Read More >>"> Young Marriage Survivor ([3] Gencatan Senjata) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Young Marriage Survivor
MENU
About Us  

Pertemuan bersama kedua orang tua Kia belum menghasilkan keputusan yang pasti. Salim memutuskan untuk menunda untuk membahas mengenai pernikahan hingga Kia menyelesaikan ujian nasionalnya. Mungkin hal ini bisa dikatakan gencatan senjata.

Dua minggu berlalu, hari Senin esok Kia melaksanakan ujian nasional. Galih tidak begitu mencemaskan nilai ujian gadis itu. Pertama, Galih tahu pasti bahwa Kia gadis yang cerdas, rajin, dan pintar. Kedua, toh ujian nasional SMA tidak berpengaruh apapun kecuali untuk ijazah. Masuk perguruan tinggi tidak membutuhkan nilai ujian nasional kecuali untuk sekolah kedinasan, mungkin.

Dua minggu waktu gencatan senjata ini Galih manfaatkan untuk fokus terhadap kesibukannya di kampus juga pekerjaan sampingannya. Kuliah memasuki minggu ETS yang sangat menguras tenaga, pikiran, dan emosinya. Ia harus mengerjakan tugas besar yang diberikan dosennya, belajar materi untuk ETS, posisinya sebagai asisten dosen membuatnya harus meluangkan waktu untuk memberikan tutorial kepada adik tingkatnya. Belum lagi pekerjaannya yang lain sebagai tutor privat dan bisnis online yang juga tetap berjalan seperti biasanya. Jika kepala dan tubuh ini made in China, mungkin Galih sudah meledak setelah hari ketiga di minggu neraka ini.

Oh, bukan hanya sampai di situ. Mama Galih tiba-tiba menelpon di hari Kamis dan menyuruh Galih untuk pulang di akhir minggu. Galih punya firasat jika mamanya sudah mendengar keputusannya untuk menikahi Kia. Nada bicara mamanya seakan tidak ingin dibantah juga menahan amarah.

Galih memakirkan motor di garasi rumahnya. Butuh sekitar 2,5 jam perjalanan dari Surabaya menuju rumahnya di Malang. Setelah memantapkan diri sejenak, Galih masuk ke dalam rumahnya. Shinta, Mama Galih, ternyata sudah berdiri menyambut Galih di balik pintu ruang tamu. Galih terenyak sekejap melihat ekspresi mamanya yang tampak kesal. Galih melemparkan senyum manisnya kemudian menyalami tangan Shinta.

“Assalamu’alaikum, Ma,” sapa Galih. Shinta masih berdiri terpaku di balik pintu.

“Wa’alaikumussalam,” jawab Shinta kemudian.

Melihat ekspresi mamanya yang dingin, Galih mencoba mencairkan suasana. “Kok jutek gitu sih mukanya, Ma? Galih udah pulang, nih!”

Shinta melirik ke arah lain, tangannya masih bersedekap di depan dada. Shinta bukanlah tipe wanita yang mudah marah. Dia wanita yang santai dan mudah membawa diri. Namun ketika mendengar cerita suaminya mengenai Galih yang ingin segera menikah membuat harga dirinya terluka sebagai seorang ibu. Bagaimana bisa anak sulungnya itu tidak menceritakan hal sepenting itu kepadanya?

“Mama lagi kesel sama kamu. Kamu itu anak siapa sih? Mama gak habis pikir sama jalan pikiranmu,” ujar Shinta dengan nada kesal juga merajuk.

Galih tersenyum kecil ketika melihat tingkah mamanya. Terkadang Galih merasa ia lebih dewasa daripada mamanya. “Galih baru datang nih, Ma. Masa jauh-jauh dari Surabaya disambut sama pertanyaan yang Mama sendiri tahu pasti jawabannya apa.”

 “Galih!” ujar Shinta keki.

Galih segera masuk menuju ruang makan, lalu meletakkan ranselnya di kursi. Galih tidak mau memperpanjang durasi merajuk mamanya.

“Masak apa hari ini, Ma? Galih lapar. Tadi setelah ngantar barang langsung pulang, gak sempat sarapan.”

