan. Nah, Gladys juga harus ngelawan, kalau enggak mau sampai kapan Gladys bisa ikhlas kalau Hans udah pergi“ sambung Gladys meyakinkan membuat yang lain tersenyum tenang.

            “Jangan memaksakan“ sahut Rafto yang dibalas anggukan oleh Gladys sementara yang lain mengeluarkan reaksi kebingungan. Keadaan makanan yang selalu diselimuti oleh rasa kebingungan dan keheranan.

            “Gak kok. Gak akan fatal juga. Palingan juga kata Mama kemaren pingsan aja“

            “Apa? Pingsan?“

            Lagi lagi Gladys membuat keadaan menjadi berbeda.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
HEARTBURN
12      12     0     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
147      85     0     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
Double F
23      19     0     
Romance
Dean dan Dee bersahabat sejak lama. Dean tahu apa pun tentang Dee, tapi gadis itu tak tahu banyak tentangnya. Seperti cangkang kapsul yang memang diciptakan untuk menyamarkan bahkan menutupi rasa pahit serta bau obat, Dean pun sama. Dia mengemas masalah juga kesedihannya dengan baik, menutup pahit hidupnya dengan sempurna. Dean mencintai Dee. Namun hati seorang Dee tertinggal di masa lalu. Ter...
Unsuitable
34      29     0     
Romance
Bagi Arin tak pernah terpikirkan sekalipun bersekolah dalam jerat kasus tak benar yang menganggapnya sebagai pelacur. Sedangkan bagi Bima, rasanya tak mungkin menemukan seseorang yang mau membantunya keluar dari jerat tuduhan yang telah lama menimpanya. Disaat seluruh orang memilih pergi menjauh dari Bima dan Arin, tapi dua manusia itu justru sebaliknya. Arin dan Bima dipertemukan karena...
Past Infinity
16      10     0     
Romance
Ara membutuhkan uang, lebih tepatnya tiket ke Irak untuk menemui ibunya yang menjadi relawan di sana, maka ketika Om Muh berkata akan memenuhi semua logistik Ara untuk pergi ke Irak dengan syarat harus menjaga putra semata wayangnya Ara langsung menyetujui hal tersebut. Tanpa Ara ketahui putra om Muh, Dewa Syailendra, adalah lelaki dingin, pemarah, dan sinis yang sangat membenci keberadaan Ara. ...
Kamar Nomor Sepuluh
11      11     0     
Short Story
Riana: Ada yang aneh dengan Dokter Nathan. Bukan, bukan hanya Dokter Nathan, tapi juga kamar itu.. Kamar nomor 10. Gina: Aku tidak suka melihatnya seperti ini. Nathan tidak boleh masuk ke kamar nomor 10 lagi! Apa sebenarnya rahasia di balik kamar nomor 10? Bagaimana kamar itu menghubungkan antara masa lalu dan masa kini, antara Riana, Nathan, dan Gina?
Tuan Landak dan Nona Kura-Kura
114      70     0     
Romance
Frans Putra Mandala, terancam menjadi single seumur hidupnya! Menjadi pria tampan dan mapan tidak menjamin kisah percintaan yang sukses! Frans contohnya, pria itu harus rela ditinggal kabur oleh pengantinnya di hari pernikahannya! Lalu, tiba-tiba muncul seorang bocah polos yang mengatakan bahwa Frans terkena kutukan! Bagaimana Frans yang tidak percaya hal mistis akan mematahkan kutukan it...
Light in the Dark
74      51     0     
Romance
Tell Me What to do
11      11     0     
Short Story
Kamu tau, apa yang harus aku lakukan untuk mencintaimu? Jika sejak awal kita memulai kisah ini, hatiku berada di tempat lain?
Salju di Kampung Bulan
37      29     0     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***