Meskipun dalam keadaan kesal, Shinta masih tetap memasakkan sarapan untuk anaknya yang berniat pulang ke rumah. Ia menemani anak sulungnya makan sembari bertanya mengenai apapun yang mengganjal di hati dan pikirannya. Galih juga menceritakan segalanya dari awal hingga akhir, dari alasannya menikah hingga ujung pertemuannya dengan kedua orang tua Kia.

Mendengar cerita Galih, Shinta merasa takjub dengan anak sulungnya itu. Tidak terasa anaknya telah tumbuh menjadi seorang pria yang kini sudah berani melamar gadis untuk menjadi pendamping hidupnya. Awalnya ia memang merasa kesal dan sudah beprasangka yang tidak-tidak kepada Galih. Namun setelah mendengar cerita Galih, hatinya pun luluh.

“Menurut Mama gimana?” tanya Galih setelah menceritakan kisahnya.

Shinta bernapas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan anaknya. “Kamu memangnya gak mau nunda sampai kamu lulus kuliah dulu?”

Galih menggeleng. “Nggak, Ma. Galih udah setengah jalan. Kalau mundur sekarang, Galih bakal susah untuk memulai lagi,” jawabnya.

“Kamu tahu kan papamu itu keras kepala? Kalau papamu bilang gak bakal kasih kamu uang buat biaya hidup kalian berdua nanti, papamu akan benar-benar menepati omongannya.”

Galih mengangguk, setuju dengan pendapat mamanya. “Iya, Galih tau. Galih juga siap kok. Finansial Galih juga lumayan untuk anak usia belasan. Hampir satu semester ini Galih alhamdulillah bisa hidup dari keringat Galih sendiri.”

Shinta mengulurkan tangan untuk mengelus kepala sang anak. “Kamu memang seratus persen anak papamu, Gal. Keras kepalanya itu loh, sama persis.”

Galih tersenyum ke arah mamanya. “Galih minta doa restu dari Mama, ya.”

Air mata Shinta tiba-tiba menetes tanpa terelakkan. Ia segera menghapusnya kemudian tersenyum kepada Galih. “Apapun. Asalkan kamu berada di jalan yang benar dan bisa bertanggung jawab atas jalan yang kamu pilih, Gal.”

“Terima kasih ya, Ma.”

Untuk pertama kalinya Galih secara tulus memberikan pelukannya kepada Shinta. Ia bukan tipe anak yang blak-blakan menunjukkan rasa cinta kepada kedua orang tuanya. Ia juga bukan tipe lelaki yang gemar melakukan kontak fisik kecuali di momen yang membuat nalurinya tergerak seperti saat ini. Sebagian beban di pundak Galih terangkat. Setidaknya ada seorang yang mau mendukung keputusannya.

Setelah sesi sarapan yang cukup panjang, Galih beranjak ke kamarnya. Tiba-tiba ia teringat Kia yang akan menghadapi ujian nasional. Galih sedikit merasa bersalah karena harus membebani Kia dengan perkara ini. Ia tahu hal ini pasti juga berat bagi Kia.

Galih merogoh ponsel di ransel dan mulai mengetikkan chat di aplikasi chatting.

ajatigalih: semangat buat UN nya, ya... Gak usah kepikiran yg macem2. Insyaallah bakalan ada jalan keluarnya.

Beberapa menit kemudian muncul balasan dari Kia.

kiaranuansa: iya... makasih ya, Mas. Mas Galih juga semangat ETS nya.

kiaranuansa: sebenernya kalo disuruh ga kepikiran jg ga bisa. tapi kalo beneran ga direstuin gimana?

ajatigalih: ya nanti dipikirin lg. Ga usah buang2 tenaga sama yg belum pasti terjadi

kiaranuansa: tapi namanya pikiran mana bisa dikendaliin

ajatigalih: bisa kalo kamu fokus sama yg lain. Sama ujianmu besok misalnya.

 kiaranuansa: baiklah.

Galih tersenyum simpul membayangkan Kia yang menyerah membalas chatnya. Mungkin Galih tidak akan bisa tersenyum seperti ini jika Kia menyerah dalam hubungan ini.

 

-T B C-

Menurut kalian tokoh Galih di cerita ini gimana sih? Pada suka gak sih kalau ketemu tipe cowok model Galih gini? Cowok yang ordinary tapi pekerja keras dan sedikit keras kepala. 

 

Pasuruan, 25 Juni 2018.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • orenjiflower

    Hai @reik
    Aku gatau kenapa chapternya bisa kosong, padahal statusnya terpublish dan di draftnya ada isinya :(
    Maaf atas ketidaknyamanannya, barusan aku publish ulang dan setelah aku cek isinya udah ada.
    Happy reading :)

    Comment on chapter [1] Bu, Aku Mau Menikah
  • reik

    Chapter 2 nya kosong ya?

    Comment on chapter [1] Bu, Aku Mau Menikah
Similar Tags
Heartbeat
7      7     0     
Romance
Jika kau kembali bertemu dengan seseorang setelah lima tahun berpisah, bukankah itu pertanda? Bagi Jian, perjumpaan dengan Aksa setelah lima tahun adalah sebuah isyarat. Tanda bahwa gadis itu berhak memperjuangkan kembali cintanya. Meyakinkan Aksa sekali lagi, bahwa detakan manis yang selalu ia rasakan adalah benar sebuah rasa yang nyata. Lantas, berhasilkah Jian kali ini? Atau sama seper...
Asrama dan Asmara
11      11     0     
Short Story
kau bahkan membuatku tak sanggup berkata disaat kau meninggalkanku.
Forever Love
123      95     0     
Romance
Percayalah cinta selalu pulang pada rumahnya. Meskipun cinta itu terpisah jauh bermil-mil atau cinta itu telah terpisah lama. Percayalah CINTA akan kembali pada RUMAHNYA.
LOVE IN COMA
364      295     7     
Short Story
Cerita ini mengisahkan cinta yang tumbuh tanpa mengetahui asal usul siapa pasangannya namun dengan kesungguhan didalam hatinya cinta itu tumbuh begitu indah walaupun banyak liku yang datang pada akhirnya mereka akan bersatu kembali walau waktu belum menentukan takdir pertemuan mereka kembali
Hujan Bulan Juni
8      8     0     
Romance
Hujan. Satu untaian kata, satu peristiwa. Yang lagi dan lagi entah kenapa slalu menjadi saksi bisu atas segala kejadian yang menimpa kita. Entah itu suka atau duka, tangis atau tawa yang pasti dia selalu jadi saksi bisunya. Asal dia tau juga sih. Dia itu kaya hujan. Hadir dengan serbuan rintiknya untuk menghilangkan dahaga sang alang-alang tapi saat perginya menyisakan luka karena serbuan rintikn...
Rela dan Rindu
203      133     0     
Romance
Saat kau berada di persimpangan dan dipaksa memilih antara merelakan atau tetap merindukan.
Neighbours.
106      69     0     
Romance
Leslie dan Noah merupakan dua orang yang sangat berbeda. Dua orang yang saling membenci satu sama lain, tetapi mereka harus tinggal berdekatan. Namun nyatanya, takdir memutuskan hal yang lain dan lebih indah.
BACALAH, yang TERSIRAT
345      168     0     
Romance
Mamat dan Vonni adalah teman dekat. Mereka berteman sejak kelas 1 sma. Sebagai seorang teman, mereka menjalani kehidupan di SMA xx layaknya muda mudi yang mempunyai teman, baik untuk mengerjakan tugas bersama, menghadapi ulangan - ulangan dan UAS maupun saling mengingatkan satu sama lain. Kekonyolan terjadi saat Vonni mulai menginginkan sosok seorang pacar. Dalam kata - kata sesumbarnya, bahwa di...
The Red String of Fate
410      320     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
Two Good Men
9      9     0     
Romance
What is defined as a good men? Is it their past or present doings? Dean Oliver is a man with clouded past, hoping for a new life ahead. But can he find peace and happiness before his past catches him?